Share

39. Rencana Dadakan

Penulis: Banyu Biru
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-25 13:14:26

Setelah hampir satu jam menemaniku, Elena akhirnya pamit. Ia mencium kedua pipiku dan berjanji akan datang lagi besok. Aku mengangguk, mengantarnya dengan senyum tipis. Tapi setelah pintu tertutup, keheningan kembali menyergap.

Aku menatap langit-langit kamar. Sinar matahari mulai redup. Rasanya... damai sekaligus hampa.

Tiba-tiba, ponselku yang diletakkan di nakas bergetar. Nada deringnya menyayat sunyi. Aku menoleh, dan nama itu terpampang jelas di layar.

Nomof Fatih.

Jantungku berdegup. Tanganku ragu saat meraihnya, tapi akhirnya kutekan tombol hijau.

"Halo?" suaraku lirih.

"Safira!" Suara Fatih terdengar panik. Nafasnya terdengar berat. "Kamu... kamu gak apa-apa, kan? Aku baru tahu dari Bram... kenapa kamu gak kabari aku, Safira?"

Aku diam sejenak, menatap luar jendela untuk mengusir lara. Suaranya... hangat sekaligus asing bagiku kini.

"Aku baik-baik saja," jawabku datar. "Bram sudah menjagaku. Dokter juga bilang bayinya selamat. Jadi... kamu gak perlu khawatir."

"Safira.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Icha Majhaf
seru juga ceritanya ...lanjut thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   41. Keputusan Safira

    Kami segera pulang dengan becak hingga turun di depan pelataran rumah Mbak Rani. Aku masih diam setelah semua nasihat Mbak Rani. Mencoba untuk instrospeksi bahwa aku bisa saja melakukan kesalahan. Malamnya, setelah percakapan panjang yang menguras emosi dengan Mbak Rani, pikiranku benar-benar kalut. Kata-kata Mbak Rani tentang kesalahan agama terus terngiang, beradu dengan rasa sakit hati dan kecewa yang begitu dalam akibat pengkhianatan Fatih. Aku berbaring di kamar, menatap langit-langit dengan hampa, mencari jawaban dan ketenangan yang tak kunjung datang. Yogyakarta memang dikenal dengan kedamaiannya, namun ketenangan itu terasa tidak mampu menembus badai dalam hatiku yang sedang bergejolak hebat. Ponselku yang tergeletak di nakas tiba-tiba bergetar hebat, mengagetkanku dari lamunanku. Layar menunjukkan nama Fatih. Seketika itu juga, nafasku tercekat. Aku membiarkannya berdering, membiarkan panggilan itu mati dengan sendirinya, berharap dia akan menyerah. Namun, tak lama kemudian

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   40. Nasihat Bijak

    Awal yang Baru di Yogyakarta Malam itu, setelah kenyang menyantap nasi goreng buatan Mbak Rani yang lezat, aku merasa sedikit lebih ringan. Mbak Rani tak banyak bertanya, hanya menyuguhkan kehangatan yang kubutuhkan. Obrolan ringan tentang masa kuliah, tentang dosen killer, dan tugas-tugas yang sering membuat kami begadang, mengalir begitu saja. Rasanya seperti kembali ke masa lalu, saat hidup belum serumit ini. Keesokan harinya, Mbak Rani mengajakku jalan-jalan. "Sudah lama kan gak keliling Jogja, Safira? Ayo, Mbak antar. Sekalian Mbak ada beberapa keperluan." Aku mengangguk setuju. Pagi itu Jogja terasa lebih ramah. Langit biru bersih, udara segar, dan hiruk pikuk kota yang tak pernah sepi. Kami memulai perjalanan dari Tugu Pal Putih, ikon kota yang selalu ramai. Mbak Rani bercerita tentang perubahan-perubahan kecil di sekitar tugu, sementara aku hanya tersenyum, mengamati setiap sudut dengan mata berbinar. Kenangan lama berkelebat, saat dulu aku dan teman-teman sering nongkrong

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   39. Rencana Dadakan

    Setelah hampir satu jam menemaniku, Elena akhirnya pamit. Ia mencium kedua pipiku dan berjanji akan datang lagi besok. Aku mengangguk, mengantarnya dengan senyum tipis. Tapi setelah pintu tertutup, keheningan kembali menyergap. Aku menatap langit-langit kamar. Sinar matahari mulai redup. Rasanya... damai sekaligus hampa. Tiba-tiba, ponselku yang diletakkan di nakas bergetar. Nada deringnya menyayat sunyi. Aku menoleh, dan nama itu terpampang jelas di layar.Nomof Fatih. Jantungku berdegup. Tanganku ragu saat meraihnya, tapi akhirnya kutekan tombol hijau. "Halo?" suaraku lirih. "Safira!" Suara Fatih terdengar panik. Nafasnya terdengar berat. "Kamu... kamu gak apa-apa, kan? Aku baru tahu dari Bram... kenapa kamu gak kabari aku, Safira?" Aku diam sejenak, menatap luar jendela untuk mengusir lara. Suaranya... hangat sekaligus asing bagiku kini. "Aku baik-baik saja," jawabku datar. "Bram sudah menjagaku. Dokter juga bilang bayinya selamat. Jadi... kamu gak perlu khawatir." "Safira.

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   38. Teman Laknat

    Hari kedua dirawat. Aku masih harus bed rest total sesuai saran dokter. Bapak dan Ibu pamit sejak pagi karena ada rapat penting di kelurahan yang tak bisa ditinggalkan. Mereka merasa tenang karena ada Bram yang menjaga dan mengawasi kebutuhanku. Aku sendiri tak masalah karena perutku tak lagi terasa sakit. Dan Bram yang setia menunggu sejak semalam kuminta untuk pulang dan istirahat. “Mbak, saya pulang. Kalau Mbak Safira butuh apa-apa segera telepon saya, ya?" katanya sambil menyisakan segelas air putih dan roti di nakas. Aku mengangguk. "Mbak Safira, beneran gak papa saya tinggal pulang?" Bram kembali menatapku, ragu. Aku mengangguk lemah, "Beneran, Mas Bram. Mas Bram pulang saja. Mas Bram capek nungguin saya dari semalam loh!" Bram manggut-manggut. "Mbak Safira sudah menghubungi Mas Fatih?" Tanya Bram kembali. Aku menggeleng. "Kemaren aku udah menghubungi Fatih berkali-kali. Gak ada tanggapan! Gak papa, Mas Bram. Aku udah baikan kok. Gak usah kabarin Fatih. Biar dia sel

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   37. Kabar Menggembirakan

    Aku harus mencari tahu. Tapi bagaimana? Fatih tidak bisa dihubungi. Bram pun terkesan menyembunyikan sesuatu. Aku merasa sendirian di tengah badai informasi yang tiba-tiba menerpaku. Sesaat kemudian, perutku terasa kram. Berita pertunangan Fatih dan Nancy, ditambah kebungkaman Bram, memicu sakit hingga ke perut. Ternyata tak hanya hatiku yang sakit, perutku juga ikut terasa sakit. Aku merosot ke lantai, memegangi perutku yang terasa begitu nyeri. Napasku tersengal, pandanganku mengabur. Apa ini? Kenapa rasanya begini sakit? Tiba-tiba, aku merasakan sesuatu yang hangat dan lengket mengalir di antara kakiku. Aku mulai panik. Tak paham dengan apa yang terjadi. Apakah aku hamil?Kenapa aku tak merasakan kehamilanku? Dengan tangan gemetar, kuraba area itu. Cairan kental, bercampur kehangatan, membuatku merasakan firasat buruk. Aku menunduk, dan pandanganku jatuh pada noda merah pekat yang luruh di kaki. Darah! "MAS BRAMMM!" Teriakanku pecah, membelah keheningan rumah. Suarak

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   36. Kabar Mendua

    Aku terbangun dengan perasaan sedikit lebih ringan, meski bayangan Damar semalam masih menari-nari di benakku. Setidaknya, semua sudah jelas. Aku sudah memilih, dan pilihanku adalah Fatih. Keyakinan itu mengalir hangat, menenangkan sisa bara emosi yang sempat membakar dadaku. Pagi seperti biasa. Aku bersiap dengan rutinitasku untuk mengajar. Sesekali melirik infotainment yang selalu ibu putar untuk menemaninya beraktifitas pagi. Suguhan yang menayangkan berita para selebritis dan sosialita tanah air. Hingga berita itu muncul. Saat pembawa acara dengan intonasi ceria mengumumkan, “Pemirsa, kabar mengejutkan datang dari dunia sosialita! Salah satu pewaris Keluarga Maulana. pemilik Fath Company yang merajai bisnis property dan beberapa tambang ini, kemaren sore resmi bertunangan dengan Nancy Gumelar. Acara meriah ini tentu memakan biaya yang tak sedikit. ...!" Aku tak bisa lagi mendengarnya. Telingaku tak bisa lagi merespon. Jantungku berdebar tak karuan. Maulana? Fath Company? La

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status