Share

Bab 6

Salma menggeram dengan kesal saat telepon diputuskan secara sepihak oleh Felix. "Benar-benar keterlaluan! Rupanya dugaanku benar jika dia sedang bermain dengan wanita lain. Berani sekali dia berselingkuh di belakangku. Lihat saja Felix! Aku tidak akan melepaskanmu dan aku tidak akan membiarkanmu menduakan diriku!" Tangannya terkepal dengan sorot mata yang memancarkan dendam.

Dia memang terlalu sibuk dengan dunia keartisannya, tetapi Salma juga tidak ingin jika Felix berpaling darinya, karena dia ingin menggenggam pria itu agar tidak bisa lepas dari hidupnya. Sebab Felix benar-benar berharga di dalam karirnya.

"Papa ... Papa ..." Putri terus saja mengigau memanggil nama Felix, membuat Salma seketika mendengkus dengan kasar, karena putrinya terus saja memanggil nama pria itu yang saat ini tengah bersenang-senang bersama dengan Bella.

"Dasar anak sialan! Kenapa kau tidak mati saja sekalian, hah!" gerutu Salma dengan kesal.

Biasanya seorang ibu akan tiba dan penuh kasih sayang, walaupun dia begitu membenci darah dagingnya. Tetapi berbeda dengan Salma, kebencian di dalam hatinya sudah mendarah daging sehingga saat Putri sedang sakit pun keibuannya tidak terkeluar sama sekali. Bahkan ia seakan tidak perduli mau Putri tiada sekalipun.

"Bibi!" teriaknya memanggil pelayan.

"Iya Nyonya," jawab bi Sumbi.

"Jaga anak sialan ini! Aku tidak ingin mengurusnya. Jika dia semakin parah bawa saja ke rumah sakit, atau biarkan saja di sini biar dia tiada sekalian," ucapnya dengan enteng dan tak perduli, kemudian melenggang pergi meninggalkan kamar Putri.

Bi Sumbi menggelengkan kepalanya sambil mengurut dada. "Ya Allah, baru kali ini aku melihat seorang ibu yang tega mengatakan hal itu pada putrinya sendiri. Bahkan tega mendoakan hal yang buruk. Semoga Nyonya Salma bisa cepat sadar, kasihan non Putri yang tidak pernah dianggap olehnya," lirih bi Sumbi dengan tatapan iba, kemudian dia mengompres tubuh Putri agar panasnya turun.

.

Sementara di tempat lain, Bella baru saja selesai berpakaian dan dia sedang bersantai di balkon. "Tuan, rasanya aku sangat bosan jika terus-terusan di apartemen dan tidak bekerja."

"Memangnya kenapa?" Felix memeluk tubuh Bella dari belakang. "Bukankah aku sudah membayarmu? Kau hanya perlu mengangkat kedua pahamu dan melayaniku dengan baik."

Bella berdecih, hatinya kembali tersayat saat mendengar kata-kata vulgar yang terlontar dari mulut pria tampan itu. Walaupun kenyataannya memang benar dia adalah wanita murahan yang sudah dibeli harga dirinya.

"Mau sampai kapan Tuan seperti ini? Apakah Tuan tidak kasihan dengan istri dan juga anak, Tuan," ucapnya dengan nada yang begitu datar.

Felix yang mendengar ucapan Bela segera melepaskan pelukannya. Seketika raut wajah hangatnya mendadak menjadi dingin, tatapannya lurus ke arah depan dengan helaan nafas yang begitu kasar.

"Tidak usah ikut campur dalam kehidupanku! Kau hanya perlu mengikuti semua perintahku tanpa kau harus tahu rumah tanggaku. Mau aku bermain dengan wanita manapun, itu adalah kehendakku," jawabnya dengan nada tak suka, "jangan pernah merusak suasana saat aku berada di dekatmu! Jangan pernah membahas keluargaku, karena aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu."

Bella mengangkat satu alisnya, dia melihat dari sudut ekor matanya pada pria tampan yang saat ini sedang berada di sampingnya. Kemudian Felix masuk ke dalam sementara wanita itu masih betah berada di balkon.

'Dasar pria aneh. Masa bertanya seperti itu saja dia marah? Tapi apa yang dikatakan benar, aku tidak peduli mau bagaimana rumah tangga dia bersama dengan istri dan juga anaknya, itu bukanlah urusanku. Aku berharap pekerjaan ini akan segera selesai dan aku bisa hidup dengan bebas.' batin Bella sambil menerawang jauh.

"Kau tinggallah di sini, lakukan apa yang kau mau! Tapi kau harus mempersiapkan diri di saat aku butuh kapanpun itu, kau paham? Aku akan kembali ke kantor." Felix mencium Bella kemudian dia pergi meninggalkan apartemen tersebut.

Saat sampai di lantai bawah dia sudah dijemput oleh asistennya. "Kita ke kantor sekarang!" titahnya.

"Baik Tuan," jawab Iqbal.

Felix yang teringat dengan putrinya, dia segera menelpon rumah dan yang mengangkatnya adalah bi Sumbi lalu dia pun menanyakan keadaan Putri, namun seketika rahangnya mengeras dengan sorot mata yang begitu tajam.

'Dia benar-benar keterlaluan. Putri adalah darah dagingnya, tapi dia sama sekali tidak peduli. Seorang Ibu macam apa Salma? Dia bahkan lebih mementingkan karirnya ketimbang kesehatan putrinya sendiri. Kak Bayu, Kak Bayu ... kenapa bisa kau memilih wanita jahanam sepertinya?' Felix memijit kening saat mengingat bagaimana sifat Salma.

"Iqbal, kita tidak jadi ke kantor, pulang ke rumah!" titahnya dan langsung dibalas anggukan oleh.

Sesampainya di sana Felix langsung menuju kamar Putri dan menggendongnya masuk ke dalam mobil untuk membawanya ke rumah sakit.

"Papa tidak akan membiarkan kamu sakit, Nak. Maaf jika Papa tadi tidak menghiraukanmu. Papa hanya ingin melihat bagaimana ibumu merawatmu saat kamu sedang sakit keras, tapi ternyata dia lebih mementingkan karirnya ketimbang dirimu."

Iqbal menatap sedih ke arah Felix dari pantulan cermin. Dia sudah menjadi asisten Felix selama 10 tahun lamanya.

'Kasihan tuan Felix, dia harus mengurus anak dari almarhum kakaknya dan mendapatkan istri yang tidak pernah bisa bersyukur seperti Nyonya Salma.'

Sesampainya di rumah sakit Putri langsung dibawa ke ruang UGD, setelah itu dipindahkan ke ruang rawat inap. "Papa jangan tinggalkan Putri! Putri tidak ingin jauh-jauh dari Papa," pintanya saat gadis itu tersadar.

"Papa tidak akan jauh-jauh dari kamu Nak," jawab Felix.

Jam menunjukkan pukul 20.00 malam, sudah setengah hari dia menemani Putri di rumah sakit dan dirinya ingin pulang untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Dia pun menelpon bi Sumbi untuk menggantikan posisinya menjaga Putri.

Sesampainya di rumah benar saja Salma sudah ada di sana dan sedang membaca majalah. Tetapi Felix melenggang masuk begitu saja tidak peduli dengan kehadiran wanita itu yang sudah mencampakan putrinya sendiri.

"Wow! Ternyata kamu masih ingat rumah ya, setelah bermalam dengan wanita murahan itu?" Sindir Salma sambil melipat tangannya di depan dada.

"Aku tidak ingin berdebat." Felix berkata dengan nada dinginnya sambil melenggang menaiki tangga, namun Salma mengikuti pria itu.

"Kau bahkan tidak memperdulikan putrimu. karena kau sedang enak digenjot oleh wanita simpananmu itu bukan? Tapi Felix, aku yakin kok kau tidak akan betah lama-lama dengan wanita yang murah harga dirinya. Apa kau tidak sadar, jika kau ini sudah menikah bahkan mempunyai anak? Mereka hanya ingin hartamu saja Felix. Kenapa kau begitu bodoh?"

Seketika pria itu membalikkan tubuhnya menatap tajam ke arah wanita yang selama ini sudah menemaninya. "Lalu apa bedanya denganmu?" tanyanya dengan tatapan yang begitu datar. "Kau pun tidak jauh berbeda dengan mereka. Bukankah kau juga hanya ingin hartaku?"

"Jaga ucapanmu ya Felix!" tunjuk Salma dengan sorot mata yang tajam.

"Kauyang harus menjaga ucapanmu Salma! Apa selama ini kau memenuhi kebutuhanku? Apa selama ini kau mengabdi kepadaku? Apakah selama ini kau bisa menjadi istri dan ibu yang baik untukku dan juga Putri? tidak bukan? Kau hanya mementingkan karirmu sendiri, bahkan anakmu sedang sakit pun kalau tidak perduli, dan lebih parahnya adalah ... kau ingin dia tiada. Apakah itu naluri seorang ibu? Apakah itu dinamakan seorang wanita yang mempunyai hati? Tidak. Kau tidak lebih baik dari seekor binatang. Bahkan binatang saja akan merasa sedih saat melihat anaknya sakit dan terluka, tapi kau ... bahkan hatimu melebihi iblis!" sentak Felix yang sudah jengah dengan sikap Salma yang selalu menyalahkan dirinya tanpa ingin disalahkan.

BERSAMBUNG.....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status