Share

Jangan Sentuh Milikku

Raja pun hanya bisa pasrah, duduk sendirian di kursi itu. Benar saja, tak lama setelah Barbara pergi, dua wanita mendekati Raja. Satu di antaranya langsung mengambil posisi duduk di atas pangkuannya, sedangkan yang lain bergelayut manja memeluk Raja dari belakang.

Raja terkejut, namun dengan sopan dan baik, pria itu menolak sentuhan wanita-wanita itu. Meskipun ditolak, kedua wanita itu tetap berusaha, mencoba merayu dan menggoda Raja agar tertarik pada mereka.

Raja tetap tegas dalam penolakannya, mencoba untuk tidak terbawa suasana yang semakin panas di dalam ruangan tersebut. Ia mengungkapkan dengan jelas bahwa ia datang bukan untuk mencari hiburan pribadi.

"Hei! Apa yang kalian lakukan pada pelangganku?" sentak Barbara yang baru muncul.

"Cih, pelangganmu sepertinya tidak normal," cibir salah satu wanita yang beranjak dari pangkuan Raja.

"Iya dia tidak tertarik pada wanita," timpal satu yang lainnya.

"Udah sana kalian pergi saja, cari yang lain. Biar dia aku yang urus," usir Barbara pada teman-temannya.

Raja akhirnya bisa bernapas dengan lega setelah melihat wanita-wanita itu pergi menjauh darinya. Biarlah mereka menganggap Raja tidak normal yang penting ia tidak diganggu lagi.

Kini Barbara menatap lekat Raja, mendekatkan wajahnya ke wajah Raja. Atmosfer semakin intens, dan Raja dapat merasakan hembusan napas Barbara yang hangat. Mata mereka bertemu dalam sebuah tatapan yang penuh dengan intrik dan misteri.

Raja, meski dihadapkan dengan kecantikan dan pesona Barbara, tetap berusaha menjaga kewarasannya. Dalam keheningan sejenak, Barbara melihat Raja seolah mencoba membaca pikirannya.

"Hahaha.." Tiba-tiba Barbara tertawa renyah melihat raut wajah Raja tegang.

"Baiklah, Tuan. Sekarang katakan apa tujuanmu menemuiku?" Barbara menarik tubuhnya lantas duduk di bangku yang berhadapan dengan Raja, seraya menyalakan sebatang rokok.

Raja mengerjab seraya mengurut pangkal hidungnya. Ia benar-benar lelah berada di tempat ini.

"Bisa kita bicara di tempat lain."

Barbara menautkan alisnya seraya menyembulkan asap rokok kehadapan Raja.

"Uhuukk.. Uhuukk.." Pria itu terbatuk-batuk menghirup asap tembakau tersebut.

"Baiklah," ucapnya mematikan batang rokok yang masih panjang lantas mengambil permen karet dari selipan branya. Gadis itu akan mengunyah permen karet jika tidak menghisap rokok.

"Eits! Tapi Tarifnya berbeda, Tuan," sambungnya lagi sebelum beranjak dari tempat duduknya.

"Saya akan membayarnya."

"Oke, deal!" Barbara menarik tangan Raja untuk bersalaman sebagai tanda sepakat.

"Tapi bisakah kau mengganti pakaianmu lebih dulu," kata Raja memandang tubuh Barbara yang masih berpakaian terbuka.

Barbara tertawa lucu, biasanya para laki-laki sangat senang melihat tubuhnya yang terbuka.

"Apa kau tidak menyukai tubuhku, Tuan?"

"Maaf, bukan seperti itu. Tapi lebih baik kau berpakaian yang tebih tertutup. Kita akan pergi keluar, nanti kau bisa masuk angin," kata Raja memberikan alasan yang lebih masuk logika.

"Baiklah, sepertinya kau pria yang sopan." Barbara mencubit gemas pipi Raja. Setelahnya wanita itu masuk kembali untuk berganti pakaian dan mengambil tasnya.

Barbara dan Raja berjalan keluar dari ruangan privat, namun sebelum mereka benar-benar keluar, seorang wanita sekitar usia 40-an mendatangi Barbara dan meminta setoran padanya.

"Hei, Barbara! Mau kemana kau? Mana setoranmu hari ini?" tanya wanita yang biasa di sapa Mami.

Barbara berdecak. "Ck! Tidak bisakah sehari saja Mami lupa tentang setoran."

Mami tersenyum sinis, "Mana bisa jika itu sudah menyangkut masalah uang."

Wanita tersebut dengan tegas menyampaikan bahwa Barbara harus memberikan sebagian dari apa yang telah ia peroleh. Barbara, meski terlihat agak enggan, akhirnya memberikan sejumlah uang pada wanita tersebut.

"Sudah, jangan ganggu aku malam ini."

"Bersenang-senanglah, Nak!"

Sepanjang Barbara dan Raja berjalan keluar, banyak pasang mata yang menatap keduanya. Para laki-laki yang awalnya menanti Barbara terpaksa malam ini harus mencari wanita lain.

"Cantik, ayolah temani aku malam ini." Seorang pria yang tengah mabuk mendekati Barbara lalu tangannya dengan lancang ingin menyentuh salah satu bukit kembarnya.

Barbara segera menepis tangan itu dengan kasar. "Sudah aku katakan, jangan pernah sentuh milikku," katanya tegas.

Hal itu membuat Raja tercengang, bagaimana mungkin seorang wanita hiburan yang dibayar untuk memuaskan pelanggannya tapi tidak mengizinkan pelanggannya menyentuh tubuhnya.

~~~~~ooOOoo~~~~~

Raja membawa Barbara ke hotel mewah tempatnya menginap. Barbara begitu terkesan melihat kemewahan dan keindahan hotel tersebut. Ini merupakan pengalaman pertamanya memasuki hotel sekelas ini. Wajar saja, selama ini Barbara hanya bekerja di klub biasa, dan pelanggannya sebagian besar hanya pria hidung belang yang sebenarnya tak berduit, namun ingin merasakan kenikmatan dengan wanita lain.

"Ayo turun!" ajak Raja membuka seatbelt.

"Tuan, kenapa anda membawa saya kemari?" tanya Barbara menatap gedung tinggi nan mewah di hadapannya sebelum keluar mobil.

"Lebih baik di motel-motel dekat klub kami saja, di sana harganya lebih murah. Bahkan kita akan dapat gratis sabun, pasta gigi dan handuk juga ada," sambungnya lagi.

Raja tersenyum mendengar ocehan Barbara. "Tapi kamar saya ada di dalam sana."

Barbara membolakan matanya sejurus kemudian wajahnya berbinar.

"Wah, sepertinya malam ini aku akan dapat menang banyak."

Barbara berjalan dengan riang, matanya memandang kagum setiap interior ruangan megah yang mereka lewati. Keindahan dekorasi, furnitur mewah, dan cahaya gemerlap menciptakan suasana yang begitu eksklusif. Barbara benar-benar terkesan, setiap langkahnya dipenuhi dengan kekaguman terhadap keanggunan hotel mewah ini.

"Kau tunggu saja duluan di lift, saya ingin ke resepsionis sebentar," ucap Raja dan diangguki oleh Barbara.

Barbara berjalan ke arah lift, namun karena terlalu senang dan tidak berhati-hati, hak sepatunya patah, membuatnya menggerutu kesal. Suasana riang dan kagum seketika berubah menjadi kekecewaan karena insiden kecil ini. Barbara mengangkat sepatunya dan melihatnya dengan ekspresi kecewa, merasa kesal pada dirinya sendiri karena merusak momen yang seharusnya menyenangkan.

"Haisshh! Kenapa kamu harus patah sekarang?" gerutunya mencabut hak sepatunya yang patah.

Tanpa sadar, Barbara, yang berada di dekat lift dengan banyak orang yang mengantri, mengangkat kakinya untuk memperbaiki sepatunya. Namun, insiden ini membuat bagian paha Barbara terekspos, memancing reaksi tak terduga dari seorang pelayan hotel yang tak sengaja melihatnya. Pelayan hotel itu meneguk ludahnya, sedikit terkejut dan tergoda oleh pemandangan yang tiba-tiba terjadi.

Barbara kini memakai rok mini dengan atasan tangtop yang dilapisi jaket, rambut tergerai, dan makeup tebal. Kejadian ini menyebabkan beberapa mata terbelalak dan beberapa bibir berbisik-bisik di antrean.

"Apa yang kau lihat, huh?" Barbara menatap sang pelayan yang menatapnya dengan tatapan mesum.

~~~~~ooOOoo~~~~~

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status