Apakah Safna bisa menolak keadaan ini? Apakah dia memiliki pilihan untuk berkata tidak atau menghentikan pernikahan ini? Lalu jika dia mementingkan ego nya maka bagaimana dengan kedua orang tua nya?.
"Lakukan dan jangan membuat keluarga kita malu, Safna bisa di cap sebagai perempuan buruk yang mungkin ditinggal karena sudah rusak," dan bibi nya bicara dengan cepat."Safna tidak serendah itu," nyonya Reka langsung tidur suka dengan ucapan adik perempuan suaminya."Tetap saja pandangan miring akan terus diberikan oleh orang lain setelah ini jika pernikahan di batalkan, belum lagi cemoohan dan malu nya keluarga besar Raharja," kak Dita bicara dengan cepat, menatap kearah semua orang secara bergantian."Pengantin pengganti bukan solusi yang buruk, para tamu sudah terlalu gelisah menanti," sambung bibi Safna lagi kemudian."Dengan siapa?," Papa Safna jelas bertanya, menatap kearah tuan Adam dengan cepat.Laki-laki yang ditatap terlihat balik menatap tuan Bastian, pandangan matanya bertemu dan didetik kemudian laki-laki tersebut menatap kearah Safna."Dia laki-laki yang baik, tidak suka berpetualang dan fokus pada perusahaan nya, mungkin tidak seromantis Roger tapi dia sangat menghargai perempuan, nak," ucap laki-laki tersebut kemudian, dia sengaja menatap dalam bola mata Safna dan menunggu respon yang diberikan oleh gadis tersebut.Safna balik menatap laki-laki tersebut, terlihat cukup gelisah dalam pandangan nya. Mendengar apa yang diucapkan calon ayah mertua nya yang tidak jadi tersebut membuat Safna diam untuk beberapa waktu."Tanya pada papa dan mama apakah mereka menyetujui nya," dan akhirnya Safna menjawab seperti itu, dia menundukkan kepalanya dalam balutan rasa sesak di dadanya saat ini.Tuan Adam kembali menatap kearah tuan Bastian."Siapa yang akan kamu berikan pada Safna?," Laki-laki tersebut masih bertanya penasaran."Callister," pada akhirnya laki-laki tersebut menjawab dengan cepat.Dan begitu nama tersebut disebutkan seketika membuat Safna langsung mendongakkan kepalanya, dia mengerutkan keningnya untuk beberapa waktu."Siapa? Mister Callister?," Safna bertanya di dalam hati dan seketika bibirnya bergetar saat mendengar nama tersebut.Yah papa Roger baru saja berkata nama laki-laki tersebut adalah Callister, dia tentu saja tahu dengan sosok laki-laki tersebut, dimasa lalu dia beberapa kali bertemu dengan Callister, meskipun sudah lama dia tidak bertemu setelah pertemuan terakhirnya di masa kelulusan SMA, dia masih ingat betul bagaimana wajah laki-laki dingin dan datar dengan netra biru tersebut.Laki-laki blasteran itu pernah sejenak dikagumi nya kemudian begitu di bencinya karena satu alasan yang tidak pernah dia beritahu kan pada siapapun dalam seumur hidupnya."Adik mu?," Papa Safna bertanya sambil mengerutkan keningnya, menatap sahabat baiknya tersebut untuk beberapa waktu.Dia jelas kenal dengan Callister, adik tuan Adam, paham betul karakter nya dan bagaimana laki-laki tersebut.Tuan Adam menganggukkan kepalanya."Ya," ucap laki-laki tersebut cepat."Safna?," dan tuan Bastian bertanya pada putrinya."Safna tidak akan menyesal menikah dengan Callister, dia laki-laki yang baik, Bas." Tuan Adam bicara dengan cepat.Ini mungkin setali tiga uang, Callister pernah gagal menikah karena mengkhianatan, bagi nya mempercayai perempuan lagi jelas bukan hal yang muda, laki-laki tersebut memilih enggan untuk menjalin hubungan kembali dan fokus pada perusahaan. Safna juga batal menikah karena pengkhianatan jadi mereka cukup baik bersama. Selain itu Callister menyimpan sebuah kisah tentang perasaannya yang tidak pernah diketahui oleh orang-orang disekitarnya.Callister laki-laki mapan, dewasa, matang dan tampan, seharusnya memang sudah menikah dan memiliki penerus dari kejayaan keluarga mereka, sebab tuan Adam harus berkutat mengurus perusahaan nya dan orang tua istrinya sedangkan Callister mau tidak mau menjadi penerus perusahaan Raharja dan ini jelas adalah pilihan yang baik dan bijak untuk membuat Callister mendapatkan istri, penerus dan status pernikahan."Apa kamu keberatan, nak?," Tuan Bastian bertanya pada putrinya.Safna diam, dia menatap papa nya dengan rona gelisah, perasaan nya kacau balau dan dia merasa ini bukan pilihan yang baik. tapi keadaan membuat dan memaksa dia untuk tidak bisa berkata tidak atau menolaknya."Itu-," Safna terlihat ragu, mencoba menggenggam erat telapak tangan nya dengan gelisah.Apakah ada tempat untuk nya bisa bertanya? Tidak ada, seolah-olah dia memang tidak memiliki pilihan tepat untuk bertanya saat ini."Dia laki-laki yang baik, papa mengenal nya lebih dari 20 tahun, sudah tahu betul bagaimana Callister dengan kepribadian nya," Laki-laki tersebut bicara, menatap dalam bola mata putri nya tersebut untuk beberapa waktu.Tuan Bastian menyentuh lembut kedua belah pipi Safna, menatap netra putri nya dan mencoba memahami perasaan Safna saat ini."Jika ini tentang cinta, maka seharusnya cinta tidak meninggalkan kamu dengan kekecewaan dan mengkhianati kamu karena orang lain, cinta saja tidak cukup dalam membina rumah tangga nak," laki-laki tersebut bicara, mengingatkan Safna tentang penikahan."Terlalu banyak yang gagal ditengah jalan karena cinta, sebab sejatinya cinta saja tidak cukup untuk di genggam dan menjadi acuan dalam pernikahan, ini juga bukan tentang tampan dan cantik, karena pada akhirnya ketampanan dan kecantikan itu akan memudar seiring berjalannya waktu, Safna," tuan Bastian terus berusaha untuk mengingatkan Safna, jika cinta atau tampan tidak cukup menjadi modal dalam pernikahan.Safna terlihat diam, mendengarkan apa yang di ucapkan oleh papa nya, membiarkan diri untuk mendengarkan apa yang diucapkan oleh laki-laki dihadapan nya tersebut."Semua pilihan Papa serahkan kepadamu, dan memberikan arahan serta sedikit pengingat, sisanya dijalani adalah dirimu," lanjut laki-laki tersebut lagi kemudian."Papa sama sekali tidak memaksa untuk kamu menerima penikahan ini dengan Callister,"Dan keheningan terjadi di antara mereka, Safna masih memilih diam dan tidak mengeluarkan sedikit pun suaranya."Ambillah keputusan secepatnya, dengar pembawa acara mulai resah, bahkan orang-orang di gedung utama sudah mulai ricuh dengan keadaan, Safna," bibi Safna bicara, menyembulkan kepalanya sejenak keluar dan bertanya pada putranya yang sejak tadi hilir mudik.Mendengar apa yang diucapkan wanita tersebut membuat Safna semakin mengencangkan genggaman nya pada kedua belah telapak tangan nya."jangan terlalu lama berpikir, jika batal maka batalkan saja, kita tinggal menerima malu setelah hari ini, jika iya maka bergerak keluar dan lakukan akad nikahnya kemudian langsung kan pesta perayaan pernikahan nya," semakin desakan terjadi semakin membuat Safna gusar.Hingga Safna pada akhirnya dengan bibir bergetar menatap kearah papa nya dan mama nya secara bergantian, bisa dia lihat wajah sendu dan sedih sang Mama saat ini, dia kembali menatap kearah papa nya dan pada akhirnya Safna mencoba untuk mengeluarkan suaranya secara perlahan."Bagaimana dengan Om Callister?," Dan dia pada akhirnya melesatkan tanya tersebut dengan perasaan bergejolak menjadi satu.Yah dia ingin tahu bagaimana dengan laki-laki itu, Apakah dia menerimanya karena terpaksa atau bagaimana dia ingin tahu. Safna terlalu bingung seolah tidak memiliki pilihan lain saat ini, dia mematung dalam kesendirian di antara banyak orang."Dia sudah menyetujui nya sejak tadi," dan tuan Adam langsung bicara dengan cepat, menjawab ucapan Safna dengan penuh keyakinan."Ya?," Mendengar apa yang diucapkan oleh papa Roger jelas saja membuat Safna cukup terkejut.Dia mengerutkan keningnya untuk beberapa waktu.Apakah dia punya alasan untuk menolak semua nya saat ini?."Aku rasa tidak?," batin Safna.menikah dengan paman Callister? laki-laki dewasa yang usianya bahkan 10 tahun lebih tua di atas nya. Entahlah dia juga lupa, sepertinya benar 10 tahun mungkin lebih jarak usia mereka. Paman Callister, seperti itu dia memanggil nya dulu. Laki-laki tersebut sangat tidak ramah tamah, senyuman nya sangat mahal bahkan laki-laki tersebut pernah menatap nya dengan tatapan yang sangat dingin juga tidak bersahabat.Dan Safna pikir kapan terakhir kali dia bertemu dengan laki-laki tersebut? dia apakah mungkin lupa pada wajah laki-laki itu? karena pada masa itu Safna pernah baru saja meluluskan masa SMA nya dan saat itu laki-laki tersebut masuk pada fase matang dengan wajah tampannya, dan kini Safna pikir apakah wajah itu mungkin sudah menua seiring berjalannya waktu. Jika diingat-ingat artinya usia laki-laki tersebut bisa jadi berkisar diantara 34-36 tahunan."Hah, gila!," Safna menghela berat nafas nya, d
Begitu Safna membuka pintu depan bola matanya langsung mencari keberadaan seseorang,. dia tampak panik mencoba menatap ke arah sisi kiri dan kanannya, pandangan nya penuh kebingungan diliputi kesunyian dalam keadaan sebab ini jelas masih cukup pagi karena itu wajar saja di dalam tiap lorong hotel tidak didapati satu penghuni pun yang hilir mudik. Dan sayangnya juga Safna tidak melihat siapapun yang ada di luar pintu kamar nya.Gadis tersebut kembali menatap handphonenya, mencoba membaca kembali beberapa pesan yang masuk ke handphone nya dengan seksama, berusaha tidak gegabah dan memperhatikan baik-baik pesan yang masuk juga jam terkirim nya.22.40."Assalamu'alaikum, apakah kamu tidur? aku didepan, aku tidak membawa kartu akses kamar, sedikit memalukan untuk mengambil kartu cadangan nya di meja resepsionis,"23.10."Mungkin aku akan menunggu beberapa waktu hingga kamu mengaktifkan handphone kamu,"23.55."Sepertinya kamu benar-benar lelah,"01.20."Aku masih berharap kamu bangun,"02.
Subuh pertama berjalan begitu lembut, syahdu mendayu, membuat Safna berpikir apakah dia tengah tengelam ke alam mimpi nya sejak kemarin dan belum terjaga saking nyenyak nya."Assalamu ʿalaikum waraḥmatullah," dan tanpa dirasa paman Callister sudah menutup salam pada akhir sholat.Didetik berikutnya Callister berbalik, selayaknya dia yang selalu memberikan salam pada mama dan papanya, Safna mencoba meraih telapak tangan Callister saat laki-laki tersebut menatap nya, dengan agak bingung dia menyalami punggung tangan kokoh tersebut dan mencium nya.Subhanallah, bukankah subuh pertama begitu indah?.Safna baru saja hendak menaikkan kepalanya, tiba-tiba saja paman Callister berkata."Mari pulang kerumah pagi ini." kalimat itu jelas adalah ajakan tapi sebenarnya mutlak tidak bisa di tolak sebab mereka sudah sah menjadi suami dan istri tapi bukankah sangat indah dan sopan sekali saat pasangan lebih dulu menanyakan ketersediaan, agar kesan nya tidak memaksa.Safna terlihat diam, menatap laki-
Kediaman utama Callister,kamar tidur utama.Bolehkah Safna merasa lega? malam ini tidak terjadi apapun di antara mereka."Syukurlah," Safna menghela nafasnya, dia mengulum senyuman dan memejamkan sejenak bola matanya.Setidaknya dia lega, paman Callister belum meminta dua menunaikan kewajiban nya dan itu cukup membuat dia lega. Padahal semalaman cukup membuat nya panik dan tegang, tapi laki-laki tersebut penuh dengan pengertian setelah membersihkan diri, paman Callister berkata dia harus menyelesaikan pekerjaan nya di ruangan sebelah, katanya ada urusan perusahaan yang harus dia lakukan. Lama, sangat lama hingga akhirnya Safna mulai tenggelam ke alam mimpinya. Dan dia terbangun saat merasa seseorang naik ke atas kasur, ternyata laki-laki tersebut baru menyelesaikan pekerjaan nya di pukul 2 lebih dini hari. Setelah itu naik ke atas kasur dan tidur.Dan pagi ini laki-laki tersebut bangun, mengajaknya sholat berjamaah kemudian bersiap-siap untuk pergi bekerja. Jadi fix, tidak terjadi ap
Baiklah Safna tidak ingin peduli dengan siapa perempuan tersebut, dia pikir itu bukan urusan nya, lebih baik menghabiskan makanan nya dan mengabaikan dua orang tersebut.Dia pikir ah sudahlah, pernikahan dia dan paman Callister juga belum tentu panjang itu pikir nya, nama nya juga pernikahan dadakan tanpa perencanaan, jadi dia pikir apa yang diharapkan dari pernikahan mereka.Pada akhirnya Safna berusaha untuk meneruskan menikmati makan paginya di mana dia mengabaikan kedua orang tersebut yang kini bergerak menjauhi dirinya. tidak terlalu penting bagi dirinya untuk mengetahui tentang perempuan tersebut dan pembicaraannya dengan paman Callister.Gadis itu menikmati makan paginya secara perlahan, cukup lama dia berada di meja makan, menyantap makanan miliknya secara perlahan hingga pada akhir waktu tersebut berjalan dan tiba-tiba saja paman Callister sudah kembali berada di ruangan makan tersebut dan memilih untuk duduk tepat dihadapan Safna.Begitu laki-laki tersebut kembali duduk di h
Entahlah Safna tidak bisa mengekspresikan perasaan nya saat ini, hanya saja melihat wajah Roger menorehkan sebuah luka di hati nya. Ini bukan lagi tentang cinta, tapi ini tentang perasaan yang telah di lukai dan di khianati oleh laki-laki yang begitu dia cintai sebelumnya.Dia mencintai Roger dengan caranya sendiri, memiliki mimpi yang begitu indah dan manis bersama laki-laki tersebut sebelumnya tapi pengkhianatan yang dilakukan Roger jelas tidak main-main, apalagi ketika tahu laki-laki tersebut bermain bersama sahabat baiknya bahkan hingga hamil. Ini kali pertama bola mata Safna berkaca-kaca menatap laki-laki yang di cintai nya selama bertahun-tahun ini."Aku sedang menahan seluruh kemarahan dan emosi ku, berharap kita bertemu kembali di kala luka yang kamu torehkan sudah tertutup dan tidak menganga hebat, tapi aku cukup terkejut hanya dalam beberapa hari kamu kembali datang dengan tidak tahu malu dan mencoba membuat kekacauan untuk kebahagiaan yang sebenarnya belum jelas setelah men
Kediaman utama Callister,Kamar.Malam ini Safna memilih diam tanpa mengeluarkan sedikit pun suaranya, dia fokus pada pekerjaan nya membuat beberapa sketsa gaun pesanan beberapa pelanggan miliknya. Itu adalah pekerjaan Safna, seorang desainer di toko kecil nya sendiri, mendesain gaun pernikahan impian semua orang tapi lucunya dia tidak mampu benar-benar mendesain gaun pernikahan nya sendiri.Di hari sakral nya dia tidak menggunakan gaun impian nya sendiri, kala itu Roger yang memilih gaun pernikahan mereka, berkata dia pantas di ratukan di hari pernikahan. Mempercayai semua nya pada bagian wedding organizer pilihan keluarga Roger sendiri. Tapi lihatlah apa yang terjadi? pengkhianatan benar-benar menjadi harga sepadan dalam balutan gaun pernikahan yang dipersembahkan untuk dirinya."Hari sudah cukup larut," dan suara Callister mengejutkan Safna, membuat gadis tersebut langsung mendongakkan kepalanya.Bola mata mereka bertemu, dimana Callister berdiri dihadapan Safna hanya menggunakan h
Safna menatap wajah paman Callister sejenak, dimana laki-laki tersebut sempat melirik kearah dirinya untuk beberapa waktu. Dia mengerutkan keningnya, seolah-olah berpikir apakah ini soal malam pertama?.Bukankah ini terlalu dini? bahkan dia belum benar-benar bisa menggantikan posisi Roger menjadi Callister di hatinya. Lalu katakan pada nya apakah semua harus berjalan secepat itu dan begitu tergesa-gesa."No, jangan berpikir sejauh itu," tiba-tiba saja paman Callister langsung bicara dengan cepat, seolah-olah tahu kemana jalan pikiran Safna saat ini."Maksudku mari mengambil liburan bulan madu, oh sial aku tidak pandai merangkai kata-kata yang tepat, maksud ku kita mengambil waktu liburan, saling mengenal antara satu dengan yang lainnya, mungkin kita butuh bicara, berbagi, bercerita soal banyak hal didalam liburan kita nanti, dan ini bukan soal malam pertama." Callister bicara dengan cepat.Safna bisa melihat gurat sedikit panik di balik wajah Callister, laki-laki tersebut seperti nya