Sofia dengan tangan gemetar mengeluarkan kejantanan Jack dari balik celana boxernya.
Sofia terkesiap sesaat. Ia bingung bagaimana cara melakukannya. Ia pernah melihat film dewasa tentang hal itu tapi ia ragu apakah ia mampu melakukannya. "Cepat lakukan, bodoh," geram Jack tak sabar. Sofia ingin menangis saat menunduk dan melakukan permintaan pria itu. Jack menyadari jika wanita di bawahnya masih asing dengan seks oral. Tapi saat kejantanannya tenggelam di dalam mulut Sofia, ia tak mempedulikan semua itu. Jack menggeram dengan suara rendah saat mendapat pelepasan. Sofia ingin muntah tapi Jack tidak membiarkan wanita itu turun dari mobilnya. "Telan," desisnya tajam sembari menekan kepala Sofia. Sofia memejamkan mata menahan air mata. Ia menelan seluruh cairan yang keluar dari kejantanan laki-laki itu. Kemudian ia menyeka ujung bibir nya. "Sudah selesai," ucap Sofia dan seketika Jack melepaskan tangannya dari kepala wanita itu. "Sekarang keluar!" usir Jack dingin, "temui aku besok di kantorku." Sofia mengangguk sebelum keluar dengan buru-buru. Ia ingin menangis. Ia merasa seperti pelacur karena telah menuruti perintah laki-laki itu. Sofia berjalan menjauhi mobil Jack dan tak menoleh lagi. Sementara itu Jack melajukan mobilnya, melesat pergi dengan senyum puas. Keesokan hari, sesuai perintah Jack, Sofia pergi menuju Lion Corp, perusahaan milik Jack yang merupakan salah satu warisan bisnis orang tua Jack di bidang konstruksi. Saat memasuki gedung dan menemui petugas lobi, Sofia hampir diusir karena penampilannya yang sederhana dan kuno. "Aku sudah ada janji dengan Tuan Jack. Namaku Sofia," ujar Sofia sengit kala menyadari tatapan meremehkan dari para staf resepsionis. Baju yang dipakainya saat ini meski bukan baju baru tapi bersih dan layak pakai. Sofia akhirnya diperbolehkan masuk setelah resepsionis menelepon sekretaris Jack Alistair. Sofia naik lift menuju lantai teratas gedung Lion Corp. Sekretaris Jack, Naomi, merupakan wanita paruh baya yang bijak, ia tidak melihat seseorang hanya dari penampilan luar, karena itu saat Sofia datang, ia dengan ramah mempersilahkan Sofia masuk ke dalam ruang kerja Jack. Pria itu duduk dengan anggun di atas kursi kerjanya yang berlapis kulit asli berwarna coklat. Matanya menatap awas ke arah Sofia yang berjalan mendekat. "Kau sudah mandi?" tanya Jack datar. Sofia menghentikan langkah. Ia tertegun sesaat. "Tentu saja sudah." "Kau tampak jelek sekali," ejek pria itu sembari berdiri merapikan jasnya. Sofia menunduk. Ia tersinggung tapi ia takkan menunjukkannya. Hinaan dan siksaan apapun akan ia terima selama tujuannya untuk mendapat hak asuh Jacob belum tercapai. "Aku sudah berbicara dengan pengacaraku mengenai hak asuh anakmu." Jack memberi isyarat kepada Sofia untuk duduk di sofa. "Intinya pihak pengadilan akan mempertimbangkan kemampuan finansial mu untuk memutuskan kau layak mendapat hak asuh atau tidak. " Bahu Sofia luruh seketika. Ia miskin dan hanya mengandalkan pekerjaan di sebuah toko. Penghasilannya tak akan mencukupi untuk menyewa baby sitter atau menitipkan Jacob ke tempat penitipan anak saat ia bekerja. Tapi ada cara lain. "Aku minta bantuanmu lagi, Jack." Sofia memberanikan diri menatap pria tampan itu, "nikahi aku." Jack tampak terkejut dengan kenekatan Sofia tapi detik selanjutnya ia tertawa mengejek. "kau sangat percaya diri, Sofia. Lihat dirimu." "Aku mohon Jack, hanya sebagai formalitas agar pengadilan menyetujui, aku takkan meminta apapun, setelah aku mendapat hak asuh anakku, kita bisa bercerai. Kau bisa membuang ku. Buat surat perjanjian atau apapun itu yang menyatakan aku takkan meminta uang sepeserpun padamu setelah kita bercerai." Suara Sofia bergetar. "Kau hanya barang bekas, keuntungan apa yang aku dapat jika menikah denganmu?" Ucapan Jack terdengar datar dan menusuk perasaan. Mata Sofia memanas. Tapi ia berusaha untuk tegar. "Aku akan pastikan kau tidak menyesal. Semua hal tentang kebusukan keluarga Walker akan kuceritakan padamu. Mereka akan jatuh dalam kekuasaanmu." Sofia menghapus cepat air matanya sebelum Jack sempat melihatnya. Jack menatap Sofia. Melihat dalam jarak dekat dan dengan kondisi terang seperti saat ini, Jack bisa melihat jika sebenarnya wanita itu tidak terlalu jelek. Bisa dikatakan cantik andai saja dirawat dengan baik. "Baiklah, setelah kau mendapat hak asuh anakmu dan aku bisa menjatuhkan keluarga Walker, kita bercerai dan kau tak berhak mendapat sepeser pun dari hartaku." "Aku setuju." Sofia bangkit berdiri dari duduknya dengan tersenyum lebar, "terima kasih, Jack." Ia sedikit bersemangat saat meninggalkan ruang kerja Jack Alistair. Ia sudah berangan-angan bisa segera menggendong Jacob. Putusan sepihak dari pengadilan diterima Sofia siang ini. Ia telah resmi bercerai dari Storm Walker. Tak ada tangis. Hanya ada amarah dan dendam. Setiap hari sebelum bekerja, Sofia selalu menyempatkan diri berhenti di depan rumah Storm hanya untuk menyerahkan ASI dalam botol meski terkadang ia tak berhasil menghubungi Jade dan berakhir dengan penolakan dari satpam rumah. Terkadang ada niatan dalam diri Sofia untuk menyerah kalah menyadari kenyataan jika Storm memiliki kekayaan dan kekuasaan dan mustahil baginya mendapatkan hak asuh atas Jacob. Tapi setiap hari Sofia selalu meyakinkan diri jika kasih sayangnya sebagai ibu bisa memenangkan seberat apapun pertempuran itu demi Jacob. Jack menemuinya di tempat kerjanya setelah dua minggu kemudian. "Aku telah mendaftarkan pernikahan kita." Jack bicara dengan canggung, "persiapkan dirimu." Ia mengeluarkan sebuah kartu. "Beli baju pengantin dan rawat dirimu." Usai bicara, Jack berlalu pergi meninggalkan Sofia yang termangu menatap kartu di tangannya. Sofia memiliki waktu sebulan mempersiapkan pernikahan. Ia memutuskan menyewa baju pengantin alih-alih membeli baru karena menurutnya itu merupakan pemborosan Sofia juga menuruti perintah Jack untuk melakukan perawatan di sebuah salon dan spa. Sofia terkadang khawatir setiap kali bertransaksi menggunakan kartu milik Jack, tapi pemilik bisnis yang dikunjunginya selalu mengatakan kartu di tangan nya memiliki limit tak terbatas. Liam tampak mengawasi Sofia saat pria itu mampir ke tokonya untuk memeriksa stok persediaan barang. Ia tak menyangka akan perubahan Sofia dalam kurun waktu dua bulan bekerja dengannya. Wanita itu terlihat sangat menarik. Wajahnya tak lagi kusam. Sofia tampak cantik dengan rambut di kuncir satu ke atas. Tubuhnya juga sangat menggoda dengan celana jeans dan seragam toko berupa kaos ketat. Liam bergerak mendekat. Ia sengaja berdiri sangat dekat di belakang tubuh Sofia hingga wanita itu terkejut saat hendak berbalik. Sofia segera bergerak mundur. "Maaf, Tuan Liam. Saya tak tahu anda masih di sini." Liam menyeringai. Terlihat memuakkan dengan senyum mesum seperti itu. "Lama tak bertemu denganmu, Sofia. Kau sangat cantik malam ini," ujarnya dengan mata menyapu tubuh Sofia dari atas ke bawah.Jack meminta staf toko untuk memasukkan semua pakaian Sofia ke dalam bagasi mobilnya. Sepanjang perjalanan keduanya lebih banyak diam. Sofia hanya bengong menatap Jack saat pria itu menurunkan semua tumpukan kotak berisi pakaian Sofia tepat di depan pintu masuk rumahnya. "Ingat, mulai sekarang jangan pakai baju lama mu saat kita bersama." Selesai bicara Jack berlalu pergi. Meninggalkan Sofia yang tertegun menyaksikan kepergian pria itu. Sofia akhirnya memasukkan tumpukan kotak ke dalam rumah. Ia menatap ngeri saat melihat nominal setiap harga pakaian. Sofia bangkit perlahan dari tempat duduknya dan mengemasi pakaian ke dalam lemari. Hari ini toko tidak seramai hari-hari biasanya. Sofia merapikan etalase makanan ringan saat terdengar suara pintu masuk terbuka. "Selamat malam," sapa Sofia menoleh pada wanita tua yang berdiri di depan rak obat-obatan. Sofia menghampiri saat wanita itu memijat kepalanya. "Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" Wanita itu tersenyum. "Aku sakit kep
Sofia terlihat gelisah, merasa tak nyaman dengan situasi saat ini. Ia mundur selangkah saat Liam kembali maju mendekat. "Sebaiknya saya merapikan rak minuman, Pak Liam. Permisi." Sofia dengan sopan menjauh dari pria itu. Ia sedikit lega menyadari beberapa pengunjung masih berada di dalam toko meski malam semakin larut. Sofia sengaja mengajak berbincang seorang wanita muda yang terlihat kebingungan mencari jenis minuman tertentu. Sesekali ia mengawasi bosnya, mencari tahu apakah pria itu sudah bersiap untuk pergi. Sofia baru bisa bernafas lega saat Liam keluar dari toko dan pergi dengan mobilnya. Keesokan malam, Jack datang untuk mengisi bahan bakar mobilnya. Setelah meletakkan nozzle, Jack masuk hendak membayar saat ia menyadari hanya ada satu kasir yang bertugas malam itu. Jack tertegun sesaat melihat sosok wanita yang berada di balik meja kasir. Ia mungkin salah mengenali wanita itu sebagai Sofia karena kasir yang sedang bertugas malam ini jauh berbeda dengan Sofia yang
Sofia dengan tangan gemetar mengeluarkan kejantanan Jack dari balik celana boxernya. Sofia terkesiap sesaat. Ia bingung bagaimana cara melakukannya. Ia pernah melihat film dewasa tentang hal itu tapi ia ragu apakah ia mampu melakukannya. "Cepat lakukan, bodoh," geram Jack tak sabar. Sofia ingin menangis saat menunduk dan melakukan permintaan pria itu. Jack menyadari jika wanita di bawahnya masih asing dengan seks oral. Tapi saat kejantanannya tenggelam di dalam mulut Sofia, ia tak mempedulikan semua itu. Jack menggeram dengan suara rendah saat mendapat pelepasan. Sofia ingin muntah tapi Jack tidak membiarkan wanita itu turun dari mobilnya. "Telan," desisnya tajam sembari menekan kepala Sofia. Sofia memejamkan mata menahan air mata. Ia menelan seluruh cairan yang keluar dari kejantanan laki-laki itu. Kemudian ia menyeka ujung bibir nya. "Sudah selesai," ucap Sofia dan seketika Jack melepaskan tangannya dari kepala wanita itu. "Sekarang keluar!" usir Jack din
Sofia bangun dengan hati kacau. Setelah mandi dan memasak untuk sarapan, ia mencari lowongan pekerjaan di situs pencari kerja. Ia mendapatkan satu pekerjaan sebagai penjaga toko serba ada 24 jam yang terhubung dengan sebuah SPBU. Sofia tidak memiliki persediaan botol susu. Akhirnya ia memutuskan untuk membeli tiga botol dan memompa ASI kemudian menaruhnya dalam botol-botol. Ia akan mampir ke rumah Storm untuk memberikan ASI nya untuk Jacob sebelum melamar pekerjaan. "Tolong berikan ini untuk putraku," pinta Sofia pada salah satu satpam rumah mewah milik Storm. Sofia berdiri di luar pagar dengan membawa plastik berisi botol susu. Sofia jelas tidak diperbolehkan masuk sesuai instruksi Victoria dan satpam tampaknya enggan untuk menerima kantong plastik tersebut. "Maafkan kami, Nyonya, kami harus meminta ijin pada Nyonya Walker terlebih dulu." "Baiklah, lakukan." Sofia menyerah. Ia menunggu saat satpam menelepon dari arah pos penjagaan rumah. Tak lama kemudian satpam itu mendekat.
“Pelacur! Lihat dirimu!" Hannah mendekat dan menampar pipi Sofia hingga tubuh Sofia terjerembab ke samping karena tamparan yang sangat keras, "dasar anak sopir! Memalukan!”“Kalian menjebakku,” geram Sofia mencoba membela diri. Kali ini ia tidak akan diam. Tindakan ibu mertua dan adik iparnya sangat keterlaluan, ia bangkit duduk sembari menyambar selimut berusaha menutupi tubuhnya, "apa salahku pada kalian? Aku tak pernah mengganggu kalian!""Salahmu adalah menjadi benalu dalam keluarga Walker! Saat kamu hadir, semua orang mencemooh keluargaku!" Victoria bicara sekehendak hati. Padahal bukan itu alasannya menjebak Sofia dan ingin menyingkirkan menantunya. "Papa Albert yang menginginkanku menikah dengan Storm," sahut Sofia cepat. "Kau bisa menolak, bodoh! apa kau tak punya otak? atau kau sengaja menerima permintaan Papa karena menginginkan harta kami?" Hannah menyeret turun tubuh Sofia berikut menarik selimutnya hingga Sofia kembali telanjang. "Kalian jahat!" umpat Sofia berang. Ia
Pesta ulang tahun Jade Walker yang ke duapuluh diadakan di sebuah ballroom hotel berbintang di NYC. Keluarga besar Walker serta teman-teman Jade, hadir memenuhi ruangan. Suasana pesta tampak meriah didukung oleh tamu undangan yang datang dengan pakaian mewah dan anggun. Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi sosok wanita di ujung ruangan yang terlihat sibuk menggendong bayinya, dia adalah Sofia Walker, dengan nama gadis Sofia Antolin, menantu pertama keluarga Walker yang berpakaian sederhana dan sedikit lusuh. Sofia mencoba menenangkan putranya, Jacob yang tampaknya terganggu dengan kebisingan di sekitarnya. Jika saja Sofia tidak dipaksa untuk ikut, ia lebih memilih tinggal di rumah. Dengan kondisi riuh saat ini, Jacob nyaris tidak bisa berhenti menangis karena merasa tidak nyaman. “Hei, lihat itu menantu keluarga Walker, wajahnya kusam, pakaiannya jelek, bagaimana mungkin Storm mau menikah dengan gembel seperti itu?” bisik salah satu tamu undangan. “Apa saat mere