1 hari sebelum pulang .... Acara pernikahan yang dihadiri kerabat dan keluarga membuat Meida dan Fila harus membantu apa saja persiapan yang akan digunakan. Meida melayani tamu di bagian prasmanan makanan, sedangkan Fila membantu menyambut para tamu undangan di depan pintu masuk aula. Seharian ini mereka tidak bisa tidur karena bolak-balik mengurus semuanya.
Rangkaian bunga di dalam aula sangat mempesona. FIla jadi teringat anak dan menantunya sedang apa di rumah. Mereka sama sekali tidak menghubunginya walaupun sudah tahu sedang pergi. Semoga saja mereka dalam kondisi baik.
Meida duduk di depan kipas angin karena gerah memakai kebaya. Kalau bukan karena permintaan anak bungsu dari pamannya, dia mungkin tidak datang karena ada misi utama di rumah. Yaitu mengawasi Mila, Diaz, dan Vio.
Sedang menikmati semilir angin yang menerpa tubuh dan wajahnya, Meida mendengar nada dering ponselnya berbunyi. "Anak mama... " Jelas Meida bahagia karena yang ditunggu-
Hampir kembali pada situasi dingin di dalam kamar mereka. Diaz berencana diam agar Mila merenungi apa yang sudah dia katakan kemarin saat makan malam. Entah apa mengapa Diaz dibenci, Mila tidak memberi penjelasan agar dia memperbaiki kesalahannya. Sayang sekali beberapa menit yang lalu Mila pulang ke rumahnya dengan Fila. Ini sangat membuat Diaz tidak tenang. Mila sampai mengindarinya dengan alasan rindu rumah lama. Padahal saat tangannya cedera, obrolan ringan hampir membuat mereka berbaikan. Wanita paling sulit dimengerti dari pekerjaan.***Taksi yang ditumpangi Mila dan Fila sudah sampai di depan rumah. Mila melambaikan tangan dari jendela karena melihat Stephen sedang duduk di teras rumah sambil baca koran. "Stephen! Sini lo!" teriak Mila. Stephen menyipitkan matanya untuk melihat dengan jelas siapa yang melambaikan tangan dari jalan. "Wih, Milo udah pulang." Dia melihat Mila keluar dengan Fila. "lakinya gak ikut?" Seperti
Kelopak mata yang telah terpejam cukup lama ingin terbuka karena merasa silau akibat cahaya matahari. Mila menguap dan meregangkan pinggangnya, ternyata lumayan pegal juga tidur di sofa. Sesaat ia baru ingat ketiduran setelah mengoceh dengan Stephen. Omong-omong ke mana dia sudah menghilang saat Mila terbangun? Padahal tadi Stephen yang tertidur lebih dahulu dengan dalih ingin rebahan. Siapa sangka bablas tidur.Setelah mengumpulkan kesadaran selama kurang lebih 10 menit dengan mata sayup-sayup masih mengantuk, Mila lihat ada secarik kertas terselip di bawah gelas kosong.Langsung saja ia ambil karena tulisannya sangat rapi dan ternyata dari Stephen. Stephen menasihatinya agar segera pulang dan berbaikan dengan Diaz supaya hidup tenang.Mila kembali meletakkan kertas ke tempat sebelumnya. Ia lantas menggaruk kepala dan melihat jam dinding menunjukkan pukul 2 siang. Senyumnya terukir padahal kelopak mata masih terasa berat."Bangun, MIla!" teriak Fila dari
Diaz terkejut tiba-tiba diajak makan di luar oleh Mila malam hari. Tidak berhenti di restoran mewah seperti kebanyakan perempuan, Mila justru minta berhenti di pedagang kaki lima yang menjual nasi goreng. Untung saja Diaz tidak memakai pakaian yang terlalu bagus, hanya training dan kaos biru lengan panjang seperti di rumah. Kalau tadi Mila tidak mendesaknya segera pergi tanpa tahu tujuan, mungkin dia bisa salah kostum."Bang, pesen satu piring lagi ya!" teriak Mila dari bangkunya."Oke, Neng!"Diaz juga lega karena tempatnya tidak terlalu kotor, masih layak untuk direkomendasikan sebagai tempat nongkrong yang tidak menguras dompet.Mendengar Mila pesan satu porsi lagi, Diaz terkejut bukan main. Gadis itu sudah menghabiskan dua piring sebelumnya."Kamu lapar banget?"Mila mengangguk santai. "Kalau gak laper, gak akan pesen lagi."Benar juga, batin Diaz. "Tapi, Mila ... Bukannya perempuan jarang makan malam? Kamu kenapa maka
Jarum panjang jam menunjuk angka 3, sedangkan jarum pendeknya menunjuk hampir angka 12. Diaz menutup berkasnya lalu beranjak menanti mereka di lobi bawah. Ingin saja rasanya menunggu, mereka akan sampai sebentar lagi."Siang, Pak."Sapaan para karyawan dibalas senyum lebar oleh Diaz. Mereka baru lihat atasannya keluar ruangan sebelum jam 1 tepat. Biasanya, Bos dan Sekretaris mereka akan makan siang jika kantin sepi.Diaz tahu terlihat aneh di mata para karyawannya. Harus bagaimana lagi? Dia tidak sabar makan dengan mereka.Sedangkan di luar dekat pos keamanan, Mila menggunakan tasnya untuk menghalangi sinar matahari. Kepalanya sudah panas karena Stephen belum datang padahal ditunggu Diaz. "Nih anak niat makan gratis gak sih?" batinnya.Akhirnya sekitar beberapa detik kemudian, Stephen keluar dari taksi yang berhenti di depan pos keamanan. Wajahnya sudah kesal menunggu panas-panasan, tambah kesal karena Stephen tersenyum-seny
Tetapi Mila bukan perempuan yang pemalu di depan siapa pun. Interaksinya dengan Stephen, Revan, bahkan Diaz sama saja. Revan mungkin sudah jengah dengan Mila, karena itu dia dicampakkan. Kalau Stephen tidak bisa muak, kalau begitu dia tidak ada teman curhat saat tertekan.Mila menunjuk Stephen dengan sendok di tangan kanannya. "Jangan mancing-mancing gue ya," cetusnya."Saya bahagia bisa kumpul bertiga," ujar Diaz."Gue berasa kayak orang ketiga," balas Stephen."Gue selingkuh pilih-pilih orang juga kali. Model kayak lo emang pantes diselingkuhin, tapi gue ogah jadi selingkuhan lo.""Lo ada masalah apa sih sama gue? Gue punya utang? Berapa, sini gue bayar sekarang?""Halah, bawa 100 rebu doang lo mau bayar utang yang mana? Lo kan sekali minta traktir ke starbucks. Nih sekarang, makan begini doang lo tau gak berapa harganya?"Diaz tersenyum pada karyawan yang melihat mereka bertengkar. Pendengarannya menjadi tidak baik kalau teru
Stephen naik taksi untuk pulang. Acara makan siang telah selesai pas pertanyaan terakhir."Apa yang lo lakuin ke Mila? Tetap kejar atau tarik ulur?"Diaz tidak menjawab salah satu. Stephen sampai apal dengan kalimat mutiara dari suami Mila beberapa saat lalu."Saya lebih nyaman suatu hubungan mengalir. Tanpa memaksa dan tanpa merasa dipermainkan. Kalau saya tarik ulur berarti saya sibuk, artinya jangan ganggu sampai kesibukan saya selesai. Saya bukan tipe kejar terus-menerus seperti kamu, kalau begitu pantas perempuannya lari karena barangkali merasa takut. Gak semua perempuan yang kamu dekati baik-baik aja, siapa tau ada yang masih trauma sama laki-laki. Biar mengalir aja.""Gue setuju... " gumam Mila setelah mendengar jawaban Diaz masuk akal juga."Lo setuju?" beo Stephen."Diaz mah netral ... Dia tau jawaban yang baik. Makanya lo jangan agresif sama cewek. Kalau gue jadi ceweknya juga lari sampe merauke dikejar cowok kayak lo," cetu
"Hari ini lo gak berangkat kerja?" Mila bertanya sebab Diaz keluar kamar mandi sudah pakai baju batik coklat lengan pendek dan jeans putih.Diaz berdeham pelan sebagai jawaban sambil menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jari-jari tangan. Diaz biasa mandi duluan sebelum Mila, dia masih merapikan tempat tidur sebagai konsekuensi bangun siang."Nanti siang ke Paviliun, latihan taekwondo." Diaz duduk di kursinya untuk melanjutkan pekerjaan yang semalam belum tuntas. Sepertinya ini akan selesai dengan cepat karena sisanya tidak sampai setengah arsip. Kalau dia fokus, bisa cuma 2 jam.Mila menaruh bantal, unek-uneknya mulai keluar. "Tangan gue baru sembuh, lo udah ngajak latihan lagi?"Maksud Diaz ya begini. Sebaliknya jika banyak iklan lewat, prediksi 2 jam menjadi 4 jam. "Apa maksud kamu, lagi? Latihan satu pekan 3 kali, pekan ini baru sekali dan durasi waktunya gak pantas disebut latihan. Itu namanya pemanasan," jawab Diaz dengan tekanan di setia
Cuaca Kota Jakarta kalau sedang musim panas, sangat panas. Kalau musim dingin, tetap panas. Mila tidak heran karena kota tempatnya lahir dan dibesarkan terlalu padat bangunan. Ada taman, tapi di beberapa tempat yang masih asri."Pasang AC dong! Gerah banget sumpah!" Mila sudah mengambil buku tulis tipis untuk kipasan tetapi tetap gerah.Apa kabar Diaz yang memakai dobok? Dia berkeringat namun tidak terlihat lelah. Ia memperhatikan Diaz yang mencontoh beberapa gerakan lanjutan yang harus dipelajari pekan depan. Mila bahkan bingung dengan pukulan Diaz yang tak kunjung berhenti. Katanya, untuk latihan memperkuat otot tangan. Kalau Mila yang melakukan pukulan selama 5 menit nonstop pasti akan kebas. Kesal karena tidak selesai-selesai sesi melihat tanpa meniru gerakan, Mila melempar buku tulisnya ke kaki Diaz.Diaz berhenti memukul lalu balik badan. "Kenapa?""Capek!""Kamu gak contohin gerakan apa-apa.""Capek liat lo mukul ang