Rendi tertegun mendengar apa yang disampaikan oleh Lisna. Dia tidak menyangka jika pak Anggara dan bu Ratna yang selalu baik di depannya, ternyata sebenarnya tidak demikian. Rendi seakan baru menyadari bahwa orang tua kekasihnya sangat mengharapkan mempunyai menantu yang terpandang.
"Maafkan aku, Mas. Jika yang barusan aku katakan menyakitimu," ucap Lisna dengan lirih. "Tapi ini perlu aku sampaikan... Dan jujur aja, aku pun tidak mengharapkan perjodohan itu. Karena biar bagaimanapun, aku sangat mencintaimu, Mas. Aku ingin kamu lah yang menjadi suamiku." Dengan lembut, Rendi mengulurkan tangannya, mengusap air mata kekasihnya. Rendi tahu bahwa Lisna merupakan perempuan yang setia dan sangat mencintainya. Akan tetapi, di satu sisi Rendi juga sadar bahwa untuk membuktikan bahwa dia layak menjadi suaminya, itu hal yang sulit wujudkan. Apalagi dengan kondisinya yang sekarang kehilangan pekerjaan. "Sayang... Aku gak marah sama kamu. Dan aku paham dengan apa yang diinginkan oleh kedua orangtuamu," ucap Rendi pelan. "Aku pun tidak ingin kamu dinikahi oleh lelaki lain. Sekarang aku akan berusaha untuk secepatnya menikahi kamu, bagaimana pun caranya aku akan melakukannya, dan membuktikan bahwa aku tidak pernah main-main sama kamu, Sayang." Mendengar itu, Lisna merasa lega. Meskipun dia tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Mengingat sudah banyak perusahaan yang menolak lamaran dari Rendi. Namun, Lisna percaya, jika Rendi bukanlah lelaki yang mudah menyerah. "Aku percaya sama kamu, Mas," ucap Lisna pelan. ** Setelah pertemuan dengan kekasihnya di sebuah cafe. Pukul 15:30 Rendi sudah berada di rumah Bu Dewi, yang tak lain adalah tantenya sendiri. Dengan wajah murung, dia duduk di sofa ruang tamu. Pandangannya terus tertuju ke luar melihat bu Dewi yang baru saja turun dari mobilnya. Sesaat kemudian pintu rumah itu dibuka. Bu Dewi seolah kaget melihat keponakannya yang sudah ada di rumah. "Rendi?" Bu Dewi mengerutkan keningnya. "Katanya kamu mau ketemuan sama Lisna. Tumben banget jam segini udah ada di rumah?" "Udah kok, Tante. Aku sama dia cuma ngobrol sebentar aja," jawab Rendi dengan suara yang tak seperti biasanya. Melihat ada yang aneh dengan keponakannya, Bu Dewi kemudian menghampiri, lalu duduk di sofa itu. "Kamu kenapa, Ren? Tante lihat-lihat kok kayak beda banget. Kamu lagi bertengkar sama Lisna?" tanya bu Dewi penasaran. "Enggak kok, Tante. Aku sama Lisna baik-baik aja," jawab Rendi. Dia berusaha terlihat biasa saja. "Rendi. Tante ini paham banget sama kamu, dan gak seperti biasanya kamu kelihatan murung kayak gini. Pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan," ucap bu Dewi menatap dalam-dalam keponakannya itu. Di situ Rendi menundukkan kepalanya sejenak, kemudian kembali menatap ke arah Bu Dewi yang duduk di depannya. "Tante. Apakah lelaki sepertiku tidak pantas bersanding dengan perempuan dari keluarga terpandang?" tanya Rendi. Suaranya terdengar serius. "Kenapa kamu nanya seperti itu, Ren? Menurut tante tidak ada yang salah dalam memilih pasangan, selama keduanya saling mencintai dan masing-masing keluarga menyetujui. Maka semuanya tidak ada yang perlu diperdebatkan, itu sah-sah saja," jawab Bu Dewi. "Nah itu masalahnya, Tan. Orangtua Lisna mengambil keputusan yang membuat aku nggak nyaman." Rendi kembali menundukkan kepalanya. "Maksudnya? Memang apa yang mereka lakukan, Ren?" Bu Dewi mengangkat alisnya. "Mereka akan menjodohkan Lisna dengan lelaki lain, Tan. Yang menurut Lisna, lelaki tersebut merupakan bos besar, yang juga sudah bekerja sama dengan perusahaan pak Anggara," jawab Rendi menjelaskan. "Menurut tante, apakah aku harus merelakan Lisna jatuh kepada orang lain? Meskipun sebenarnya aku tidak rela jika hal itu terjadi. Tetapi, aku sadar diri. Aku tidak punya jabatan apa-apa sekarang. Bagaimana bisa aku mendapatkan uang untuk membuktikan kepada kedua orangtua Lisna." Bu Dewi menatap dalam-dalam keponakannya. Dia tahu apa yang sedang dirasakan oleh Rendi. Sebagai keluarga, tentunya bu Dewi merasa tidak terima jika Rendi direndahkan oleh pak Anggara dan bu Ratna. "Rendi. Jangan bilang kamu menyerah! Justru kamu harus bisa membuktikan pada pak Anggara dan bu Ratna. Tante tahu, kamu sangat mencintai Lisna. Jadi tante nggak mau kamu menyerah dengan semua ini," ucap Bu Dewi mencoba memberikan support. "Yah... Aku memang tidak ingin jika Lisna menjadi istri orang lain. Tapi bagaimana caranya dalam waktu singkat aku bisa mendapatkan banyak uang, Tan? Sedangkan tante tahu sendiri, sekarang aku pengangguran ... Banyak perusahaan yang menolak lamaranku," ucap Rendi seakan putus asa. Saat itu Bu Dewi terdiam. Pikirnya terus mencarikan solusi untuk bisa membuat Rendi mendapatkan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang dengan sangat cepat. Hingga akhirnya Bu Dewi menemukan cara, dia tersenyum dan hatinya merasa yakin jika hal itu dijalani oleh Rendi, maka keponakannya itu akan cepat mendapatkan banyak uang. "Sekarang kamu tidak perlu bingung, Ren. Tante punya solusi buat kamu. Dan jika kamu mau menjalankannya, Tante yakin kamu bisa dengan mudah mendapatkan uang yang banyak," ucap bu Dewi tersenyum. "Hah?" Rendi tersentak. "Kerja apa, Tan? Pasti aku akan lakukan, karena aku butuh uang." "Sebelum tante menjelaskan. Kamu harus janji dulu sama tante. Jangan pernah cerita hal ini pada om kamu!" pinta bu Dewi pelan namun tajam. "Emangnya kenapa, Tan? Pekerjaan apa yang harus aku jalani?" Rendi mengerutkan keningnya. "Mungkin ini terdengar nakal. Tapi tante yakin, hanya dengan cara itulah kamu bisa secepatnya mendapatkan banyak uang, Ren," ucap bu Dewi serius. "Kamu bersedia kan menjadi seorang gigolo?" Seketika Rendi terperangah mendengar apa yang ditawarkan oleh bu Dewi. Rendi mengira dia akan ditawari perkejaan di kantor. Namun ternyata dia mendapatkan tawaran pekerjaan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. "Apa? Aku harus jadi gigolo?" Rendi terlihat tidak percaya. "Iya, Ren. Setahu tante profesi itu akan mampu membuat kamu cepat mendapatkan uang, dengan cara seperti itu, maka kamu bisa membuktikan pada kedua orang tuanya Lisna yang sudah merendahkan kamu," jawab bu Dewi. "Tapi, Tan. Jika aku melakukan hal itu, sama aja aku mengkhianati Lisna." "Iya, jika kamu berfikir seperti itu sih. Tapi apa kamu mau jika Lisna dinikahi oleh pria lain?" Bu Dewi mencoba membuat Rendi menuruti apa yang disarankannya. "Asal kamu tahu, Ren. Jika kamu mampu memuaskan perempuan yang menyewa kamu, mereka akan memberikan banyak uang. Bahkan kamu bisa diberi mobil dan barang-barang lainnya jika benar-benar disukai oleh orang yang membutuhkan kepuasan. Temen tante banyak, dan semuanya orang kaya, mereka selalu mencari gigilo demi memenuhi kebutuhan biologisnya. Dan ini kesempatan kamu, Ren!" Seketika Rendi terdiam. Tawaran dari bu Dewi terdengar begitu menggiurkan. Tetapi Rendi merasa tidak ingin mengkhianati kekasihnya. Di samping itu, dia pun dasar jika tidak melakukan apa yang tawarkan oleh Bu Dewi, bukan tidak mungkin Lisna akan jatuh kedalam pelukan orang lain. "Bagaimana, Ren? Kamu mau kan?" tanya Bu Dewi, tersenyum manis memperhatikan keponakannya yang dalam kebingungan. "Baiklah, Tante. Jika memang itu bisa membuat aku mendapatkan uang dengan cepat, aku siap," jawab Rendi, suaranya terdengar mantap. *****Mendengar ucapan Tante Dewi yang meminta dirinya untuk mempercepat gerakannya, Rendi pun segera menurutinya, karena ia juga mulai merasakan kenikmatan yang luar bisa dari jepitan goa tante Dewi yang mencengkram kuat. Hal itu membuat Rendi semakin bernafsu untuk memuaskan hasrat birahinya yang semakin memuncak. "Ahh... Enak, Sayang. Lagi Ren, yang kenceng. Awhhh." Tante Dewi sudah meracau, mendesah-desah merasakan kenikmatan yang luar biasa dari rudal perkasa milik Rendi yang berukuran besar.Saat itu juga Rendi terus mempercepat gerakannya, rudal itu menghujam keras di goa milik tante Dewi. Hingga membuat tante Dewi semakin mengeraskan desahannya, tidak lama kemudian tubuh tante Dewi mengejang, merasakan miliknya mengeluarkan cairan birahi. Rendi tersenyum sambil menghentikan gerakanya dan membiarkan tante Dewi yang menggeliat merasakan puncak kenikmatan. "Uhhhh ... Enak banget, Sayang. Tante udah keluar, ahhh." Tante Dewi benar-benar merasakan kenikmatan bercinta dengan keponakan
Rendi saat itu terdiam, ia nampak menimbang-nimbang apa yang dikatakan oleh Tante Dewi yang menawarkan dirinya untuk melanjutkan menjadi seorang gigolo. "Tante, apa dengan cara itu aku bisa cepat mendapatkan uang banyak? lalu bagaimana caranya aku bisa jadi gigolo selamanya?" tanya Rendi yang masih bingung. "Tentu bisa, Ren. kamu pasti bisa mendapatkan semuanya dengan cepat, dan mengenai caranya nanti tante yang akan bantuin kamu, tante yang akan cariin temen-temen tante yang kesepian, yang butuh kepuasan. Karena jika kamu berhasil membuat mereka puas, mereka pasti akan ngasih uang banyak sama kamu, termasuk tante Yeni waktu itu," jawab tante Dewi menjelaskan.Rendi terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya mulai paham dengan apa yang diutarakan oleh tante Dewi. Dengan demikian maka Rendi merasa mantap untuk mengikuti usulan yang disarankan oleh tante Dewi, yang akan membuat dirinya cepat kaya supaya bisa membuktikan kepada kedua orangtua Lisna yang sampai saat ini masih merendahkann
Karena merasa kelelahan Lisna terlihat tidak bisa apa-apa, tubuhnya berasa sangat lemas. Rendi yang melihat Lisna seperti itu, ia kemudian berbaring di sebelahnya dengan nafas yang tersengal-sengal. Dilihatnya wajah Lisna yang berkeringat serta nafasnya yang berat.Saat itu Rendi benar-benar merasakan puas bisa menanam benih di rahim kekasihnya, ia sangat berharap bisa segera mempunyai anak hasil hubungannya dengan Lisna, walaupun mereka belum menikah, namun Rendi merasa percaya diri kalau dirinya bisa segera menikahi Lisna, wanita yang sangat dicintainya dari sejak masih sekolah SMP.Kini Lisna telah jatuh dipeluknya, dan mahkota kewanitaannya telah berhasil ia renggut. Akan tetapi, Rendi sudah berani bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya kepada Lisna. "Sayang ... Minum dulu, Sayang. Lemes banget yah," ucap Rendi sambil mengusap-usap rambut kekasihnya."Iya, Sayang. Aku lemas banget," jawab Lisna dengan nafas yang berat.Mendengar ucapan kekasihnya, Rendi kemudian bangkit l
Hehe. Punya lah, Sayang. Aku dikasih bonus sama paman, pokonya kerjaan ini uangnya cukup banyak, dan tentunya aku bisa kumpulin buat biaya pernikahan kita," jawab Rendi tersenyum, tangan kirinya memegangi tangan kekasihnya. Pada saat itu Lisna tersenyum, ia terdiam seolah tidak mau lebih dalam tentang pekerjaan kekasihnya. Lisna semakin merasa yakin dengan perkataan Rendi yang selalu membuatnya tenang. Karena semula Lisna ketakutan jika Rendi sampai tidak bisa menikahinya dalam waktu dekat, hal itu tentunya akan membuat kedua orangtuanya marah, dan terpaksa akan menjodohkan dirinya dengan pria lain. Lisna terdiam menatap penuh kearah kekasihnya yang nampak tersenyum bahagia sambil menyetir mobil itu. "Sayang. Kita ke hotel aja yuk," ucap Rendi mengajak. "Ke hotel? Mau ngapain, Mas?" Lisna terlihat kaget mendengar Rendi yang mengajak ke sebuah hotel. "Aku butuh kepuasan, Sayang. Aku ingin menikmati lagi tubuh kamu," jawab Rendi sedikit tertawa sambil mencubit lembut pipi Lisna.
"Hallo," ucap tante Dewi seteleh meletakan handphone itu di telinganya. "Iya, hallo. Loh kok tante yang angkat? Rendi kemana, Tante?" sahut Lisna dari sebrang sana, yang merasa heran. "Rendi lagi di kolam renang, Lis. Biasa dia kalau jam segini suka renang," jawab tanye Dewi yang kemudian bangkit dari duduknya lalu berjalan untuk menghampiri Rendi. "Sebentar yah, tante kasih samperin Rendi dulu," sambungnya. Beberapa saat kemudian tante Dewi memanggil yang sedang berenang menikmati segarnya air kolam. Rendi yang mendengar panggilan itu, ia kemudian bergegas untuk menghampirinya tante Dewi, Rendi kemudian naik dengan tubuh yang masih basah. "Ada apa, Tante?" tanya Rendi kebingungan "Ini Lisna yang telfon, nih," jawab tante Dewi sambil mengasongkan handphone itu. Rendi langsung meraihnya dan terus berbicara dengan kekasihnya itu. Sementara tante Dewi berjalan masuk kembali. Rendi duduk di kursi santai, ia terlihat senyum-senyum sendiri karena kekasihnya mengajaknya jalan. "
Rendi tidak henti-hentinya memainkan senjatanya walaupun perempuan itu sudah menepuk-nepuk pahanya, memberikan kode agar Rendi melepaskan miliknya. Setelah cukup lama, Rendi kemudian mengeluarkan miliknya dari dalami mulut perempuan itu. Terlihat jika dia seakan merasakan mual hingga tidak terasa matanya berkaca-kaca.Rendi tersenyum melihat perempuan itu, kemudian meminta untuk melebarkan kakinya, setelah itu ia mengarahkan mikiknya tepat di bibir mahkota milik Yeni. "Ren ... Pelan-pelan yah. Punya kamu gede banget," pinta tante Yeni memelas, nafasnya sudah tersengal-sengal. "Iya, Sayang ... Nikmati aja," jawab Rendi tersenyum menatap tante Yeni.Tidak menunggu lama lagi, Rendi dengan perlahan menekan senjatanya hingga masuk kedalam goa milik tante Yeni. Saat itu juga tante Yeni mengerang, ia meringis saat merasakan benda keras memasuki area mahkotanya. Namun Rendi menekannya hingga masuk lebih dalam. "Awwww... Ahhhh, Ren. Ahhhh," pekik tante Yeni mengerang, karena baru merasa