MasukSofia bangun dengan hati kacau. Setelah mandi dan memasak untuk sarapan, ia mencari lowongan pekerjaan di situs pencari kerja. Ia mendapatkan satu pekerjaan sebagai penjaga toko serba ada 24 jam yang terhubung dengan sebuah SPBU.
Sofia tidak memiliki persediaan botol susu. Akhirnya ia memutuskan untuk membeli tiga botol dan memompa ASI kemudian menaruhnya dalam botol-botol. Ia akan mampir ke rumah Storm untuk memberikan ASI nya untuk Jacob sebelum melamar pekerjaan. "Tolong berikan ini untuk putraku," pinta Sofia pada salah satu satpam rumah mewah milik Storm. Sofia berdiri di luar pagar dengan membawa plastik berisi botol susu. Sofia jelas tidak diperbolehkan masuk sesuai instruksi Victoria dan satpam tampaknya enggan untuk menerima kantong plastik tersebut. "Maafkan kami, Nyonya, kami harus meminta ijin pada Nyonya Walker terlebih dulu." "Baiklah, lakukan." Sofia menyerah. Ia menunggu saat satpam menelepon dari arah pos penjagaan rumah. Tak lama kemudian satpam itu mendekat. "Kami tidak diperbolehkan menerima apapun dari anda, maaf." "Ini hanya ASI untuk putraku Jacob, dia masih membutuhkannya." "Kami tidak berani melanggar perintah." Satpam rumah segera berlalu pergi, tidak mengindahkan teriakan penuh permohonan dari Sofia. Sofia mencengkeram pagar dengan hati tersayat. Sebegitu teganya keluarga Walker pada dirinya? Ia hanya ingin memberikan yang terbaik untuk putranya dan mereka melarangnya. Harapannya kini hanya satu. Jade Walker. Sofia mengambil ponsel dan menelepon Jade. "Jade, tolong aku. Aku sedang ada di depan pintu pagar, satpam tidak memperbolehkan aku memberikan ASI ku." "Aku tidak berani, Sofia." Suara Jade terdengar setengah berbisik. "Aku hanya ingin memberikan botol berisi ASI, aku tidak akan masuk." "Sebentar." Jade mematikan telepon. Lima menit kemudian terlihat Jade membuka pintu pagar. Ia mengambil bungkusan plastik dari tangan Sofia dengan tergesa. "Jika Mama melihatku, ia akan membunuhku." "Maafkan aku telah menyusahkanmu. Terima kasih, Jade." Pintu pagar tertutup kembali. Menyisakan kelegaan dalam diri Sofia. Meskipun ia tidak bisa bertemu Jacob, setidaknya ia berhasil memberikan ASI nya. Sofia beranjak pergi menuju toko yang menawarkan pekerjaan sebagai penjaga toko sekaligus mengawasi SPBU. Awalnya pemilik toko, Liam Winston, tidak tertarik melihat penampilan Sofia yang terkesan lusuh. Setelah hampir setengah jam Sofia berusaha meyakinkan Liam bahwa dirinya akan bersungguh-sungguh bekerja meski dibayar tidak sesuai upah pada umumnya, barulah Liam yang pelit itu mau menerima Sofia dengan catatan Sofia bersedia bekerja hanya untuk sif malam. Sofia menyanggupi. Apapun akan dilakukannya untuk bertahan hidup. Dan juga, jika ada kesempatan sekecil apapun untuk bertarung melawan keluarga Walker demi hak asuh Jacob, Sofia akan melakukannya. Dan kesempatan itu datang pada suatu malam. Jack Alistair. Pria tampan misterius, sepupu Storm tampak sedang mengisi bahan bakar. Toko sedang sepi, Sofia memberanikan diri mendekati pria itu. "Hai, Jack." Sofia ragu saat menyapa. Pria itu menoleh sekilas, tampak terkejut melihat Sofia mengenakan baju seragam toko. Tapi detik selanjutnya wajahnya kembali datar dan dingin. Ia tidak membalas sapaan Sofia. Mungkin Jack mengira Sofia akan mundur dengan reaksinya yang tidak mempedulikan Sofia, tapi pria itu salah. Sofia dengan gigih berjalan semakin mendekat. "Aku ingin bicara sesuatu denganmu, bisakah kita ngobrol di dalam?" Jack kembali melihat Sofia dengan pandangan tajam. "Aku sibuk." "Tolong sebentar saja." Sofia memohon. "Aku tak ada kepentingan dengan keluarga Walker," sahut Jack tampak terganggu. Sofia mengetahui hubungan pelik antara Jack dan suaminya, karena itu ia berani memberikan penawaran gila ini. "Aku bisa memberikan informasi untuk menjatuhkan keluarga Walker," ucapnya lirih tapi dengan nada meyakinkan. Jack selesai mengisi mobilnya dengan bahan bakar. Ia meletakkan nozzle pada sisi dispenser. Ia tidak mempedulikan ucapan Sofia dan beranjak masuk ke dalam mobil sport nya. Saat Sofia mendekat, ia menyerahkan selembar uang kepada Sofia untuk membayar bahan bakar. Sofia memasukkan uang lembaran itu ke dalam saku seragamnya. "Jack, aku bisa membantumu." Sofia tak patah arang. Ia mendekati Jack hingga berdiri di samping pintu mobil, "kita bisa bekerja sama." Jack mengerutkan kening. "Apa kau sudah gila? Kau adalah menantu keluarga Walker dan kau ingin menjatuhkan keluarga suamimu?" Jack tak tahu dan tak mau tahu masalah apa yang terjadi di dalam keluarga Walker hingga Sofia berani menentang keluarga suaminya. Bagi Jack, keluarga Walker adalah salah satu yang harus dijauhinya meski mereka memiliki kakek yang sama. Tidak terkecuali dengan Sofia. "Mantan suami. Storm akan menceraikanku." Sofia terus berusaha menarik perhatian Jack, tangannya saat ini berada di samping jendela mobil, membuat Jack kesulitan menutup kaca mobil. "Itu bukan urusanku." "Mereka pernah jahat padamu, 'kan?" Sofia bersikukuh. Ini satu-satunya kesempatan untuk bisa mendapatkan hak asuh Jacob, "Aku bisa membalikkan keadaan, kau bisa menyerang mereka dengan informasi yang aku miliki." Jack tampak bimbang. "Dan kau melakukannya dengan cuma-cuma, begitu?" tanya Jack dengan senyum sinis. "Tidak, aku juga minta imbalan. Aku membutuhkan bantuanmu untuk mendapatkan hak asuh Jacob." Jack tertawa. "Hanya itu?" "Ya, hanya itu." Sofia menatap penuh harap. Jack memperhatikan Sofia dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan mencemooh. Ia pernah mendengar jika Storm bersedia menikah dengan Sofia karena paksaan dari Albert, jika tidak, bagaimana mungkin pria seperti Storm mau menikahi wanita tidak menarik seperti Sofia. Suasana SPBU tampak sepi di larut malam seperti ini. Jack punya pemikiran tidak waras saat meminta Sofia masuk ke dalam mobilnya. "Masuklah, aku ingin kau melakukan sesuatu." Sofia tidak berpikir panjang, ia hanya berpikir kesempatan itu datang sekarang. Malam ini dan ia akan berjuang untuk mendapatkannya. Sofia segera berjalan ke sisi lain mobil dan masuk ke dalam. Jack menutup kaca mobil saat Sofia telah berada di sisinya. Ia membuka tali ikat pinggangnya dan membuka resleting celana. "Tunjukkan kesungguhanmu, puaskan aku dengan mulutmu," ucap Jack menyeringai jahat. Tubuh Sofia membeku seketika. Jalan berliku penuh cobaan harus dilaluinya demi mendapatkan hak asuh Jacob. Dan sekarang salah satunya. Sofia tampak ragu. "Kau sudah sering melakukannya dengan Storm, 'kan? Tunggu apalagi?" Sofia ingin menggeleng. Ia tidak pernah melakukannya dengan suaminya. Storm jijik jika Sofia menyentuh tubuh suaminya. Sofia dan Storm melakukan hubungan suami istri hanya lima kali dan itupun karena desakan Papa Mertuanya untuk mendapatkan cucu. Setelah Sofia hamil, Storm tidak lagi mau menyentuh Sofia. Storm bahkan tidak mau membuka bajunya saat berhubungan dengan Sofia. Pria itu hanya cukup membuka celananya, begitu juga dengan Sofia yang dilarang membuka pakaian karena Storm tak ingin menyentuh kulit Sofia. Bagi Storm wanita itu terlalu buruk untuknya. "Hei, apa kau tuli? Lakukan sekarang atau kesepakatan kita batal." Sofia menatap Jack dengan penuh harap. "Jadi kau mau membantuku?" Jack berdecak tak sabar. "Lakukan saja!" bentaknya sengit.Malam itu hujan deras mengguyur New York. Di rumah, tiba-tiba listrik padam. Lampu mati, hanya suara hujan dan sesekali kilat yang membelah langit.Sofia yang sedang menggendong Jacob sedikit panik, ia berjalan pelan ke ruang tengah sambil membawa Jacob. Saat itulah ia melihat Jack sudah menyalakan lampu darurat. “Jangan khawatir, aku akan memeriksa genset di gudang, seharusnya listrik otomatis menyala saat listrik utama padam.” Jack berkata tenang, suaranya dalam tapi terasa menenangkan. Sofia duduk di sofa, mendekap Jacob yang sedikit rewel karena suasana yang temaram. Jack bergegas keluar rumah. Tak lama kemudian Jack kembali dengan rambut dan kemeja sedikit basah terkena percikan air hujan. "Arthur lupa membeli solar untuk persediaan," ucap Jack menyebut pelayan rumah yang bertanggungjawab untuk mengurus taman. Jack tampak merasa bersalah ketika melihat Jacob terlihat tidak nyaman dengan suasana penerangan yang minim. Bocah itu terlihat rewel dan tidak berhenti bergerak dengan
Hari Sabtu, Jack memutuskan untuk mengajak Sofia dan Jacob keluar rumah, bukan ke taman besar atau rumah danau, tapi ke sebuah jalan kecil di distrik tua kota New York, tempat yang jarang dikunjunginya.Lorong itu dipenuhi toko buku antik, kedai kopi mungil, dan toko bunga dengan aroma manis yang menyebar ke udara. Jacob berada di stroller, tertawa kecil saat Sofia membungkuk menggoda wajah mungilnya.“Aku tak menyangka kau memilih tempat seperti ini,” Sofia membuka percakapan, matanya mengamati etalase toko buku tua.Jack berjalan di sisinya, tangan satu dimasukkan ke saku celana, sementara tangan lain mendorong stroller Jacob. “Kadang aku butuh tempat yang tidak ramai. Sesekali kita butuh tempat tenang untuk merenungi tentang apa yang telah kita lakukan.”Sofia menoleh, sedikit terkejut melihat Jack begitu santai. Ia tampak seperti pria biasa yang menikmati waktu bersama keluarganya. Bukan CEO sebuah perusahaan besar. Mereka berhenti di depan sebuah kedai kopi kecil. Jack mempersi
Menjelang dini hari saat Sofia terbangun karena rengekan Jacob. Dan ia baru tersadar jika dirinya tertidur di sofa kamar tidur Jacob. Sofia meraih tubuh putranya dan mulai menyusui. Setelah dua puluh menit berlalu, Jacob tampaknya kembali tertidur pulas. Sofia meletakkan tubuh Jacob hati-hati ke dalam ranjang bayi saat terdengar suara pecahan kaca dari lantai satu. Setelah ragu sejenak akhirnya Sofia memutuskan keluar kamar. Ia menuruni tangga perlahan dan melihat Jack tengah berjalan keluar dari ruang kerjanya. Sofia menghentikan langkah. Jack mendongak menyadari kehadiran Sofia. "Aku memecahkan gelas tadi," ucap Jack memberitahu, "aku akan membersihkannya."Sofia berjalan menuruni tangga. "Biar aku yang bersihkan.""Tidak, kembalilah tidur," sela Jack mencegah. Sofia tidak menghentikan langkah, ia menuju tempat penyimpanan alat kebersihan di belakang dapur. "Biar kulakukan sendiri. Ini sudah tengah malam." Jack hendak mencegah langkah Sofia. "Tak apa, Jack. Aku sudah biasa
Menjelang dini hari saat ketiganya tiba di rumah. Dengan hati-hati Sofia meletakkan tubuh mungil putranya di ranjang bayi. Jacob tampak tertidur pulas. Jack berdiri di belakangnya. "Tidurlah, aku akan menjaganya," ucap Jack setengah berbisik. Sofia menggeleng. "Tidak, Jack. Besok pagi kau harus berangkat kerja.""Tak apa. Jam tidurku pendek." Jack berjalan menuju sofa dan meletakkan mantelnya, "istirahatlah, Sofia. Kau terlihat lelah."Sofia menuruti permintaan Jack, ia akhirnya menuju kamar tidurnya. Lelah dan kepanikan yang mendera membuat tubuhnya terasa lemah. Dengan cepat ia segera tertidur. Sofia terbangun saat sinar matahari masuk dari sela-sela tirai jendela kamarnya. Ia bergegas bangun ketika teringat kejadian semalam. Ia melupakan Jack yang telah menjaga Jacob untuknya. Sofia membuka pintu kamar tidur yang ditempati Jacob. Jack tampak tidur meringkuk karena ukuran sofa yang mungil. Tidak sebanding dengan tubuh tinggi pria itu.Jacob masih terlelap dalam tidurnya. Sofia de
Siang itu, gedung perusahaan Lion Corp terasa sibuk seperti biasa. Para staf lalu-lalang dengan berkas di tangan, namun suasana di lantai eksekutif terasa berbeda. Pintu ruang CEO tertutup rapat, hanya Marcus yang keluar masuk dengan wajah serius.Di dalam, Jack duduk di belakang meja kerjanya yang besar, menatap layar laptop penuh dokumen hasil penyelidikan. Marcus berdiri di sampingnya, menaruh map cokelat di atas meja.“Ini salinan fisik, lebih aman. Saya sudah pastikan semua jalur investigasi bersih. Tidak ada yang bisa menelusuri balik ke kita,” kata Marcus pelan.Jack membuka map itu. Di dalamnya ada foto-foto, salinan kontrak ilegal, bahkan rekaman pertemuan suami Hannah, Charles dengan pihak asing. Jack menyipitkan mata, bibirnya menegang.“Dia benar-benar bodoh,” gumam Jack dingin. “mempertaruhkan nama besar keluarga Walker hanya demi keuntungan pribadi.”Marcus mencondongkan tubuh sedikit. “Kalau informasi ini jatuh ke tangan media, perusahaan milik keluarga Walker akan baba
Sofia tidak segera masuk ke dalam kamarnya. Ia berjalan ke kamar Jacob dan berdiri di pinggiran ranjang bayi. Menatap dengan penuh sayang wajah putranya yang tidur dengan tenang. Kemudian kilasan kejadian sesaat tadi muncul tiba-tiba. Masih terasa sentuhan Jack dan ciuman panas pria itu di seluruh tubuhnya. Sofia memejamkan mata. Ini pertama kali dalam hidupnya ia merasakan sensasi yang luar biasa dalam tubuhnya. Jack pria yang adil, ia tidak hanya memuaskan dirinya sendiri, tapi juga memberi Sofia kenikmatan seperti yang dirasakan nya. Tangan Sofia mencengkeram dengan kuat pinggiran ranjang. Sofia tidak sepenuhnya bisa menikmati permainan Jack karena hatinya sedikit khawatir. Tentang hari selanjutnya. Bagaimana jika ia terhanyut lebih jauh dan menginginkan lebih dari hubungan di ranjang? Tidak! Itu tak boleh terjadi. Ia harus bisa menekan perasaannya. Sofia berbaring di atas sofa, berusaha tidur meski bayangan wajah Jack terlalu lekat muncul di kepalanya. Keesokan pagi, So







