LOGIN
Pesta ulang tahun Jade Walker yang ke duapuluh diadakan di sebuah ballroom hotel berbintang di NYC. Keluarga besar Walker serta teman-teman Jade, hadir memenuhi ruangan.
Suasana pesta tampak meriah didukung oleh tamu undangan yang datang dengan pakaian mewah dan anggun. Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi sosok wanita di ujung ruangan yang terlihat sibuk menggendong bayinya, dia adalah Sofia Walker, dengan nama gadis Sofia Antolin, menantu pertama keluarga Walker yang berpakaian sederhana dan sedikit lusuh. Sofia mencoba menenangkan putranya, Jacob yang tampaknya terganggu dengan kebisingan di sekitarnya. Jika saja Sofia tidak dipaksa untuk ikut, ia lebih memilih tinggal di rumah. Dengan kondisi riuh saat ini, Jacob nyaris tidak bisa berhenti menangis karena merasa tidak nyaman. “Hei, lihat itu menantu keluarga Walker, wajahnya kusam, pakaiannya jelek, bagaimana mungkin Storm mau menikah dengan gembel seperti itu?” bisik salah satu tamu undangan. “Apa saat mereka bercinta, Storm harus selalu mabuk dan melakukannya dengan mata terpejam ya?” Yang lain tertawa cekikikan sembari melirik Sofia dengan pandangan mencemooh. Sofia terbiasa dengan pembicaraan seperti itu. Meski hatinya pedih, itu merupakan suatu kenyataan yang harus dihadapi. Keluarga Walker yang kaya raya dan Storm yang menjabat sebagai CEO perusahaan ayahnya, tidak pernah memberikan sesuatu yang layak untuk Sofia. Sebagai istri Storm selama satu setengah tahun, Sofia tidak pernah diberi uang bulanan seperti kebanyakan istri keluarga kaya. Pakaian yang dipakainya saat pesta adalah pemberian Hannah atau Jade, putri kandung Albert dan Victoria. Ia tidak pernah pergi ke spa dan berkesempatan merawat diri layaknya istri seorang CEO. Tragisnya lagi, setelah kematian Albert, Sofia diperlakukan setara dengan pembantu, ia juga sering mendapat pukulan dari Hannah atau cambukan dari Victoria. Itu dialaminya saat hamil besar dan berlanjut hingga sekarang. Suami yang ia harapkan bisa membela, pada kenyataannya hanya diam membisu, bahkan seperti merelakan istrinya disiksa secara fisik dan verbal. Jika saja ia tidak ingat akan Jacob dan keterbatasan finansialnya, Sofia pasti sudah melarikan diri. “Sofia, mama mertuamu menyuruhmu untuk menemuinya dan menitipkan Jacob padaku,” ucap Amara, salah satu pelayan di keluarga Walker. Sofia menatap Amara sekilas. Gadis itu bahkan tidak pernah menghormatinya sebagai menantu keluarga Walker. Tapi Sofia hanya diam dan mematuhi perintah sang mertua. Ia menyerahkan Jacob ke tangan Amara dan berjalan menemui Victoria. Seperti biasa, pandangan mata tajam dan jijik mertuanya mengamati penampilan Sofia. “Kau belum minum ‘kan sedari tadi? Ini minumlah,” perintah Victoria. Sofia melihat sekilas ke arah gelas yang ditunjuk Victoria. Isi gelas itu berisi cairan warna bening yang diyakininya mengandung alkohol. “Aku masih menyusui, Ma.” “Ini bukan alkohol, ini hanya minuman bersoda,” jelas Victoria ketus. Sofia memang merasa haus. Tanpa pikir panjang Sofia menghabiskan isi gelas tanpa menyadari seringai jahat Victoria. “Kembali ke tempatmu tadi, aku tak ingin orang-orang melihatmu di sekitarku. Kehadiranmu membuatku mual ingin muntah.” Victoria mengibaskan tangan memberi isyarat agar Sofia menjauh. Sofia sudah terbiasa dengan hinaan seperti itu, ia melangkah menjauhi Victoria dan mengedarkan pandangan mencari keberadaan Jacob. Saat disadarinya Jacob tak berada di dalam ruangan, Sofia keluar dan mencari di setiap tempat hingga ke lorong yang diyakininya menuju kamar hotel. Sofia hendak berbalik ketika disadarinya kepalanya tiba-tiba terasa berat, pandangan matanya kabur, dan detik selanjutnya ia tak kuasa menahan bobot tubuhnya sendiri dan terjatuh. Sofia terbangun saat pagi hari. Ia membuka mata dan mendesah pelan sembari memegangi kepalanya yang masih terasa berat. Ia menyadari jika ia berada di tempat asing. Ini bukan kamar tidurnya. Jendela kamar tertutup rapat oleh tirai berwarna coklat, membuat suasana sekitar terlihat gelap. Sofia bangkit dari tidurnya. Selimut yang menutupi tubuhnya luruh. Ia menjerit tertahan menyadari dirinya tanpa busana. Ia telanjang bulat. Sofia lebih terkejut lagi melihat sosok tubuh pria yang tertidur di sampingnya dengan posisi tengkurap. Dengan keadaan yang sama dengan dirinya. Telanjang. Meski Sofia tidak pernah melihat Storm telanjang, tapi ia yakin pria yang tidur di sampingnya bukanlah Storm. Ia menjerit ketakutan. Pria asing itu dengan malas menoleh dan bangkit duduk. Sofia dapat melihat meski samar pria itu tidak tampak seperti orang yang bangun tidur. Wajahnya masih terlihat segar. “Siapa kamu?” tanya Sofia dengan suara bergetar. “Kau tidak ingat semalam kita tidur bersama?” Pria itu balik bertanya, memunggungi Sofia seraya memunguti pakaiannya, “kau sangat bergairah tadi malam.” Pria asing itu mengenakan pakaiannya. “Kau bohong!” teriak Sofia resah. Ia tidak ingat apapun setelah menyusuri lorong dan merasakan kepalanya yang memberat. Ia bahkan tidak ingat dimana dia sekarang berada. Pria itu berjalan santai ke arah pintu kamar, detik selanjutnya suara caci maki terdengar. Victoria dan Hannah berjalan memasuki kamar. Dan Sofia tersadar jika dirinya dijebak.Malam itu hujan deras mengguyur New York. Di rumah, tiba-tiba listrik padam. Lampu mati, hanya suara hujan dan sesekali kilat yang membelah langit.Sofia yang sedang menggendong Jacob sedikit panik, ia berjalan pelan ke ruang tengah sambil membawa Jacob. Saat itulah ia melihat Jack sudah menyalakan lampu darurat. “Jangan khawatir, aku akan memeriksa genset di gudang, seharusnya listrik otomatis menyala saat listrik utama padam.” Jack berkata tenang, suaranya dalam tapi terasa menenangkan. Sofia duduk di sofa, mendekap Jacob yang sedikit rewel karena suasana yang temaram. Jack bergegas keluar rumah. Tak lama kemudian Jack kembali dengan rambut dan kemeja sedikit basah terkena percikan air hujan. "Arthur lupa membeli solar untuk persediaan," ucap Jack menyebut pelayan rumah yang bertanggungjawab untuk mengurus taman. Jack tampak merasa bersalah ketika melihat Jacob terlihat tidak nyaman dengan suasana penerangan yang minim. Bocah itu terlihat rewel dan tidak berhenti bergerak dengan
Hari Sabtu, Jack memutuskan untuk mengajak Sofia dan Jacob keluar rumah, bukan ke taman besar atau rumah danau, tapi ke sebuah jalan kecil di distrik tua kota New York, tempat yang jarang dikunjunginya.Lorong itu dipenuhi toko buku antik, kedai kopi mungil, dan toko bunga dengan aroma manis yang menyebar ke udara. Jacob berada di stroller, tertawa kecil saat Sofia membungkuk menggoda wajah mungilnya.“Aku tak menyangka kau memilih tempat seperti ini,” Sofia membuka percakapan, matanya mengamati etalase toko buku tua.Jack berjalan di sisinya, tangan satu dimasukkan ke saku celana, sementara tangan lain mendorong stroller Jacob. “Kadang aku butuh tempat yang tidak ramai. Sesekali kita butuh tempat tenang untuk merenungi tentang apa yang telah kita lakukan.”Sofia menoleh, sedikit terkejut melihat Jack begitu santai. Ia tampak seperti pria biasa yang menikmati waktu bersama keluarganya. Bukan CEO sebuah perusahaan besar. Mereka berhenti di depan sebuah kedai kopi kecil. Jack mempersi
Menjelang dini hari saat Sofia terbangun karena rengekan Jacob. Dan ia baru tersadar jika dirinya tertidur di sofa kamar tidur Jacob. Sofia meraih tubuh putranya dan mulai menyusui. Setelah dua puluh menit berlalu, Jacob tampaknya kembali tertidur pulas. Sofia meletakkan tubuh Jacob hati-hati ke dalam ranjang bayi saat terdengar suara pecahan kaca dari lantai satu. Setelah ragu sejenak akhirnya Sofia memutuskan keluar kamar. Ia menuruni tangga perlahan dan melihat Jack tengah berjalan keluar dari ruang kerjanya. Sofia menghentikan langkah. Jack mendongak menyadari kehadiran Sofia. "Aku memecahkan gelas tadi," ucap Jack memberitahu, "aku akan membersihkannya."Sofia berjalan menuruni tangga. "Biar aku yang bersihkan.""Tidak, kembalilah tidur," sela Jack mencegah. Sofia tidak menghentikan langkah, ia menuju tempat penyimpanan alat kebersihan di belakang dapur. "Biar kulakukan sendiri. Ini sudah tengah malam." Jack hendak mencegah langkah Sofia. "Tak apa, Jack. Aku sudah biasa
Menjelang dini hari saat ketiganya tiba di rumah. Dengan hati-hati Sofia meletakkan tubuh mungil putranya di ranjang bayi. Jacob tampak tertidur pulas. Jack berdiri di belakangnya. "Tidurlah, aku akan menjaganya," ucap Jack setengah berbisik. Sofia menggeleng. "Tidak, Jack. Besok pagi kau harus berangkat kerja.""Tak apa. Jam tidurku pendek." Jack berjalan menuju sofa dan meletakkan mantelnya, "istirahatlah, Sofia. Kau terlihat lelah."Sofia menuruti permintaan Jack, ia akhirnya menuju kamar tidurnya. Lelah dan kepanikan yang mendera membuat tubuhnya terasa lemah. Dengan cepat ia segera tertidur. Sofia terbangun saat sinar matahari masuk dari sela-sela tirai jendela kamarnya. Ia bergegas bangun ketika teringat kejadian semalam. Ia melupakan Jack yang telah menjaga Jacob untuknya. Sofia membuka pintu kamar tidur yang ditempati Jacob. Jack tampak tidur meringkuk karena ukuran sofa yang mungil. Tidak sebanding dengan tubuh tinggi pria itu.Jacob masih terlelap dalam tidurnya. Sofia de
Siang itu, gedung perusahaan Lion Corp terasa sibuk seperti biasa. Para staf lalu-lalang dengan berkas di tangan, namun suasana di lantai eksekutif terasa berbeda. Pintu ruang CEO tertutup rapat, hanya Marcus yang keluar masuk dengan wajah serius.Di dalam, Jack duduk di belakang meja kerjanya yang besar, menatap layar laptop penuh dokumen hasil penyelidikan. Marcus berdiri di sampingnya, menaruh map cokelat di atas meja.“Ini salinan fisik, lebih aman. Saya sudah pastikan semua jalur investigasi bersih. Tidak ada yang bisa menelusuri balik ke kita,” kata Marcus pelan.Jack membuka map itu. Di dalamnya ada foto-foto, salinan kontrak ilegal, bahkan rekaman pertemuan suami Hannah, Charles dengan pihak asing. Jack menyipitkan mata, bibirnya menegang.“Dia benar-benar bodoh,” gumam Jack dingin. “mempertaruhkan nama besar keluarga Walker hanya demi keuntungan pribadi.”Marcus mencondongkan tubuh sedikit. “Kalau informasi ini jatuh ke tangan media, perusahaan milik keluarga Walker akan baba
Sofia tidak segera masuk ke dalam kamarnya. Ia berjalan ke kamar Jacob dan berdiri di pinggiran ranjang bayi. Menatap dengan penuh sayang wajah putranya yang tidur dengan tenang. Kemudian kilasan kejadian sesaat tadi muncul tiba-tiba. Masih terasa sentuhan Jack dan ciuman panas pria itu di seluruh tubuhnya. Sofia memejamkan mata. Ini pertama kali dalam hidupnya ia merasakan sensasi yang luar biasa dalam tubuhnya. Jack pria yang adil, ia tidak hanya memuaskan dirinya sendiri, tapi juga memberi Sofia kenikmatan seperti yang dirasakan nya. Tangan Sofia mencengkeram dengan kuat pinggiran ranjang. Sofia tidak sepenuhnya bisa menikmati permainan Jack karena hatinya sedikit khawatir. Tentang hari selanjutnya. Bagaimana jika ia terhanyut lebih jauh dan menginginkan lebih dari hubungan di ranjang? Tidak! Itu tak boleh terjadi. Ia harus bisa menekan perasaannya. Sofia berbaring di atas sofa, berusaha tidur meski bayangan wajah Jack terlalu lekat muncul di kepalanya. Keesokan pagi, So







