Home / Mafia / Terpaksa Menikah Dengan Tuan Mafia / 7. Separuh Jiwa yang Hilang

Share

7. Separuh Jiwa yang Hilang

Author: Rich Ghali
last update Last Updated: 2025-11-25 22:33:34

Alaric berlutut di depan makam Vanessa. Ini kesekian kalinya ia menangisi kepergian sang istri di kala sendiri. Namun, kali ini tangisannya terasa lebih menyayat hati. Ia ajak gundukan tanah itu berbicara dengan suara serak. Air matanya menganak sungai. Hal yang paling menyakitkan baginya adalah ketika ia kembali mengucap ijab untuk wanita lain. Itulah sebabnya ia langsung meninggalkan area akad, sebab ia tidak sanggup untuk menahan tangisan.

Alaric melepas cincin yang dulu mengikat ia dan Vanessa. Ia taruh cincin itu di dekat pusara sang istri. Ia ingin segera lepas, ingin segera terbebas dari kungkungan rasa sakit karena ditinggal akibat kematian. Namun, tidak ada kemampuan sama sekali. Ke mana pun ia pergi, selalu ada bayangan sang istri. Di setiap langkahnya tidak pernah sedetik pun ia melupakan kenangan bersama wanita yang begitu ia cintai. Andai nyawa bisa ditukar, ia lebih memilih agar dirinya saja yang mati. Sebab ia tidak tahu harus bagaimana setelah ini.

Alaric mendongak saat ponsel yang berada dalam sakunya berdering. Ia raih benda itu untuk memeriksa siapa yang tengah memanggil. Tertera di sana nama Shesyl. Segera ia matikan panggilan karena sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun sekarang, apalagi itu wanita yang menurutnya tidak penting.

Lelaki bermanik mata biru itu kembali menangisi nasibnya. Ia ingin bercerita banyak dengan sang istri. Ia merasa bahwa dirinya telah gila kini. Ia mengutuk Yang Maha Kuasa karena merebut Vanessa dari dirinya. Ia tidak percaya jika keadilan itu ada. Sebab, ia tidak pernah mendapatkan keadilan dalam hidupnya.

Mata Alaric mulai terlihat bengkak karena terlalu sering menangis sejak ia berduka atas kematian Vanessa. Ia bahkan libur bekerja hingga hari ini. Tidak ada semangat sama sekali dalam hidupnya. Ia benar-benar telah kehilangan separuh jiwanya.

“Tunggu aku di surga, Sayang, kita akan hidup bahagia. Aku, kamu, juga anak kita.” Alaric berucap dengan terisak.

Entah sudah berapa lama ia berada di sana. Penjaga makam bahkan sudah beberapa kali datang untuk memeriksa. Sebab, ia tidak kunjung keluar dari sana.

Hari mulai petang saat lelaki separuh baya datang memberikan peringatan agar ia segera pulang.

“Maaf mengganggu, Tuan. Tapi sebaiknya Anda pulang karena hari sudah mulai gelap.” Penjaga makam itu memberikan saran setelah keempat kalinya ia datang untuk memeriksa.

Alaric lekas mengusap wajahnya yang basah. Sepasang mata sayu itu tampak sembab. Ia memiliki sorot mata yang tajam, tapi kali ini terlihat sayu karena duka yang mendalam.

Ia bangkit berdiri setelah memberikan sebuah ciuman pada papan nama istrinya. Tidak mengambil kembali cincin yang tadi ia lepas. Sebab, ia berjanji setelah ini ia tidak akan kembali lagi. Cukup sudah sepekan ini ia kunjungi makam hanya untuk meluapkan duka yang menancap di dadanya. Menangis pilu membayar rindu hanya dengan bertemu gundukan tanah sebagai tempat bersemayam sang istri tercinta.

Alaric beranjak pergi tanpa mengucap sepatah kata pun pada lelaki paruh baya itu. Ia berjalan dengan pasti menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari sana.

Setelah menghela napas dengan dalam, Alaric langsung menancap gas menuju pulang.

***

Hanya dengan melihat noda tanah di ujung sepatu milik Alaric, Felix sudah tahu ke mana lelaki itu menghilang setelah acara akad tadi siang. Tidak ia tanyai tuannya itu, sebab ia tahu jika lelaki itu sedang tidak ingin diganggu. Ia paham betul bagaimana perasaan Alaric saat ini. Mereka sama-sama merasakan sakit, bedanya Alaric merasa sakit karena harus menikah dengan Elena. Dan Felix merasa sakit karena tuannya menikah dengan wanita yang ia cintai.

“Elena sudah pulang?” Alaric bertanya pada Felix. Ia hanya ingin berbasa-basi, sebab ia tinggalkan wanita itu tanpa pamit siang tadi.

“Sudah, Tuan.” Felix menjawab dengan mantap.

Ke mana lagi wanita itu pergi jika tidak langsung kembali?

“Mas!” Panggilan Shesyl menghentikan langkah Alaric.

Wanita itu berlari mendekat, wajahnya menunjukkan protes atas kabar yang ia dengan dari Felix. Ia tidak terima jika Elena yang menjadi pengganti kakaknya. Sebab, ia sudah mempersiapkan diri untuk posisi itu.

Siapa yang tidak akan tertarik pada Alaric? Ia tampan, tubuhnya kekar, punya kuasa, juga kekayaan yang melimpah. Sikap dinginnya tidak akan menjadi masalah selama nafkah lahir dan batin terpenuhi.

Mungkin hanya Elena yang tidak akan tertarik padanya karena ada dendam yang lebih dulu bersemayam dalam hatinya.

“Kau menikah tanpa memberi kabar? Mengapa kau tidak memberitahuku? Bahkan mama dan papa juga tidak tahu.” Shesyl protes dengan wajah kesal.

“Kurasa itu tidak ada kaitannya dengan kalian. Jika harus meminta izin, aku hanya perlu meminta izin pada Vanessa andai ia masih ada.” Alaric menjawab dengan tajam.

“Tentu saja kau harus memberi kabar, Kak Vanessa baru meninggal, bahkan kuburannya masih basah. Apa nafsumu setinggi itu hingga tidak ingin menunggu sedikit lebih lama?” Shesyl mencecar. Ia benar-benar tidak percaya jika apa yang Felix katakan itu adalah sebuah kebenaran.

“Urus saja urusanmu, jika kau tidak ada kepentingan di sini, sebaiknya kau pulang saja.” Alaric bergegas beranjak pergi meninggalkan adik iparnya itu. Ia tidak peduli bagaimana tanggapan keluarga Vanessa. Ia tidak akan memberi penjelasan apa pun jika diminta, sebab rumah tangganya adalah tanggung jawabnya. Ia tidak ingin ada yang ikut campur tanpa diminta.

Shesyl hanya bisa merungut dalam dada. Percuma ia ajak lelaki itu berdebat, sebab ia akan kalah.

“Akan kutunjukkan jalan keluar jika kau tidak tahu ke mana arahnya.” Felix memberikan senyuman sinis.

Shesyl memberikan tatapan tajam, ia mengentakkan kaki dengan kesal, lalu beranjak pergi dengan rungutan yang ia lontarkan.

“Tuan!” Felix memanggil seraya mengejar.

Alaric lagi-lagi menghentikan langkah. Di rumah seluas itu ia harus berhenti beberapa kali menuju kamar karena panggilan.

“Tuan Erigo ingin bertemu untuk memastikan barang yang ia beli. Ia ingin bertemu langsung dengan Anda.” Felix memberi kabar mengenai bisnis mereka yang harus tetap berjalan.

“Berapa unit yang akan ia beli?”

“Ini tuan, 2 unit MG-42, 3 unit AK-74, dan 1 unit M1873.” Felix menunjukkan isi email yang ia terima. “Dia juga ingin kokain 500 gram, ganja 250 gram, dan morfin 100 gram.” Felix menambahkan.

Alaric terdiam beberapa saat, tampak tengah berpikir untuk memutuskan.

“Atur jadwal pertemuan, siapkan pasukan untuk berjaga-jaga. Aku ingin kau ikut bersamaku. Jangan lupakan senjatamu. Kita harus berhati-hati, pelanggan juga bisa menjadi musuh sewaktu-waktu.” Alaric memberikan perintah pada orang kepercayaannya itu. Bisnisnya memang sangat berbahaya. Musuh bukan hanya datang dari aparat, tapi juga dari sesama pengedar dan pemakai.

“Siap, Tuan.” Felix menjawab dengan sangat bersemangat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menikah Dengan Tuan Mafia   92. Ending

    Menjelang siang Felix datang dengan menenteng ransel hitam. Ada dua koper dan beberapa dus berisi barang yang tergeletak di ruang depan. Elena dan Alaric telah siap untuk berangkat. Resni akan ikut bersama mereka. Sementara Dion akan tinggal untuk mengurus bisnis yang ada di Jakarta.Semuanya tengah makan siang saat Felix masuk begitu saja, ia ikut bergabung di meja makan. Melahap hidangan yang sudah tersedia. Pesawat akan berangkat sore nanti, jadi mereka masih ada waktu untuk berleha-leha meski hanya sebentar saja.“Kita akan ke mana?” Elena bertanya di sela ia melahap makanan. Ia menatap sang suami dengan sorot tanya. Mereka akan berangkat, dan ia belum tahu ke mana mereka akan pergi.Alaric terdiam sejenak, menghabiskan makanan yang ada di mulutnya.“Ke tempat di mana orang tidak akan ada yang mengenal kita.” Lelaki itu menjawab beberapa saat kemudian.“Luar kota?” Elena menebak, alis kanannya terangkat saat menyorot Alaric.“Luar negeri.” Alaric langsung menjawab rasa penasaran E

  • Terpaksa Menikah Dengan Tuan Mafia   91. Pulang

    Elena tengah bermain bersama Daryl di halaman. Kaki Daryl terlihat semakin kuat dalam berjalan. Anak kecil itu sudah mulai bisa berlari meski sesekali ia terjatuh dan bangkit lagi tanpa ada tangis. Elena merasa sangat senang, sebab ia bisa membesarkan anak dengan sangat baik.Seorang lelaki berjalan memasuki area rumah. Ia mengenakan jaket hitam dengan topi yang melekat di kepala, juga masker yang menutupi sebagian area wajah.Elena berhenti bermain, ia membawa Daryl ke dalam gendongan, lalu menatap sosok lelaki itu dengan sangat dalam.“Ada yang bisa saya bantu?” Elena bertanya dengan bingung saat lelaki itu berhenti tepat di hadapannya.Sejenak tidak ada percakapan. Elena menatap dengan sangat serius, sementara lelaki itu hanya diam. Mereka saling tatap dalam sejenak.Lelaki itu membuka topi beberapa saat kemudian, juga membuka masker yang menutupi wajahnya. Sejenak Elena terdiam menatap wajah yang bisa ia lihat dengan sangat jelas. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Dadanya b

  • Terpaksa Menikah Dengan Tuan Mafia   90. Penyesalan

    Elena terdiam saat di hadapannya berdiri sosok sang mantan adik ipar. Gadis itu menatap dengan sorot penuh rasa bersalah. Ia datang bersama Felix.Elena hanya diam menatap. Tidak bertanya apa pun. Ia biarkan gadis itu dengan sendirinya mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke sana. Di manik mata gadis itu tersorot rasa penyesalan yang teramat besar. Rasa penyesalan yang membuatnya kehilangan sosok kakak yang begitu ia sayang. Terlebih ia tahu hari ini Alaric telah dieksekusi mati setelah dikurung dua bulan lebih.Tergolong cepat mendapatkan keadilan dibanding tahanan yang lain. Biasanya para pidana hukuman mati akan dikurung selama tahunan, berdebar ketakutan menunggu hari kematian. Namun, berbeda dengan Alaric yang hanya hitungan bulan.“Maaf.” Viona berucap dengan lemah. Ia menyesal telah melaporkan Alaric ke kantor polisi setelah ia mendengar penjelasan dari Felix.Elena menghela napas dengan berat.“Maaf untuk apa?” Elena bertanya dengan sorot penuh tanya.“Karena aku telah sal

  • Terpaksa Menikah Dengan Tuan Mafia   89. Bertemu dengan Alaric

    Elena tengah bermain bersama Daryl dengan televisi menyala. Ia tidak fokus pada layar kaca, televisi dinyalakan hanya untuk membuat keramaian agar tidak terlalu sunyi saja. Sebab, Dion tengah pergi ke kantor polisi. Sementara Resni tengah berbelanja ke pasar.Elena tersenyum pada putranya yang sudah mulai banyak kebisaan. Namun, dalam hati tetap saja ia merasa ada yang kurang, sebab suaminya hingga kini belum ada kabar. Ia sangat rindu, juga khawatir yang bercampur menjadi satu.Fokus Elena teralihkan saat televisi menayangkan suaminya secara langsung dalam konferensi pers. Sidang untuk Alaric dilakukan secara tertutup, jadi tidak ada wartawan yang bisa meliput. Namun, hari ini hasil sidang dipublikasi.Jantung Elena seolah berhenti berdetak saat ia mendengar keputusan hakim yang mengatakan bahwa Alaric akan dihukum mati dengan cara ditembak. Hukumannya akan dilakukan di depan umum, jadi terbuka untuk siapa saja yang ingin melihat eksekusi Alaric.Wajah Elena memucat, dadanya terasa b

  • Terpaksa Menikah Dengan Tuan Mafia   88. Lebih Dari Aman

    Felix menancap gas dengan kecepatan tinggi menuju kantor polisi setelah ia mendengar penjelasan dari Elena. Jantungnya tengah berdebar dengan sangat cepat. Keringat dingin mulai membasahi punggung dan jidat. Tangannya gemetar dalam mengendalikan setir.Pikiran Felix kini dikuasai oleh hal-hal negatif. Ia takut jika ia benar-benar kehilangan Alaric. Mereka sudah selayaknya saudara. Ia tidak ingin pertemuan terakhir mereka adalah sebuah konflik. Ia tidak pernah mengatakan bahwa ia menyayangi Alaric. Ia ingin agar lelaki itu tahu apa isi hatinya terhadap lelaki itu.Sebagai seorang lelaki, mereka sama-sama gengsi mengungkapkan isi hati. Kasih sayang mereka terhadap sesama sesungguhnya sama besar adanya. Ia belum siap menerima kemungkinan buruk yang akan menimpa Alaric. Meskipun di satu sisi ia bisa kembali mendekati Elena karena wanita itu kembali menjanda. Ia lebih memilih menjauh dari kehidupan mereka daripada ia harus kehilangan Alaric karena kematian yang akan ia dapat sebagai hukuma

  • Terpaksa Menikah Dengan Tuan Mafia   87. Mengapa Aku Tidak Diberitahu?

    Setelah keluar dari rumah sakit, Elena menjalani hidup seperti biasanya. Melakukan banyak hal layaknya ibu rumah tangga. Ia benar-benar telah pulih total. Bisa melakukan apa pun yang orang lakukan.Hingga kini belum ada kabar sama sekali mengenai Alaric. Dion sudah berulangkali ke kantor polisi untuk membesuk. Namun, Alaric ditempatkan di ruang isolasi. Ia dikurung di ruangan tersendiri. Tidak ada yang boleh menemuinya hingga konferensi pers yang akan dilakukan lusa.Sebagai seorang istri, tentu saja Elena khawatir luar biasa. Ia takut kehilangan suaminya untuk yang kedua kali. Takut ia kembali menjadi janda yang ditinggal mati. Apalagi kini ia telah putus hubungan dengan Viona dan keluarganya. Benar-benar definisi putus hubungan yang sebenarnya. Kontak Elena diblokir oleh mantan mertuanya. Pesan yang ia kirim pada Viona hanya dibaca, tidak pernah mendapat balasan darinya.Elena menghela napas dengan berat. Daryl sudah mulai bisa berdiri sendiri. Perkembangan anak itu mulai terlihat p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status