Share

chapter tujuh

Makanan dalam bungkusan sudah habis tanpa sisa.

Uueeeeeeekkk...

Vio bersendawa. Bastian menutup mulutnya.

"Ahahaha... Biasanya juga aku bersikap sopan tanpa sendawa, dan makanku tidak sebanyak ini. Ini karena aku memang belum makan sejak aku keluar dari rumah sakit." ucap Vio beralasan dengan senyum canggung.

Aaaaa.. Tunggu! wajah Vio berubah menjadi tak sedap dipandang. Rumah sakit mengingatkannya pada pria misterius yang membawanya, seperti yang Davi katakan.

Kelebatan kehadiran orang disampingnya muncul dibenaknya.

Puluhan mobil berderet disekitar rumahnya, Lalu makanan yang dia makan sekarang, juga waktu di dalam mobil.

Bayangan wajah Davi dengan apa yang dikatakannya. saat dirumah sakit terlintas dibenaknya.

"orangnya sangat berpengaruh. Dan punya pengikut." suara Davi.

"Kupikir dia pacarmu, dia sangat perduli sekali padamu" suara Davi.

"Namanya Bastian." suara Davi.

Dengan wajah canggung dan senyum yang dipaksakan, Vio menoleh ke samping menatap pada pria disampingnya.

"Namamu Bastian ya?"

"Heemm."

Ooohhh my Goooddd....!!!! jerit batin Vio. 'Apa dia kemari untuk minta uang ganti rugi pembayaran rumah sakit?"

"Ahahaha...."Vio tertawa terpaksa."Jadi kamu yang membawaku ke rumah sakit?"

"Heemmm."

"Jadi, tujuanmu menemuiku adalah..."

Bastian terdiam tak mengatakan apapun.

"Jadi apa kau kemari untuk, meminta pertanggung jawabanku?"

Bastian mengangguk.

Uuugggghhhh, sudah kuduga dia pasti minta uang biaya rumah sakit. batin Vio saat itu.

"Jadi apa yang harus kulakukan untuk menebusnya?"tanya Vio gamblang, dia tak ingin lebih lama lagi berurusan dengan Bastian yang dia sebut maniak itu.

"Kau tau, aku tak punya uang banyak. Aku baru kabur dari rumah."Gumam Vio pelan,"kau lihat koperku kan?" sambung Vio mengangkat jarinya.

"Temani aku makan malam." suara Bastian datar.

"Makan malam?"

Bastian mengangguk lalu memalingkan wajah dan pandangannya.

"Baiklah! kapan?"tanya Vii menatap lekat pada Bastian.

"Aku akan ada keluar kota besok, tak tau kapan akan kembali."ungkap Bastian.

"Bagus! tidak usah kembali. hahahha."

Bastian memasang tampang tak senang. Menatap Vio dengan wajah marah.

Sepertinya orang ini hambar. tak bisa diajak bercanda. batin Vio berkeringat dingin.

"Jadi?" tanya Vio mencoba mengalihkan pandangan. " bagaimana Mmm.. Bastian? Boleh aku memanggilmu Bastian?"

Tingkat kemarahan Bastian menurun. 'Di panggil Bastian sepertinya jadi lebih akrab.' pikir Bastian.

"berikan nomor ponselmu."Bastian nengadahkan tangannya.

"Tidak perlu nomor ponsel. Aku tidak akan kabur. Kalian antarkan saja aku ke kosan lembayung. Heeemm?"

"Baiklah." Bastian menyanggupi.

Waahh, diluar dugaan dia penurut sekali. batin Vio.

"Sudah semakin gelap. Ayo pulang." Vio berdiri dan melangkah lebih dulu.

###

Di bangunan kos Lembayung.

"Sudah! Sudah cukup!" ucap Vio sedikit jengkel, karena Bastian dan ekornya masih mengikuti sampai dalam bangunan kos itu."Cukup sampai disini saja."

Bastian dengan ekpresi dinginnya dan asisten Fang yang sumringah, mengalihkan pandangan wajahnya kesamping.

Orang-orang ini.... batin Vio geram mengepalkan tangannya.

"Kalian mau sampai mana mengikuti?" kesal Vio galak.

"Kami hanya ingin memastikan anda sampai di kamar anda Nona Vio." ujar Fang ceria.

"Sudah kubilang aku tidak akan kabur!"

"Mungkin anda bersedia..."Fang mengulurkan ponsel Bastian pada Vii dengan wajah senang tanpa dosa. Sebenarnya tanpa berbuat begitupun Fang bisa dengan mudah mendapatkannya,hanya meminta langsung pada orangnya lebih menyenangkan.

"Grrrrr...." Vio kesal menyaut hp dari tangan Fang. Lalu mengetik nomor hpnya, dan melakukan sambungan sampai dering ponselnya terdengar.

"Kau puas?" Vio melempar hp itu ke tubuh Fang.

"Huuuhh..."

"Sekarang pulang sana!" serunya jengkel sambil menunjuk jarinya pintu gerbang.

****

Didalam mobil dalam perjalanan kembali ke vila Bastian. Pria itu memangku wajahnya menatap keluar jendela. Sudut bibirnya sedikit terangkat. Sepertinya hatinya sedang senang, bahkan mungkin sudah tumbuh bunga dimana-mana.

Fang yang menyetir didepan, melirik bosnya dan tersenyum tipis melihat Tuannya begitu ceria walau masih menampakkan wajah dinginnya.

Sepertinya Nona Vio cukup merubah anda tuan. Batin Fang.

****

Disisi lain di kosan Lembayung.

BRAAKK BRRUUUUKK BRAAKKK

Vio yang masih kesal merapikan barangnya di kosan Davi.

"Ckckck.... kamu ini mau merapikan apa menghancurkan Vi?"tanya Davi berdecak dan menggelengkan kepalanya.

"Aku sedang kesal Dav."

"Hmmm... siapa yang sudah berani membuat Vio kesal?" Davi merangkul sahabatnya itu,

"Ayo kita cari makan dulu di luar?! Ada festival di taman depan, pasti banyak menjual makanan enak." Ajak Davi

Vio masih cemberut saja. Tapi dia ikuti juga ajakan Davi.

****

Di kediaman keluarga Hendrawan.

"Kak!"panggil Rena melihat Felix termenung menatap luar jendela dari ruang keluarga lantai dua.

Felix menoleh.

"Apa yang kak Felix pikirkan?"Tanya Rena, "Kakak Nggak sedang mikirin Vio kan?"

Felix masih terdiam.

Dia bahkan tidak mengelak. Violita sialan! Bahkan setelah susah payah aku dapatkan kak Felix pun dia masih memikirkan Jalllaang itu. batin Rena kesal.

"Dari tadi aku mencari kaka, kupanggil-panggil tapi nggak nyahut. Ka Felix mikirin apa sih?"Rena berusaha tak memunculkan rasa kesalnya.

"Tidak ada. Aku hanya lelah Rena." Sahut Felix malas. "Aku, istirahat dulu."

Felix melangkahkan kakinya menjauh lalu menghilang menuruni tangga. Meninggalkan Rena yang geram dan marah.

Aku.... harus membuat perhitungan dengan Vio. Dia masih saja menghantui hubungan kami. Aku harus menyingkirkannya. pikir Rena mengepalkan tangannya.

Rena berjalan menyusul kemana Felix pergi, ia tak ingin melepaskan Felix begitu saja. Saat dilihatnya Felix yang ternyata sedang menuang Vodka dalam gelas berisi es batu di bar, Rena bergegas mendekat. Felix menenggak minumannya, tepat saat gelasnya, ia letakkan, Rena menarik lengan Felix hingga keduanya berhadapan. Rena langsung menautkan bibirnya pada bibir Felix, menciumnya dengan penuh nafsu. Goyah, Felix pun ikut terbuai dan memeluk tubuh istrinya. Berbagi ludah dan saling membelit lidah.

_____

Vio dan Davi menikmati suasana festival malam itu. Mereka membeli beberapa makanan ringan, seperti kentang goreng, es serut pelangi, juga jagung bakar.

"Heemmm.... Nikmatnya...." Davi menyeruput es serut pelanginya.

"Hari ini aku bertemu dengan pria misterius itu." ungkap Vio memasukan kentang goreng kemulutnya.

"Benarkah?"

"Heemm... tiba-tiba saja dia ada didepan rumahku."

"Lalu?"

"Tidak ada."

Davi menatap Vio sangsi.

"Jangan menatapku seperti itu. Sungguh, kami hanya makan ditaman lalu dia mengantarku pulang."

"Begitu saja?" Davi masih merasa sangsi.

"Dia juga meminta nomor ponselku."

"Benarkan? Dia tak biasa denganmu. Bagaimana kalian bisa bertemu?" tanya Davi penasaran sembari menjejalkan korndog ke mulutnya dan mengunyah perlahan.

"Aahh, itu hal yang memalukan Davi." elak Vio

"Ayolah!" Davi mengerling masih penasaran mencoba mencari jawaban atas rasa penasarannya.

"Ini sudah malam. Ayo pulang. besok kita kerja kan?" Vio beranjak dari duduknya dan mulai melangkah.

"Yaahh, baiklah jika kamu nggak mau menceritakannya padaku. Aku menghormati itu." Davi melangkah menyusul.

"Tapi jika kamu mengalami kesulitan karenanya, ingatlah aku teman mu." sambung Davi merangkul pundak Vio.

Vio tertawa lepas.

"Tentu saja. Kamu adalah teman terbaikku."

Bersambung...

___€€€____

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status