Home / Romansa / Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan / Visualnya Sangat Sempurna

Share

Visualnya Sangat Sempurna

last update Huling Na-update: 2024-12-15 11:17:20

Bulan merasa kesal setengah mati dan juga sekaligus malu. Saat terjaga dan mendapati dirinya memeluk pria itu seperti guling. Dan yang lebih mencengangkan adalah mereka sudah berada di pesawat yang sedang mengudara, sementara dirinya masih mengenakan piyama tidur.

Bagaimana bisa ia tidak menyadari saat pria itu memindahkan tubuhnya dari sofa rumah ke ranjang pesawat. Entah terlalu lelah atau karena perasaan nyaman.

Setelah membersihkan diri dan berpakaian Bulan keluar dari kamar, ia berdecak kagum melihat interior pesawat itu. Kafi yang melihat Nona mudanya berdiri di depan pintu kamar, mempersilakan gadis itu untuk duduk di kursinya. Disana telah tersaji sarapan yang sudah disiapkan untuknya.

“Silahkan, Nona.” Ucap Kafi.

“Terima kasih,” balas Bulan tersenyum ramah lalu melangkah menuju kursinya dan ternyata bersebelahan dengan Air.

Lelaki itu sudah selesai dengan sarapannya, terlihat seorang pramugari sedang membereskan meja di depannya.

Bulan melirik Air dengan wajah juteknya, kemudian dengan gaya anggun ia duduk di kursinya dan mulai menikmati makanannya.

Kepala Bulan bergerak-gerak kiri dan kanan tiap kali makanan masuk kedalam mulutnya. Alis Air terangkat sebelah melihat tingkah gadisnya yang terlihat sangat lucu.

‘Makan saja terlihat sangat menggemaskan!’

Perjalanan mereka masih sangat panjang, memakan waktu hingga belasan jam. Bulan mulai merasa bosan, duduknya sudah terlihat gelisah.

Fasilitas lengkap dalam pesawat itu tak mampu membuatnya betah. Dengan siku bertumpu pada sandaran kursi, tangannya menopang sisi kepala sambil memandang Air yang serius menatap layar laptop di depannya.

‘Apa yang sedang dia lakukan, tidak bosan apa melotot terus di depan layar?’ gumam Bulan dalam hati, mencoba mengusir rasa bosan yang menghinggapi dengan memandangi Air. Mumpung pria itu tengah sibuk pasti tidak akan sadar kalau dia memperhatikannya, pikir Bulan

Kacamata kerja yang bertengger di atas hidung mancungnya menambah kesan kedewasaan pada wajahnya. Matanya yang tajam menatap, membuat siapa pun yang melihatnya seakan terhipnotis. Garis rahangnya yang tegas, memancarkan aura yang begitu memikat.

Pria itu laksana jelmaan Dewa Yunani yang sedang turun ke bumi. Visual-nya sangat sempurna untuk seorang manusia. Namun, rasa kagum itu seketika buyar ketika kalimat menyebalkan terlontar dari bibir merah Air.

Sambil tersenyum mengejek Air berkata, “Saya memang tampan, pandanglah saya semau-mu.” Wajahnya yang semula tampak menawan, kini berubah menjadi sumber kekesalan bagi Bulan.

Rasanya gelas yang berisi jus mangga di depannya ingin dia lempar ke arah kepala pria itu, siapa tau dengan begitu laki-laki yang berstatus suaminya bisa lebih bersahabat dalam bertutur kata tidak membuat orang di sekitarnya emosi tingkat tinggi.

Bulan memalingkan mukanya melihat keluar jendela pesawat, merutuki dirinya. Ditengah rasa bosan melanda ia sampai memandangi Air. Sudah tau pria itu memiliki kepercayaan diri yang tinggi, bahkan lebih tinggi dari tubuhnya yang seperti tiang listrik.

“Kapan sampainya!” Bulan sengaja berucap demikian, ia sangat jenuh tidak ada yang mengajaknya bicara.

Pria itu sama sekali tidak bisa diharapkan, ia terlalu kaku, tidak asik. Sekalinya bicara memancing emosi, huuhh…

Disaat seperti ini, Bulan merindukan sahabatnya, dia juga merindukan sekolahnya. Dimana mereka menghabiskan waktu istirahat di kantin dengan kegilaan yang mereka lakukan. Bulan lebih bisa mengekspresikan dirinya, tidak seperti sekarang ini, dia seperti berada di dunia lain.

“Sekarang dia pasti sedang makan bakso mang ucup.” gumam Bulan memandang awan-awan di luar jendela pesawat dengan wajah nelangsa.

Bulan membayangkan makanan berbentuk bulat dan kuah bening dengan kepulan asap. Taburan bawang goreng yang banyak di atasnya ditambah beberapa telur puyuh. Sungguh nikmat sekali, membuat liur gadis itu ingin menetes. Ia mengecap-ngecap mulutnya seakan makanan itu ada di depannya saat ini.

Bulan menarik nafas dalam dan panjang lalu menghembuskan secara kasar, ia berdiri dari duduknya lalu berseru, “Hei, kalian, pria-pria berbadan besar.” Ucap Bulan yang ditujukan pada beberapa anak buah Air yang ikut di dalam pesawat pribadi milik keluarga Zelandra.

Dengan sigap mereka berdiri, membungkukkan badan memberi hormat pada Nona Muda Zelandra.

“Kenapa kalian mau bekerja dengan pria kaku seperti dia?” Bulan menunjukkan ke arah Air dengan dagunya, “Tidakkah kalian lelah menghadapi sikapnya yang membuat kalian darah tinggi. Aku saja yang baru…” Bulan menunduk menghitung jari tangannya, untuk mengetahui berapa lama berurusan dengan pria itu.

“Hah, berapa sih!” Kesal Bulan karena tidak yakin dengan hitungannya, “Sudahlah, tidak penting juga berapa lama, yang penting intinya aku tidak suka dekat dengan dia. Wajahnya saja sedatar lantai granit, jika ditanya menunggu jawabannya sampai ubanan. Apalagi kalau matanya itu sudah seperti mau mencabut nyawa saja.” Bulan melirik sinis Air, akan tetapi yang dilirik tetap tenang di posisinya.

Air memilih diam, membiarkan istri kecilnya melakukan apa yang didinginkan. Pria itu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, duduk tenang sambil melipat kedua tangannya di depan dada—menikmati drama dari gadisnya yang sangat nakal.

“Lebih baik kalian semua bekerja padaku saja, dari pada tekanan batin bekerja pada pria tua itu. Kalian tidak ingin ikutan cepat tua seperti dia, kulit pada keriput-keriput. Mau ya, aku akan menjamin hidup kalian semua lebih sejahtera dan berwarna dan yang paling penting tidak cepat mati karena kena serangan jantung. Bagaimana? Tenang saja untuk urusan bayaranya, jauh lebih besar.” Bulan sudah seperti seorang marketing handal dalam membujuk pembeli untuk tertarik dengan barang yang ditawarkan.

Kafi yang duduk di kursi tak jauh dibelakang pasangan itu, melipat bibirnya sambil menundukkan kepala agar tidak tertawa. Bisa dalam masalah besar dia jika sampai kelepasan menertawakan Tuan mudanya.

Sejauh ini, tak ada seorang pun yang berani melontarkan buruk kepada Tuan Air, kecuali jika mereka ingin mengalami nasib tragis.

Namun, Kafi justru tergelitik melihat tingkah laku Nona mudanya yang sama sekali tidak ada rasa takut. Malah dengan gamblang memanggil Tuan Muda dengan sebutan 'Om tua, muka sedatar lantai granit'.

“Kenapa diam?” tanya Bulan melihat para pria berbadan besar hanya menundukkan kepala tidak ada yang menjawab.

“Hmm, aku tau kalian pasti takut sama si Om ini. Badan saja yang besar seperti Hulk, tapi tidak bernyali.” Ucap Bulan meremehkan, menjentikkan sedikit ujung jarinya.

Namun, Bulan tak menduga apa yang terjadi selanjutnya. Dalam sekejap, tubuhnya melayang di udara, diangkat oleh sang Tuan Muda yang sejak tadi menjadi target dari aksi provokasinya.

“Aaaa…! Om mesum! kamu mau bawa aku kemana? Lepasiiiiin…! Hei kalian kenapa pada berdiri saja bantuin akuuu...”

Bulan meronta-ronta minta dilepaskan, namun usahanya sia-sia. Ia juga meminta bantuan pada anak buah suaminya, tapi mereka cari aman tidak mau terlibat dengan urusan snag Tuan Muda.

Air menulikan telinganya, pria itu memanggul sang istri di bahu kirinya dan membawa gadis kecilnya yang tubuhnya terasa ringan bagaikan kapas masuk ke dalam kamar pribadi yang ada di dalam pesawat.

Nah kan, makanya Bulan diam saja jangan mencari masalah. Suka sekali kamu memancing di air yang tenang. Sekali airnya riak di sambar kan, semoga dirimu baik-baik saja didalam sana.

“Tidaaakkk…”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Berduka

    “Jadi, aku tidak dibuang orang tuaku, Pa?” tanya Yona berlinang air mata. Toni menggeleng, dia dan melati—sang istri memutuskan menceritakan kebenarannya. Yona sudah cukup dewasa untuk memahaminya. Kelak suatu hari nanti ketika gadis itu menikah, ayah kandungnya tetap harus menjadi wali nikah. Yona masih sesegukan dalam pelukan Melati, dia tidak bisa membayangkan bagaimana menderita sang ibu bahkan mengorbankan nyawanya untuk melahirkannya di tengah melawan rasa sakit. Yona menyesal telah berpikir buruk, sekarang dia ingin sekali nyekar ke makam sang ibu. “Di mana makam Ibu, Ma?” Yona mendongak, menghapus air mata yang seolah tak rela berhenti keluar. “Hari minggu kita akan kesana,” ucap Melati lembut. “Apa aku juga akan bertemu ayah, Pa.”Toni dan Melati saling pandang, walaupun berat hati Melati menganggukkan kepalanya. Biar bagaimanapun Yona berhak tau siapa ayah kandungnya. “Papa akan mempertemukan kalian,” ucap Toni.“Tapi aku tetap anak Mama dan Papa, kan?”“Tentu, selaman

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Aku Hanya Ingin Tau

    “Raka,”Gerakan tangannya yang sedang menandatangani berkas terhenti, Air melirik pada sahabat sekaligus asistennya. “Ada apa? Apa apa sesuatu yang penting?” Ia bertanya, lalu kembali melanjutkan pekerjaan. Kafi menarik napas panjang, lalu berkata. “Pihak rumah sakit menelpon, mengabarkan kondisi Tiara kritis. Dan… Tiara ingin bertemu denganmu.” Air menutup berkas yang baru saja selesai diperiksanya, lalu mendorongnya sedikit ke arah Kafi yang duduk di seberang meja.“Kalau kau mau datang, datang saja,” ucap Air datar dan dingin.Baginya semua sudah selesai, hanya masa lalu. Sudah cukup peringatan yang dulu pernah diberikan dan ternyata hanya dianggap angin lalu. “Tapi—” Air mengangkat tangannya, dia tidak ingin mendengar apapun lagi yang berhubungan dengan masa lalu. Kini fokusnya hanya pada istri kecilnya dan calon anak mereka. Air tidak ingin lagi di usik kehidupannya dengan bayang-bayang yang akan menyakiti perasaan istrinya. Air mengambil bingkai foto istri kecilnya, diman

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Terbukti

    Mata Ny. Malika berbinar, rasa bahagia membuncah dalam hatinya. Rasanya tak puas hanya memandang strip kecil di tangannya. Perhatian wanita setengah baya itu, beralih menatap haru pada sang menantu yang bersandar di kepala ranjang. “Sayang, Mommy bahagia sekali. Terima kasih, nak.” Ucapnya tulus dengan mata mengembun. Segera ia mendekap menantu kecilnya, memberi dukungan bahwa remaja itu tak sendiri menjalani masa kehamilannya. Kedua tangannya menangkup wajah Bulan, memberi banyak kecupan sayang. Ditatapnya wajah cantik walau terlihat pucat dan kuyu. Ny. Malika menengok ke arah putranya yang memasang wajah cemberut, kesal karena sang Ibu memeluk bahkan mencium istrinya. Bukannya marah, Ny. Malika justru terkekeh. “Sudah mau jadi Daddy, masih suka merajuk.” Sindir wanita itu.“Dua bulan lagi ujian kelulusannya. Untuk sementara waktu Bulan akan menerima semua pelajaran dirumah. Dia akan datang saat ujian saja. Jangan biarkan istrimu kelelahan, pastikan kandungan dan kondisi istrim

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Positif

    “Zack, langsung pulang saja. Tapi nanti singgah sebentar beli cendol, ya.” pinta Bulan begitu ia masuk ke dalam mobil.“Baik Nona,” sahut sang pengawal. Sedan mewah itu meluncur keluar dari area parkir sekolah, menyusuri jalanan kota yang mulai padat. Ikut berbaur dengan kendaraan lainnya. Bulan menyandarkan punggungnya di kursi, matanya menatap kosong ke luar jendela. Sinar matahari siang yang menyengat membuat peluh kecil mulai membasahi pelipisnya. Padahal pendingin mobil berfungsi dengan baik. Membayangkan berendam air dingin, membuatnya ingin segera tiba di Mansion. Pasti rasanya segar sekali. Sayangnya, perjalanan dari sekolah ke rumah membutuhkan waktu hampir satu jam. Dan di tengah panas yang menyiksa, jalanan pun tak bersahabat. Suara bising kendaraan membuat kepalanya semakin berdenyut. Ia mengerjap pelan, lalu memejamkan mata. Kepalanya miring ke kiri, mencari posisi yang lebih nyaman untuk beristirahat sejenak.Lewat kaca spion depan, Zack melirik ke belakang. Ia ters

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Ciuman Panas

    Di balkon kamar, Air berdiri memandangi gelapnya malam. Angin malam menerpa wajahnya pelan, membawa rasa lega setelah ia mengungkapkan kebenaran tentang dirinya pada sang istri. Meski awalnya Bulan sempat terkejut, pengertian darinya sang istri bisa menerima dan memahami. Seharusnya sejak awal ia jujur. Namun, ketakutan akan kehilangan gadis kecilnya membuatnya memilih bungkam. Air memilih menyimpan rahasia itu rapat-rapat. Namun, siapa sangka, kebenaran itu justru terbongkar oleh istrinya sendiri.Tak ada yang disesalkan, setidaknya Bulan bisa lebih waspada dan menjaga diri. Karena sewaktu-waktu, musuh bisa saja datang dan menjadikannya target. Lambat laun statusnya sebagai istri dari seorang mafia—pemimpin Dark Costra akan diketahui. Air menahan napas ketika tiba-tiba sepasang tangan melingkar lembut di pinggangnya. Siapa lagi pemilik tangan kecil itu jika bukan sang istri tercinta. Matanya terpejam, menikmati hangatnya pelukan yang begitu membuat mabuk kepayang. “Kenapa bangun,

  • Terpaksa Menikah Dengan Mr. Arogan   Berjanjilah Untuk Tetap Di sini?

    Air kembali ke ruang ganti setelah memastikan istrinya tidur pulas. Ia menatap kotak hitam yang masih tergeletak di lantai. Napasnya terdengar lega saat membuka bagian dalam dari kotak itu. Ia menutup kotak itu, lalu menyimpannya kembali ditempat semula. Air tidak ingin Bulan semakin curiga jika berpindah tempat, istrinya sangat jeli. Meninggalkan kamar, Air pergi ke ruang kerja. Di dalam sana, ia membuka laptop dan menghubungi seseorang lewat sambungan video.“Ada apa?” suara Tuan Aksa muncul, menatap tajam dari balik layar. Namun wajahnya berubah saat melihat raut anaknya yang tampak kacau.“Bulan menemukan senjataku, Dad.” ujarnya lirih, terbayang wajah istrinya yang ketakutan.“Lalu?”Pria itu menghela napas panjang, “Aku takut Bulan meninggalkan aku, Dad. Aku tidak mau kehilangan istriku.” Alis Tuan Aksa terangkat sebelah, pria setengah baya itu tersenyum miring. Di depannya saat ini, bukanlah putranya yang dingin dan Arogan. Tetapi seorang anak yang sedang mengadu dan merenge

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status