"Baguslah, Ren. Tante jamin dengan profesi itu, kamu tidak butuh waktu lama untuk membuktikan pada orang tuanya Lisna," ucap bu Dewi, tersenyum puas.
Rendi mengangguk, ia membalas senyuman itu meskipun sebenarnya hatinya masih tidak yakin untuk menjalani profesi sebagai seorang gigolo. Hatinya begitu berat, karena merasa sadar jika melakukan hal itu, sama saja mengkhianati Lisna. Meski demikian, tawaran menggiurkan yang dikatakan oleh bu Dewi menggoyahkan hatinya. "Ya sudah, kamu sekarang tidak usah murung lagi. Sebaiknya kamu mandi terus dandan. Tante akan kabari temen-temen tante biar kamu bisa mendapatkan uang hari ini juga," ucap bu Dewi. Ia kemudian berdiri. "Hah? Sekarang, Tante?" Rendi terperangah. "Iya sekarang, Ren. Makanya kamu siap-siap aja. Apa kamu masih kurang yakin untuk menjalani profesi itu?" "Bukannya aku kurang yakin, Tante. Tapi..." Rendi menghentikan ucapannya. Dari raut wajahnya terlihat jika dia benar-benar kebingungan. Sedangkan Bu Dewi langsung memahami apa yang sedang dirasakan oleh keponakannya itu. "Rendi. Ini bukan tentang mengkhianati Lisna. Tetapi ini sebagai pengorbanan kamu untuk bisa membuktikan bahwa kamu bisa dan layak menikahi perempuan yang kamu cintai itu," ucap bu Dewi. Meski suaranya pelan, namun begitu menekan. "Iya sih, Tante," balas Rendi mengangguk. "Sudah, kamu siap-siap aja sana," saran bu Dewi yang langsung meninggalkan Rendi di ruang tamu. Terlihat Rendi menghela nafas, dia mendongakkan kepalanya. Keputusan itu sangatlah berat untuknya. Namun, di satu sisi dia butuh biaya besar untuk bisa membuktikan kepada Lisna dan kedua orangtuanya. "Maafkan aku, Sayang... Aku tidak bermaksud mengkhianatimu. Aku tahu ini salah, tapi... Aku juga tidak mau kamu jatuh kedalam pelukan lelaki lain," ucap Rendi dalam hatinya. ** Pukul 19:20 Malam itu Bayu kembali datang ke rumah pak Anggara. Seperti biasanya pak Anggara dan Bu Ratna menyambutnya dengan begitu ramah. Bayu menjelaskan maksud kedatangannya malam itu, yang tak lain ingin mengajak Lisna jalan-jalan. "Wah... Bagus itu. Ibu sangat mendukung niatmu, Bayu. Dan ibu yakin dengan cara seperti itu Lisna akan semakin dekat sama kamu," ucap Bu Ratna dengan wajah sumringah. "Iya, Bu. Itu sebabnya saya ke sini, karena jujur saja saya sangat berharap Lisna mau menjadi istri saya," jawab Bayu, suaranya terdengar sopan. Pak Anggara dan Bu Ratna tersenyum senang mendengar apa yang dikatakan oleh Bayu. Tidak menunggu lama, Bu Ratna bergegas menghampiri Lisna yang masih ada di kamarnya. Bu Ratna merasa tidak sabar mempunyai menantu yang merupakan seorang pengusaha muda, mapan dan berkelas. "Sayang ... Kamu sudah rapih aja, apa tadinya kamu sudah janjian sama Bayu?" Lisna yang semula sedang merapihkan rambutnya di depan cermin, ia langsung menoleh dengan raut wajah kebingungan. "Janjian sama Bayu? Siapa, Mah?" "Lah ini kamu udah dadan, udah cantik, rapih... Pasti udah janjian kan sama Bayu kan? Itu Bayu udah datang, dia nungguin kamu. Katanya mau ngajak jalan-jalan," ucap bu Ratna, wajahnya terlihat bahagia. Sedangkan Lisna makin kebingungan mendengar perkataan ibunya. Dia dandan rapih karena berniat akan mengajak Rendi jalan. Tetapi sekarang dihadapkan dengan situasi yang tidak dibayangkan sebelumnya. Melihat ibunya yang tampak sumringah dengan keadaan Bayu, saat itu Lisna tidak bisa jujur bahwa sebenarnya dia akan menemui Rendi. "Eh ... Kamu ini malah bengong, udah yuk ke luar. Kasian Bayu udah nungguin," ajak bu Ratna sembari menggandeng tangan putrinya. Sedangkan Lisna hanya diam saja, dia tahu jika menolak pasti kedua orang tuanya akan memarahinya. Yang akhirnya, dengan sangat terpaksa Lisna mencoba tersenyum saat Bayu menyapanya. Hatinya menggerutu dan ingin berontak, hanya saja hal itu tidak bisa ia lakukan. "Bu, Pak... Saya mau ajak Lisna jalan-jalan dulu yah," ucap Bayu dengan sopan. "Iya hati-hati aja. Bapak percaya sama kamu," jawab pak Anggara tersenyum lebar. Beberapa menit kemudian, Lisna kini sudah berada di dalam mobil bersama lelaki yang tidak ia sukai. Meskipun Bayu memiliki wajah tampan, berpenampilan menarik dan rapih. Akan tetapi, itu semua tidak membuat Lisna goyah, justru dia merasa geram dengan situasi saat itu. "Kamu kenapa sih main terus ke rumah, pake ngajak jalan segala!" cetus Lisna, wajahnya tetap menghadap ke depan. "Hehe... Memangnya kenapa? Gak ada yang salah kok. Orangtuamu lah yang menyuruh aku supaya mengenal kamu lebih jauh," jawab Bayu. Nada suaranya terdengar santai. "Hah? Jangan ngarang kamu! Ini pasti karena kamu aja yang sok ingin deket sama aku!" timpal Lisna, keras. "Lisna. Kamu tahu kan kalo orangtuamu mengharapkan aku untuk segera menikahi kamu? Dan karena itu, aku mengajakmu jalan-jalan supaya aku bisa mengenal kamu lebih dalam," ucap Bayu sambil fokus menyetir mobilnya. Seketika Lisna meliriknya, raut wajahnya terlihat begitu kesal mendengar apa yang dikatakan oleh Bayu. "Eh! asal kamu tahu, aku sudah mempunyai pilihan! Kamu itu bos besar, kaya harta. Kenapa kamu tidak mencari perempuan lain aja?!" cetus Lisna menekan. "Kenapa aku harus mencari perempuan lain kalo sudah ada yang istimewa. Dan aku harap kamu tidak menolak niat baikku. Aku berjanji akan membahagiakan kamu." Bayu menyikapi Lisna dengan santai. Walaupun dia tahu perempuan di sebelah sedang marah. Sekitar 30 menitan. Tanpa diketahui Lisan sebenarnya. Mobil itu berhenti di depan hotel mewah. Sontak saja Lisna kaget, matanya terbelalak. Sedangkan Bayu tersenyum menatapnya. "Kenapa kamu membawa aku ke sini? Mau ngapain kamu ajak aku ke hotel?" tanya Lisna, wajahnya memerah. "Kamu jangan berfikiran macam-macam dulu. Aku hanya ingin ngobrol santai aja sama kamu. Aku tidak terbiasa nongkrong di tempat lain. Sudah ayok turun," jawab Bayu mengajak. Meski tidak tahu apa yang akan dibicarakan Bayu, namun Lisna mengikutinya. Di saat itu tiba-tiba Bayu menggandeng tangan Lisna. Sontak Lisna kaget, matanya menatap tajam ke arah Bayu. "Jangan bertingkah arogan di sini. Kamu nurut aja," ucap Bayu pelan. Raut wajah Lisna menegang saat masuk ke dalam hotel itu. Bayu terus menggandengnya yang membuat Lisna merasa risih. Sampai akhirnya mereka tiba di depan pintu kamar hotel. Lisna menghentikan langkahnya dan langsung melepaskan tangannya. "Eh, apa maksud kamu sebenarnya ngajak aku ke sini?" Lisna menatap tajam pria di depannya. "Sudah aku katakan sebelumnya, aku hanya ingin ngobrol santai sama kamu. Sekarang ayok masuk." Bayu kembali menarik lengan Lisna. Dan dengan cepat dia membuka pintu lalu membawa masuk Lisna kedalam. Lisna semakin kaget pada saat sudah berada di dalam ruangan yang luas dan terlihat begitu estetik. Yang membuat Lisna tidak nyaman, di dalam ruangan itu terlihat ada ranjang dan sofa dan tidak ada orang lain. Bayu terkekeh melihat ekspresi Lisna yang tampak kebingungan. "Ini nggak beres! Kamu pasti mau macam-macam sama aku!" cetus Lisna, suaranya terdengar keras. "Lisna, kamu tidak usah seperti itu. Aku hanya ingin ngobrol santai sama kamu. Itu aja," jawab Bayu sambil melepaskan jasnya. "Eh, ngobrol santai itu bisa di tempat terbuka, buka di kamar! Pokoknya aku mau pulang!" timpal Lisna. Ia langsung mendekati pintu dan mencoba membukanya. Akan tetapi, ternyata pintu itu sudah terkunci. Dengan cepat Lisna menoleh ke arah Bayu. Dia benar-benar geram saat melihat lelaki itu yang hanya terkekeh pelan. Di situ Lisna meras terjebak oleh Bayu. Hingga emosinya memuncak. "CEPAT BUKA PINTUNYA! AKU MAU PULANG!" bentak Lisna dengan keras. "Hehe... Santa aja dulu, kita berdua sudah direstui orangtua. Dan sebaiknya kita nikmati kebersamaan ini, Sayang," ucap Bayu sambil berdiri dari duduknya. Dia melangkah pelan mendekati Lisna yang tampak tegang. *****Bulan berikutnya, cuaca cerah seakan menyambut hari yang spesial itu. Langit biru tanpa awan dan hembusan angin lembut membuat suasana semakin tenang."Sayang.., ayo siap-siap," seru Rendi dari ruang depan sambil merapikan kerah kemejanya.Lisna keluar dari kamar dengan bayi mereka yang kini mulai bisa duduk di gendongan kain. "Mau ke mana sih, Mas tumben kamu rapi banget?"Rendi tersenyum penuh misteri. "Pokoknya ikut aja."Lisna mengerutkan dahi, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan. "Oke, aku ikut, asal jangan kejutan aneh-aneh.""Tenang, kali ini kejutan manis," ujar Rendi sambil membuka pintu.Perjalanan mereka diiringi canda kecil dan gelak tawa bayi mereka yang sesekali menggumam lucu. Di dalam mobil, suasana hati Rendi terlihat begitu ringan. Ia menggenggam tangan Lisna erat sambil menyetir dengan tangan satunya."Kamu tahu, Sayang…” Rendi membuka suara, matanya menatap ke jalan. "Aku jauh lebih bahagia sekarang."Lisna menoleh. "Iya, aku lihat. Kamu kelihatan lebih tenang a
Satu bulan telah berlalu sejak Rendi kembali bekerja di perusahaan lamanya. Kehidupan rumah tangga mereka perlahan membaik. Setiap pagi Rendi berangkat dengan semangat, dan setiap malam ia pulang dengan senyum di wajahnya. Gaji yang layak, lingkungan kerja yang sehat, dan kepercayaan yang mulai pulih dari Lisna, semuanya membuat hati Rendi lebih tenang.Di rumah, Lisna juga merasa lebih damai. Anak mereka tumbuh sehat, dan kini ia bisa menyaksikan sendiri perubahan besar pada suaminya.Suatu sore, setelah menidurkan anak mereka, Lisna duduk di teras bersama Rendi yang sedang menyeduh kopi."Kamu tahu, Mas?" ucap Lisna sambil menatap langit jingga."Apa, Sayang?" Rendi menyerahkan secangkir kopi padanya."Jujur, aku senang… karena akhirnya aku bisa melihat kamu jadi sosok ayah yang baik buat anak kita."Rendi menoleh, sedikit terkejut. "Maksud kamu?"Lisna tersenyum. "Dulu aku sempat takut. Takut kamu gak bisa berubah. Tapi sekarang… aku lihat sendiri. Kamu rajin, kamu perhatian, kamu
Namun momen haru itu terpotong oleh tangisan bayi mereka dari kamar sebelah. Rendi dan Lisna saling berpandangan, lalu segera bangkit dan menuju kamar si kecil.Di kamar yang diterangi lampu tidur redup, bayi mereka menangis kencang. Rendi langsung menggendongnya sementara Lisna menyiapkan botol susu."Sini, Mas. Aku kasih susunya," ucap Lisna.Rendi mengangguk dan menyerahkan bayi mereka ke pelukan Lisna. Ia menatap anak mereka dengan tatapan penuh kasih dan rasa bersalah."Maafin Papa ya, Nak… Papa janji bakal jadi ayah yang baik."Bayi itu perlahan tenang setelah menyusu, membuat suasana rumah kembali damai. Rendi duduk di sisi tempat tidur.Beberapa menit kemudian, suara dering ponsel memecah keheningan.Rendi buru-buru mengambil ponselnya dari meja. Di layar tertera nama yang sangat ia kenal: Pak Dimas – CEO perusahaan tempat Rendi dulu bekerja sebelum dipecat.Lisna menoleh sambil mengangkat alis. "Siapa lagi, Mas?" tanyanya menekan."Pak Dimas," jawab Rendi, masih ragu menekan
Setelah melihat anaknya tertidur lelap, Rendi dan Lisna masih berang di tempat tidurnya. Mereka berdua tengah mengobrolkan tentang usaha. Hal itu membuat Lisna merasa heran dan kebingungan dengan perkataan suaminya. "Kenapa kamu pengen buka usahasendiri? Kan kamu udah kerja, Mas," ucap Lisna menatap penuh suaminya. "Setelah aku pikir-pikir, aku memilih untuk berhenti dari kerjaan itu. Aku enggak mau terus-terusan dihantui rasa bersalah," jawab Rendi pelan.Lisna memandang baik-baik suaminya yang berbaring di sebelahnya. Lisna masih kebingungan dengan perkataan Rendi. "Maksudnya gimana sih, Mas? Apa yang membuat kamu ingin berhenti dari kerjaan itu? Bukankah itu cepet dapet hasilnya?" Lisna merasa heran. "Iya, aku tahu kerjaan itu cepet banget dapet uang. Tapi aku enggak mau terus-terusan membohongi kamu, aku enggak mau mengkhianati kamu. Yang aku inginkan saat ini, kita bareng-bareng ngurus anak, aku pengen buka usaha sendiri entah itu buka toko atau usaha apa, yang jelas aku ing
Merasa kakinya ditepuk-tepuk akhirnya Rendi terbangun, ia membuka matanya perlahan dan langsung menatap ke arah istrinya yang duduk di sebelahnya. "Jam berapa sih ini, Sayang?" tanya Rendi dengan nada yang terdengar masih ngantuk. "Udah buruan bangun. Ada yang sudah nungguin kamu tuh," balas Lisna dengan raut wajah yang terlihat marah.Rendi membuka matanya lebar-lebar ketika istrinya menunjukan Handphone-nya dan memperlihatkan isi pesan itu. Sontak Rendi kaget melihat kejadian itu, ia takut kalau istrinya mengetahui profesinya yang seorang gigolo. "Ada bisnis apa kamu sama perempuan itu?" tanya Lisna matanya menatap tajam."Kerja apa kamu sebenarnya? Kamu bilang kalau kamu itu kerja bareng sama paman kamu, terus apa maksudnya dengan perempuan yang nungguin kamu?" Lisna terus mencecar melontarkan pertanyaan yang membuat Rendi tidak bisa berkata banyak. Rendi berusaha untuk membuat istrinya tenang dan tidak memikirkan sesuatu hal yang buruk terhadapnya. "Sayang ... Kamu dengerin d
Rendi merasa sudah sangat kelelahan, namun biar bagaimanapun ia tidak mau mengecewakan perempuan yang sudah datang jauh-jauh untuk mendapatkan kepuasan darinya. Hingga akhirnya Rendi berusaha untuk melayani tiga perempuan lagi dan berupaya untuk bisa memuaskan mereka bertiga.Rendi meminta untuk istirahat sejenak karena nafasnya terasa berat. Tante Dewi yang melihat itu, ia sebenarnya merasa kasihan terhadap keponakannya itu, namun Rendi yang sudah menyatakan diri untuk menjadi seorang gigolo supaya bisa mengangkat kembali ekonomi keluarganya. Dengan begitu, maka tante Dewi tidak bisa berbuat banyak selain menenangkan Rendi dan terus menyemangatinya."Istirahat dulu aja, Ren," ucap Tante Dewi."Iya, Tante... Ini gila, mereka hyper semua," jawab Rendi."Gak apa-apa, Ren... Yang penting kamu dapat uang banyak hari ini," balas tante Dewi.Setelah merasa cukup beristirahat dan menikmati minuman, Rendi kembali melayani satu-persatu dari ketiga perempuan itu. Hari semakin sore, stamina pun