Benar saja, ketika Sean membimbing Olivia Milan untuk berjalan menyusuri Bluefin Seafood Restaurant, hampir semua pengunjung wanita menoleh ke arah Sean dan Olivia. Sorot mata para gadis yang memandang Sean seolah memberi kesan jika mereka benar-benar berharap bisa bertukar tempat dengan Olivia Milan. Gadis-gadis itu seperti mendamba jika pundak merekalah yang disentuh oleh jari jemari Sean, tubuh merekalah yang berhimpitan dengan Sean, dan telinga mereka yang mendapat bisikan-bisan lembut dari Sean.
Ketampanan Sean memang bukan rahasia lagi. Andai diadakan sebuah poling tentang tingkat ketampanan Sean dari angka 1 sampai 10, bisa jadi hampir seluruh penduduk bumi akan memberi nilai 9,9 untuk Sean. Menandakan jika ketampanan dan pesona Sean sudah tak perlu lagi diperdebatkan. Pria itu, bisa membuat para wanita berfantasy dengan membayangkan Sean sebagai malaikat penolong sekaligus kekasih khayalan mereka.
Tapi anehnya, semua pesona Sean itu seolah sia-sia di mata Oli
Tepat ketika Sean dan Olivia Milan baru memasuki area parkir di Bluefin Seafood, ponsel Sean berbunyi dan terlihat nama Tuan Griffin sedang muncul di layar ponsel. Sean mengerutkan alis sebelum ia menyentuh sisi layar ponsel untuk mengangkatnya. “Iya, Tuan Griffin?” ucap Sean seraya mengedipkan mata ke arah Olivia Milan sebagai tanda ia ingin Olivia menunggu beberapa saat. “Kami masih di area parkir Bluefin Seafood. Apa? Tuan Griffin ingin ke sini segera? Baik, kami akan menunggu,” jawab Sean merespon kalimat Rainer Griffin dari seberang. Setelah ponselnya ia masukkan kembali ke saku, pria itu menggeleng-gelengkan kepala sembari mengamati wajah Olivia Milan. “Jangan-jangan Tuan Griffin sudah rindu lagi dengan gadis ini? Ah, betapa lucunya pria angkuh itu ketika sedang tertarik dengan seorang gadis,” gumam Sean dalam hati sambil memandangi wajah Olivia Milan. “Apa, apa ada yang aneh dengan riasan saya, Tuan Sean?” Olivia Milan menyingkap rambut
Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Sepuluh detik. Dan, ternyata ciuman yang dilakukan Rainer Griffin ke bibir Olivia Milan bertahan selama lima belas detik sebab tubuh Olivia Milan mulai menunjukkan pergerakan di detik ke lima belas. Buru-buru, Rainer Griffin kembali ke posisinya, memasang sabuk pengaman, kemudian mulai menginjak gas dengan kasar. Tentu saja, hal itu membuat tubuh Olivia Milan terjungkal lagi ke depan. Gadis itu mengaduh sebab kesadarannya belum begitu pulih sementara tubuhnya terasa terbanting dan keningnya membentur dashbord mobil. Tak ada respon apapun yang ditampilkan Rainer Griffin ketika gadis itu mengaduh kesakitan. Ia justru memilih untuk melaju dengan kecepatan tinggi. Bahkan, ketika tiba-tiba Olivia Milan menyentuh bagian bibirnya yang terasa aneh, Rainer Griffin tak memberi reaksi apa-apa. Pria itu tetap memasang wajah angkuh dan garang, tanpa memiliki niat sedikit pun untuk mengakui bahwa ia tengah mencuri sebuah sesi ciuman panjang
“Bosku ternyata gila!!!” pekik Olivia Milan dalam hati. Ketika napas Olivia Milan hampir putus di tengah jalan, ia memutuskan untuk menodai bibirnya dengan mengucapkan kalimat yang menurutnya sangat menjijikkan untuk didengar. “Baiklah! Itu adalah ciuman yang paling enak yang pernah saya terima! Tuan Griffin memberi saya ciuman yang sangat nikmat! Ya, itu benar. Sungguh sangat benar!” Seketika, setelah pekikan itu terdengar di telinganya sendiri, Olivia Milan sempat berharap ia segera hilang ingatan atau setidaknya Tuhan akan bersedia menghapus kenangan itu dari kepalanya. Tapi, harapan Olivia Milan sepertinya tak mungkin terkabul sebab di detik berikutnya Rainer Griffin mengucapkan kalimat yang sungguh ajaib. “Katakan lagi! Katakan lagi selama sepuluh menit. Sebentar, biar kupasang stopwatch. Nah, sudah… Ulangi kalimatmu barusan sampai stopwatch ini berbunyi!” ucap Rainer Griffin seraya menyalakan Stopwatch dari ponselnya. Stopwatch sudah ber
“Mengapa Tuan Griffin masih tega membuat saya terluka bahkan ketika saya sudah lelah menangis?” celetuk Olivia Milan di tengah isakannya. “Membuatmu terluka? Kapan? Di mana? Kau mengigau? Memangnya aku melakukan apa?” tanya Rainer Griffin yang justru membuat Olivia Milan semakin gatal batinnya. “Saya lelah menangis… Saya ingin makan saja, hiks…” ucap Olivia Milan cukup lirih. Ia berharap kalimat tersebut tak terdengar di telinga Rainer Griffin. Setelah ia pikir-pikir, ternyata tak ada gunanya ia menangisi kelakuan Rainer Griffin, toh lelaki tersebut sama sekali tak merasa telah melakukan kesalahan. “Diam jika memang lapar. Menangis justru akan membuatmu semakin kelaparan!” Ucapan Rainer Griffin dan sempat membuat Olivia kaget sebentar karena tak menyangka ucapannya yang lirih bisa terdengar oleh Rainer Griffin. Akhirnya, Olivia pun terpaksa mengangguk sebab bagaimana pun apa yang diucapkan Rainer Griffin ada benarnya. Terisak-isak menangis ternyata ju
Ketika Harry sedang menggandeng Olivia Milan dan berjalan masuk ke dalam restoran, terlihat Rainer Griffin tengah duduk di sebuah meja khusus yang merupakan meja bagi pengunjung-pengunjung spesial. Di tempat tersebut, Rainer Griffin sedang menunggu Olivia Milan mendatanginya. Ia pun sedikit heran ketika gadis yang ia tunggu tak juga menampakkan batang hidungnya. “Hai, Rain… Kebetulan sekali kita bertemu di sini!” ketika mengetahui lokasi Rainer Griffin berada, Harry langsung berjalan cepat dan menggandeng Olivia Milan dengan cara yang lebih erat dari sebelumnya. Olivia Milan merasa sedikit risi sebenarnya, tetapi bagaimana pun Harry adalah pria yang sedang mencoba menolongnya sehingga Olivia membiarkan saja pria itu mengapit tangannya erat, seolah mereka adalah sepasang kekasih. “Harry?! Via? Kalian?” Rainer Griffin berdiri seketika, ia menatap menyelidik ke arah Harry dan Olivia. Sorot matanya menghujam, tangannya mengepal geram seolah ia tengah menggenggam udara de
Drama menyebalkan yang dilakukan Rainer Griffin akhirnya terpaksa terhenti karena pramusaji tengah datang membawa beragam hidangan. Kekesalan yang ada di dada Olivia Milan mendadak luntur ketika ia melihat aneka rupa makanan yang tertata di meja. Ia pun dibimbing oleh pegawai Pinnacle at the Pier Restaurant untuk duduk di meja spesial. Hanya saja, Rainer Griffin justru pergi dari situ tanpa berpamitan pada Olivia Milan. Pria itu hanya berlalu pergi setelah memberi pesan singkat pada pramusaji. Pramusaji itu pun mengangguk mengerti, lalu kembali melayani Olivia Milan seolah gadis itu merupakan tamu penting di Pinnacle at the Pier Restaurant. Olivia Milan mencoba tak begitu terkejut dengan tindakan Rainer Griffin yang mendadak pergi meninggalkannya di tempat itu. Hanya saja, ada sesuatu yang mulai mengusik kepalanya, dan membuatnya cukup was-was. “Nona, selamat menikmati menu spesial dari Pinnacle at the Pier Restaurant. Jika ada yang kurang berkenan di hati No
Malam telah sangat larut ketika Olivia Milan duduk termangu di jok belakang sebuah mobil yang melaju menuju ke kediamannya. Bibir gadis itu mengatup rapat sementara tatapan matanya kosong. Gadis itu tiba-tiba menjadi sangat diam. Ia menciptakan sebuah kediaman yang ganjil hingga membuat driver yang mengantarnya pulang merasa sedikit risi dan tak nyaman. “Nona, apakah Nona yakin, Nona baik-baik saja?” tanya driver tersebut pada Olivia Milan yang duduk di belakang. “Ya.” “Apakah Nona membutuhkan sesuatu? Jika iya, Nona bisa mengatakannya pada saya.” “Tidak.” “Ah, ya, saya baru ingat, Tuan Sean memberikan sebuah titipan untuk Nona. Sepertinya itu adalah pakaian dan ponsel Nona yang tertinggal di Bluefin Seafood Restaurant.” Si driver mengambil sebuah paper bag yang berada di jok sebelahnya, mengulurkannya pada Olivia Milan sambil berharap gadis itu akan sedikit lebih ceria. “Terima kasih.” Hanya itu, lalu keheningan kembali
Sepuluh menit berselang, Olivia Milan mendapat panggilan untuk datang ke ruangan Rainer Griffin. Hanya saja, ketika Olivia Milan memasuki ruangan Rainer Griffin, ia tak menemukan sosok pria itu di dalam ruangannya. Hanya ada seorang pria berusia empat puluhan tahun entah dari divisi mana, yang saat itu sedang menunggu Olivia Milan di ruangan Rainer Griffin. “Nona Milan, Tuan Griffin menyetujui permohonan pengunduran diri Nona. Oh ya, Tuan Griffin juga meminta saya untuk memberikan berkas ini kepada Nona. Saya tak tahu isinya, tetapi Nona bisa membukanya setelah ini. Apakah ada hal lain yang perlu Nona tanyakan?” pria itu memberi penjelasan sebagaimana yang diperintahkan oleh Rainer Griffin kepadanya. Olivia Milan menerima berkas yang diulurkan kepadanya. Gadis itu memiliki banyak pertanyaan di kepala, tetapi karena pertanyaannya hanya tentang Rainer Griffin, ia merasa tak pantas untuk menyuarakan pertanyaan. “Saya kira, saya tak memiliki pertanyaan untuk diaj