Share

Bab 6. Menculik Istri Sendiri

Rian langsung bangkit menemui Drini yang sedang ada di dapur. Dia pun akhirnya mengungkapkan rencananya kepada sang ibu. Drini pun langsung menyetujui dan mendukung rencana Rian.

Tak lama kemudian, Yuan keluar dari kamarnya bersama Sinta. Sinta langsung berlari ke ruang tengah untuk bermain bersama Arjuna, sementara Rian memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan mandi.

“Yuan bantu, Bu,” ucap Yuan

“Baiklah, terima kasih, Sayang!”

Aroma masakan kini menguar di seluruh penjuru dapur. Perempuan yang dulunya tidak bisa memasak itu, kini semakin rajin belajar masak sejak kehadiran Yuan di rumah itu. Terlebih lagi ketika cucunya mulai lahir.

Setelah menyelesaikan masakannya, Yuan menghidangkan makanan ke atas meja. Perempuan tersebut berteriak ke arah ruang tengah, di mana Sinta dan Arjuna sedang bermain. Dua bocah kecil itu langsung berlari menuju meja makan.

Setelahnya itu Rian, Anton, dan Riana menyusul dan bergabung di meja makan. Dari arah dapur, Drini membawa satu nampan jus buah kesukaan seluruh anggota keluarga. Dia membagikan jus tersebut kepada mereka.

"Terima kasih, Bu," ucap Yuan sambil menerima satu gelas jus stroberi dan langsung meminumnya.

Rian tersenyum penuh arti ketika tatapan matanya bertemu dengan Drini. Sang ibu pun tersenyum tipis. Tak lupa Drini diam-diam memberi kode kepada Rian dengan mengacungkan jempol sambil menyelipkan rambut ke belakang telinganya.

Setelah itu semuanya menikmati sarapan sambil sesekali mengobrol dan bercanda. Usai makan, entah mengapa Yuan merasa matanya begitu berat. Akhirnya dia berpamitan untuk kembali ke kamar.

"Aku kenapa, sih!" seru Yuan sambil menguap lebar.

Perempuan tersebut langsung merebahkan tubuh ke atas ranjang. Semakin lama matanya semakin terasa berat. Yuan gagal mengalahkan rasa kantuk dan akhirnya menutup mata.

Tak lama kemudian terdengar suara derit pintu yang terbuka. Sinta memasukkan kepalanya ke dalam kamar. Gadis kecil itu berjalan dengan berjingkat sambil meletakkan tangan di depan dada layaknya kelinci.

Sinta mendekati Yuan dan mulai menggerakkan telapak tangan di depan wajah sang ibu. Setelah memastikan Yuan tertidur nyenyak, Sinta setengah berlari keluar kamar. Ternyata Drini sudah menunggu di sana.

"Bunda udah bobok, Uti!" seru Sinta dengan mata berbinar.

"Oke, sip! Bantuin uti berkemas buat bunda, ya?"

Sinta mengangguk mantap. Mereka pun akhirnya masuk ke dalam kamar. Keduanya menyiapkan pakaian dan keperluan pribadi untuk Yuan.

Setelah selesai, Sinta langsung berlari menghampiri Rian. Rian mengacungkan jempol kepada putri cerdiknya itu. Rian mendorong kursi roda yang dulu dipakai oleh mendiang adiknya masuk ke kamar.

Drini ternyata sudah merapikan penampilan Yuan. Kini Yuan dibalut menggunakan pakaian tertutup dan sengaja diberi riasan wajah agar tampak pucat. Rian sampai terpukau melihat hasil kerja sang ibu.

"Benar-benar seperti orang sakit! Ibu memang andal!" Rian mengacungkan jempol ke arah sang ibu.

Drini mendongak seraya mengangguk-angguk beberapa kali dengan lengan dilipat di depan dada. Dia tersenyum jemawa karena bangga akan hasil kerjanya sendiri. Rian memeluk sang ibu sambil mengucapkan terima kasih.

"Gunakan kesempatan ini sebaik mungkin. Maaf, ibu sama bapak hanya bisa bantu sampai sini. Selebihnya kamu harus berjuang di sana!" Drini merangkum pipi sang putra dan menatapnya penuh harap.

"Pasti Ian akan berusaha keras, Bu. Mohon doanya, ya?" Rian meraih jemari sang ibu, lalu mengecup punggung tangannya.

Rian berpamitan kepada Drini dan Sinta. Setelah itu, dia menggendong Yuan dan mendudukkannya di atas kursi roda. Lelaki tersebut mendorong kursi menuju mobil, lalu bergegas menuju bandara.

Ketika sampai di bandara dia mengatakan bahwa sang istri memang kurang enak badan dan mereka harus pergi ke Bali karena keperluan darurat. Akhirnya petugas pun langsung percaya karena Rian menunjukkan dokumen pendukung.

Setelah melakukan perjalanan udara selama satu jam, akhirnya mereka sampai di Bali. Rian langsung membawa Yuan ke hotel. Berdasarkan perkiraannya, Yuan akan bangun satu jam lagi.

"Maaf, ya, Yuan. Pasti kamu akan marah besar setelah bangun. Tapi, cuma ini satu-satunya cara untuk bisa membawamu ke sini." Rian tersenyum kecut.

Jemari lelaki itu mengambang di udara hendak membelai wajah cantik Yuan. Akan tetapi, Rian mengurungkan niat. Dia kembali mengepalkan jemari, lalu memilih untuk menjauh dan menikmati pemandangan pantai melalui balkon kamar.

Satu jam kemudian, Yuan mulai menggeliat. Perlahan mata perempuan itu terbuka. Dalam kondisi setengah sadar, Yuan berusaha mengenali tempat dia berada sekarang.

Yuan memindai setiap sudut ruangan itu dengan tubuh yang masih terbaring di atas ranjang. Setelah yakin kalau dia tidak ada di dalam kamarnya sendiri, Yuan langsung terduduk. Kali ini darahnya seakan mendidih karena melihat Rian yang sedang tidur di atas sofa.

"Ini pasti akal bulusmu, Mas!"

Yuan menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Dia berjalan cepat ke arah Rian. Yuan meraih botol yang ada di atas meja, kemudian membuka tutupnya, dan menumpahkan air ke atas tubuh Rian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status