“Pelacur! Lihat dirimu!" Hannah mendekat dan menampar pipi Sofia hingga tubuh Sofia terjerembab ke samping karena tamparan yang sangat keras, "dasar anak sopir! Memalukan!”
“Kalian menjebakku,” geram Sofia mencoba membela diri. Kali ini ia tidak akan diam. Tindakan ibu mertua dan adik iparnya sangat keterlaluan, ia bangkit duduk sembari menyambar selimut berusaha menutupi tubuhnya, "apa salahku pada kalian? Aku tak pernah mengganggu kalian!" "Salahmu adalah menjadi benalu dalam keluarga Walker! Saat kamu hadir, semua orang mencemooh keluargaku!" Victoria bicara sekehendak hati. Padahal bukan itu alasannya menjebak Sofia dan ingin menyingkirkan menantunya. "Papa Albert yang menginginkanku menikah dengan Storm," sahut Sofia cepat. "Kau bisa menolak, bodoh! apa kau tak punya otak? atau kau sengaja menerima permintaan Papa karena menginginkan harta kami?" Hannah menyeret turun tubuh Sofia berikut menarik selimutnya hingga Sofia kembali telanjang. "Kalian jahat!" umpat Sofia berang. Ia menyadari mereka telah merencanakan kejadian ini saat Sofia tidak lagi melihat pria asing tadi. Victoria menjulang di hadapannya dengan cambuk kuda. Wajahnya angkuh dan kejam. Pada akhirnya Sofia pasrah. Ia tertawa dalam hati meratapi kebodohannya. Lihat saja, jika bukan sebuah jebakan, mana mungkin Victoria mempersiapkan cambuk kudanya yang biasa digunakan untuk menyiksanya? Sofia membatin. "Terima ini karena telah mempermalukan keluarga kami!” maki Victoria dan detik selanjutnya cambuknya telah menyentuh tubuh Sofia. Victoria melecut tubuh Sofia tanpa ampun. Sofia memejamkan mata dan mengepalkan tangan menahan sakit dan pedih. Kala itu pikirannya hanya tertuju pada Jacob. Untuk putra tersayangnya ia sanggup bertahan. Sekilas Sofia bisa melihat siluet tubuh Storm masuk ke dalam kamar. Pria itu menahan tangan Victoria hanya untuk menyerahkan sebuah dokumen. Setelahnya tanpa berkata apapun dan tanpa terlihat iba dengan kondisi istrinya, Storm berlalu pergi. Percuma jika Sofia berteriak dan meminta pertolongan pada suaminya. Pria itu tidak akan peduli pada penderitaannya. Dulu maupun sekarang. “Tanda tangani surat perceraian ini.” Victoria mengulurkan dokumen yang diterimanya dari Storm, “asal tahu saja, kau tidak akan mendapatkan harta kami sepeserpun karena perselingkuhanmu!” "Aku tidak berselingkuh! Kalian menjebakku!" teriak Sofia dengan sisa pertahanan. "Katakan itu pada pengadilan saat kami menyerahkan foto-foto mesummu bersama pria tadi!" Sofia menahan tangis. Ia dalam situasi kalah saat ini. “Aku mau tanda tangan asalkan aku bisa membawa Jacob pergi,” ucap Sofia. Victoria tertawa mengejek. “Hei gembel!Kau pikir kau bisa menawar dengan bukti yang sudah kami bawa?Kau selingkuh dan tak punya hak asuh atas Jacob!” “Aku tidak akan tanda tangan apapun jika Jacob tak bersamaku.” Valerie menampar Sofia dengan keras. “Perempuan tak tahu diri!”teriaknya seperti wanita kesetanan, “silahkan lawan kami!Gembel sepertimu tak punya uang dan kuasa melawan kami!” Jade masuk membawa bungkusan plastik berisi pakaian-pakaian Sofia. Ia tampak terkejut melihat kondisi kakak iparnya. "Mama, jangan keterlaluan, dia menantumu," bisiknya lirih. Matanya menatap iba pada Sofia. "Diam dan pergilah!" bentak Victoria membuat nyali Jade menciut. Ia berbalik dan melangkah pergi. Hannah mengambil bungkusan plastik dan melemparnya ke wajah Sofia. “Ini hartamu, selebihnya milik kami.” Hannah menyilangkan tangan ke depan dada dengan angkuh. Sofia bangkit berdiri sembari meraih bungkusan plastik. Tubuhnya terlihat mengenaskan dengan luka lecet di punggung dan lengan akibat cambukan Victoria. Ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi dan keluar dengan memakai baju lamanya. “Jangan pernah berani masuk ke dalam rumah kami, sekuriti telah diperingatkan untuk mengusirmu jika kau datang,” ucap Victoria kejam. “Aku ingin bertemu Jacob sebentar saja,” pinta Sofia menahan tangis. “Tidak bisa!Jacob milik Storm!Keluar dari sini!” teriak Victoria berang. Sofia sangat paham sifat mertua dan adik iparnya. Memohon untuk saat ini takkan bisa menyentuh hati mereka yang terbuat dari batu. Jadi, Sofia akan memikirkan cara lain untuk mendapatkan Jacob. Ia pergi dengan langkah gontai. Menahan pedih di hatinya, Juga tubuhnya. Sofia tiba di rumah lamanya yang sempit namun bersih. Ia memang selalu menyempatkan diri setiap seminggu sekali untuk pulang dan membersihkan rumahnya. Hati Sofia kembali teriris mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Ia meluapkan dengan menangis hingga berjam-jam menyadari Jacob tak lagi bersamanya. Ia benar-benar sebatang kara kini. Orang tuanya meninggal dunia dan dia adalah putri tunggal keluarga Bernard Antolin. Sofia tertidur dalam tangisnya, ia terjaga saat malam hari dan merasakan perutnya yang perih karena seharian belum makan. Sofia membuka dompetnya. Tersisa beberapa dolar. Ia teringat masih memiliki saldo tabungan di bank saat ia masih belum menikah dengan Storm. Saat itu ia bisa menghasilkan uang dari hasil bekerja di sebuah restoran cepat saji. Tapi itu pun tak cukup untuk bertahan selama sebulan. Ia harus mulai mencari pekerjaan sembari memikirkan upaya untuk mendapatkan hak asuh atas Jacob. Sofia bangkit dari duduknya, ia keluar dan mencari apotek terdekat untuk membeli salep untuk luka memar akibat cambukan dari Victoria. Setelahnya ia menuju supermarket untuk membeli roti dan bahan makanan.Jack meminta staf toko untuk memasukkan semua pakaian Sofia ke dalam bagasi mobilnya. Sepanjang perjalanan keduanya lebih banyak diam. Sofia hanya bengong menatap Jack saat pria itu menurunkan semua tumpukan kotak berisi pakaian Sofia tepat di depan pintu masuk rumahnya. "Ingat, mulai sekarang jangan pakai baju lama mu saat kita bersama." Selesai bicara Jack berlalu pergi. Meninggalkan Sofia yang tertegun menyaksikan kepergian pria itu. Sofia akhirnya memasukkan tumpukan kotak ke dalam rumah. Ia menatap ngeri saat melihat nominal setiap harga pakaian. Sofia bangkit perlahan dari tempat duduknya dan mengemasi pakaian ke dalam lemari. Hari ini toko tidak seramai hari-hari biasanya. Sofia merapikan etalase makanan ringan saat terdengar suara pintu masuk terbuka. "Selamat malam," sapa Sofia menoleh pada wanita tua yang berdiri di depan rak obat-obatan. Sofia menghampiri saat wanita itu memijat kepalanya. "Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" Wanita itu tersenyum. "Aku sakit kep
Sofia terlihat gelisah, merasa tak nyaman dengan situasi saat ini. Ia mundur selangkah saat Liam kembali maju mendekat. "Sebaiknya saya merapikan rak minuman, Pak Liam. Permisi." Sofia dengan sopan menjauh dari pria itu. Ia sedikit lega menyadari beberapa pengunjung masih berada di dalam toko meski malam semakin larut. Sofia sengaja mengajak berbincang seorang wanita muda yang terlihat kebingungan mencari jenis minuman tertentu. Sesekali ia mengawasi bosnya, mencari tahu apakah pria itu sudah bersiap untuk pergi. Sofia baru bisa bernafas lega saat Liam keluar dari toko dan pergi dengan mobilnya. Keesokan malam, Jack datang untuk mengisi bahan bakar mobilnya. Setelah meletakkan nozzle, Jack masuk hendak membayar saat ia menyadari hanya ada satu kasir yang bertugas malam itu. Jack tertegun sesaat melihat sosok wanita yang berada di balik meja kasir. Ia mungkin salah mengenali wanita itu sebagai Sofia karena kasir yang sedang bertugas malam ini jauh berbeda dengan Sofia yang
Sofia dengan tangan gemetar mengeluarkan kejantanan Jack dari balik celana boxernya. Sofia terkesiap sesaat. Ia bingung bagaimana cara melakukannya. Ia pernah melihat film dewasa tentang hal itu tapi ia ragu apakah ia mampu melakukannya. "Cepat lakukan, bodoh," geram Jack tak sabar. Sofia ingin menangis saat menunduk dan melakukan permintaan pria itu. Jack menyadari jika wanita di bawahnya masih asing dengan seks oral. Tapi saat kejantanannya tenggelam di dalam mulut Sofia, ia tak mempedulikan semua itu. Jack menggeram dengan suara rendah saat mendapat pelepasan. Sofia ingin muntah tapi Jack tidak membiarkan wanita itu turun dari mobilnya. "Telan," desisnya tajam sembari menekan kepala Sofia. Sofia memejamkan mata menahan air mata. Ia menelan seluruh cairan yang keluar dari kejantanan laki-laki itu. Kemudian ia menyeka ujung bibir nya. "Sudah selesai," ucap Sofia dan seketika Jack melepaskan tangannya dari kepala wanita itu. "Sekarang keluar!" usir Jack din
Sofia bangun dengan hati kacau. Setelah mandi dan memasak untuk sarapan, ia mencari lowongan pekerjaan di situs pencari kerja. Ia mendapatkan satu pekerjaan sebagai penjaga toko serba ada 24 jam yang terhubung dengan sebuah SPBU. Sofia tidak memiliki persediaan botol susu. Akhirnya ia memutuskan untuk membeli tiga botol dan memompa ASI kemudian menaruhnya dalam botol-botol. Ia akan mampir ke rumah Storm untuk memberikan ASI nya untuk Jacob sebelum melamar pekerjaan. "Tolong berikan ini untuk putraku," pinta Sofia pada salah satu satpam rumah mewah milik Storm. Sofia berdiri di luar pagar dengan membawa plastik berisi botol susu. Sofia jelas tidak diperbolehkan masuk sesuai instruksi Victoria dan satpam tampaknya enggan untuk menerima kantong plastik tersebut. "Maafkan kami, Nyonya, kami harus meminta ijin pada Nyonya Walker terlebih dulu." "Baiklah, lakukan." Sofia menyerah. Ia menunggu saat satpam menelepon dari arah pos penjagaan rumah. Tak lama kemudian satpam itu mendekat.
“Pelacur! Lihat dirimu!" Hannah mendekat dan menampar pipi Sofia hingga tubuh Sofia terjerembab ke samping karena tamparan yang sangat keras, "dasar anak sopir! Memalukan!”“Kalian menjebakku,” geram Sofia mencoba membela diri. Kali ini ia tidak akan diam. Tindakan ibu mertua dan adik iparnya sangat keterlaluan, ia bangkit duduk sembari menyambar selimut berusaha menutupi tubuhnya, "apa salahku pada kalian? Aku tak pernah mengganggu kalian!""Salahmu adalah menjadi benalu dalam keluarga Walker! Saat kamu hadir, semua orang mencemooh keluargaku!" Victoria bicara sekehendak hati. Padahal bukan itu alasannya menjebak Sofia dan ingin menyingkirkan menantunya. "Papa Albert yang menginginkanku menikah dengan Storm," sahut Sofia cepat. "Kau bisa menolak, bodoh! apa kau tak punya otak? atau kau sengaja menerima permintaan Papa karena menginginkan harta kami?" Hannah menyeret turun tubuh Sofia berikut menarik selimutnya hingga Sofia kembali telanjang. "Kalian jahat!" umpat Sofia berang. Ia
Pesta ulang tahun Jade Walker yang ke duapuluh diadakan di sebuah ballroom hotel berbintang di NYC. Keluarga besar Walker serta teman-teman Jade, hadir memenuhi ruangan. Suasana pesta tampak meriah didukung oleh tamu undangan yang datang dengan pakaian mewah dan anggun. Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi sosok wanita di ujung ruangan yang terlihat sibuk menggendong bayinya, dia adalah Sofia Walker, dengan nama gadis Sofia Antolin, menantu pertama keluarga Walker yang berpakaian sederhana dan sedikit lusuh. Sofia mencoba menenangkan putranya, Jacob yang tampaknya terganggu dengan kebisingan di sekitarnya. Jika saja Sofia tidak dipaksa untuk ikut, ia lebih memilih tinggal di rumah. Dengan kondisi riuh saat ini, Jacob nyaris tidak bisa berhenti menangis karena merasa tidak nyaman. “Hei, lihat itu menantu keluarga Walker, wajahnya kusam, pakaiannya jelek, bagaimana mungkin Storm mau menikah dengan gembel seperti itu?” bisik salah satu tamu undangan. “Apa saat mere