Share

Bab 6

last update Last Updated: 2024-11-29 19:37:34

Setelah beberapa saat lamanya Aluna berada di dalam cafe tersebut, gadis itu pun memutuskan untuk pergi sana. Ia tidak memutuskan pulang. Melainkan mendatangin rumah temannya. Jarak dari cafe ke rumah Putri hanya memakan waktu kurang lebih setengah jam.

Ojek online yang mengantarkan dirinya sudah tiba di depan halaman rumah putri yang terlihat sangat nyaman. Rumah yang berdiri dengan bentuk minimalis itu terlihat sepi. Ia mendesah pelan, merasa menyesal tidak mencoba untuk menghubunginya terlebih dahulu.

Dengan perasaan ragu-ragu, ia melangkah pelan sembari melihat kesekelilingnya.

Tok! Tok! Tok!

Ia mulai mengetuk pintu jati yang ada dihadapannya, hingga ketukan ketiga barulah terdengar suara teriakan dari dalam.

"Walaikumsalam... ya sebentar!!" teriak suara yang berasal dari dalam rumah, suara itu terdengar tidak asing ditelinga Aluna.

Sesaat kemudian, daun pintu mulai terbuka secara pelan. "Aluna!?" pekik Putri memeluk tubuh ramping temannya, Aluna hanya menyengir kuda saja melihat dirinya.

"Tumben banget, lo keluar rumah." Tanyanya heran seraya menaikan satu alisnya keatas, dia menatap wajah Aluna yang terlihat sangat lesu. "Ada apa? apa ada masalah?" tatapannya tampak menyelidik.

Untuk beberapa saat lamanya, tidak ada respon dari gadis cantik itu, Putri menarik lengan Aluna untuk membawanya masuk kedalam kamarnya. "Istirahat aja di dalam, bentar lagi adek gue pulang." katanya.

"Gue ganggu nggak?" tanya Aluna mendongak kearah temannya, Putri hanya menggeleng.

"Gue kebelakang dulu. ya? bentar aja."

"Oke."

.

Tidak lama Putri kembali masuk kedalam kamar dengan membawa beberapa makanan yang berada diatas nampan, beserta satu botol minuman dingin.

"Nih, biar nggak setres." Ujar Putri meletakkan nampan di atas nakas kamarnya.

"Makasih, ya."

Aluna langsung meraih satu kaleng minuman dingin, lantas membukanya dan meneguknya hampir separuhnya. Putri menatap temannya itu dengan wajah herannya.

"Emak, lo, kemana?" tanya Aluna setelah meletakkan kaleng minuman diatas nakas.

"biasalah, lagi arisan gang sebelah"

Aluna mengangguk pelan. Ia merebahkan tubuhnya diatas ranjang kamar Putri. Matanya menatap ke atas langit-langit kamar yang bernuansa biru muda

"Gue pusing, Put." Ujarnya tanpa mengalihkan tatapannya keatas langit-langit kamar.

"Pusing kenapa?" tanya Putri menatap wajah Aluna sembari mulutnya penuh dengan camilan.

"Gue butuh uang 35 juta, Put" katanya membuat mata Putri melotot, hampir saja ia tersedak.

"Buat apa?"

"Beberapa hari lalu, gue nabrak mobil orang."

"Terus, terus, gimana?" wajah Putri tampak serius dan penasaran, ia merapatkan tubuhnya semakin dekat ke tubuh Aluna.

"Ya, gue harus ganti rugi."

Hingga beberapa saat lamanya, tidak ada yang bersuara sama sekali, pikiran kedua gadis itu sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

"Put." Aluna memecah keheningan, sontak panggilan itu membuat Putri kembali menatap kearah Aluna.

"Lo punya kenalan orang nggak, yang bisa ngasih pinjaman." Ucapnya membalas tatapan temannya itu, dan membenarkan posisinya untuk duduk, sejajar dengan Putri.

Wajah Putri nampak seolah berpikir. "Rentenir, maksud lo?" ucapnya setelah beberapa saat lamanya terdiam.

Aluna tampak ragu-ragu, ia sebenarnya sangat membenci dan menghindari sosok rentenir, sebab, keuangan keluarga cukup morat marit gara-gara sang ayah meminjam uang kepada rentenir. Ia menarik nafasnya dalam-dalam.

"Gue sebenarnya nggak mau berurusan sama yang namanya rentenir, Put." ujarnya dengan nada lemas.

"Terus?" jawab Putri dengan wajah lucunya, "lo, bisa pake duit tabungan gue dulu, Al." Imbuhnya

Aluna mendesah pelan, "Makasih, Put. Lo simpen aja tabungannya, biar gue pinjem ke tempat lain aja."

Putri terus membujuk Aluna, namun semuanya hanya sia-sia, Aluna menolak dengan keras tawaran Putri. Ia tidak ingin merepotkan temannya.

"Udah, Put. Lo, nggak usah ikut mikirin masalah gue, ya?".

Putri mendesah pelan, temannya itu cukup keras kepala.

********

Tidak terasa, hari telah menjelang sore, Aluna memutuskan untuk pulang, jarum jam telah menunjukkan hampir 4 sore. Ia keluar dari kamar dan dibelakangnya tampak putri mengekorinya. Saat tiba di depan ruang tamu, beberapa anak muda sedang duduk santai sembari bermain ponsel. Mereka adalah teman dari adiknya.

Aluna menganggukan kepalanya dengan tersenyum dan dibalas oleh adik dan teman-temannya.

Setelah menunggu beberapa saat lamanya, ojek online yang telah di pesannya sudah sampai di depan rumah. Lantas, Aluna berpamitan kepada temannya, esok mereka harus kembali lagi bekerja.

Saat di perjalanan, Aluna berniat untuk mampir barang sebentar di sebuah swalayan, sebelum turun ia berpesan kepada tukang ojek online untuk menunggunya. Ia melangkah menuju pintu masuk, lalu berjalan mengambil keranjang.

Kaki jenjangnya mulai menyusuri deretan rak-rak besar nun tinggi, ia mengambil beberapa camilan ringan, lalu mengambil kebutuhan pribadinya dan tak lupa ia membelikan beberapa bahan kue untuk ibunya. Saat ia sudah sampai di rak paling belakang, kedua netranya tidak sengaja menangkap sosok yang sangat tidak asing baginya.

Disty. Ya, gadis itu nampaknya sedang memilih dan mengambil beberapa camilan yang sudah ia masukan kedalam keranjang, gadis itu tidaklah seorang diri, disampingnya seorang laki-laki yang sudah cukup matang berdiri dengan mesra memeluk erat pinggang adiknya.

Aluna tampak ragu antara ingin menghampirinya atau membiarkannya saja. Setelah cukup lama berpikir, akhirnya Aluna mendekatinya.

"Disty" panggilnya saat jaraknya tinggal beberapa langkah saja, merasa namanya dipanggil, gadis itu memutarkan tubuhnya dan menoleh ke arah sumber suara.

Wajahnya menyiratkan sebuah keterkejutan disana, namun. dengan cepat ia bersikap biasa saja. Kedua matanya menatap kakaknya dengan pandangan menyelidik dan tanpa mengatakan apapun.

Dari jarak yang dekat seperti ini, Aluna bisa melihat dengan jelas rupa laki-laki yang Aluna kira kekasihnya, cukup matang mungkin usianya tiga puluh tahunan. Laki-laki itu menatap Aluna secara intens dari ujung kepala hingga kaki, sepertinya ia tertarik dengan gadis yang ada dihadapannya.

Dari segi penampilan, tentu Aluna jauh lebih unggul dari kedua adiknya. Aluna memiliki tubuh yang ideal, kulit putih bersih dan bulu matanya yang lentik alami, cocok dengan rambutnya yang panjang terurai.

Aluna berdehem kecil, sebab ia tampak risih karena diperhatikan terlalu intens,

"Kamu, nggak pulang, Dis?" tanya Aluna kepada Adiknya. Wajah adiknya memperlihatkan rasa tidak sukanya saat ditegur oleh kakaknya.

"Serah gue!" jawabnya ketus, "mending lo pulang sana." imbuhnya, seraya menarik lengan kekasihnya untuk pergi dari sana. Rasa kesal tumbuh dihati Disty, sebab, ia menyadari jika kekasihnya sejak tadi terus mencuri pandang kearah kakaknya.

Tanpa mengucapkan kata sepata lagi, Disty pergi meninggalkan Aluna yang masih mematung di tempatnya.

Aluna menghela nafasnya, lalu, ia segera pergi ke meja kasir. Menyerahkan keranjang belanjaannya disana, sekilas ia melihat sang adik baru saja keluar dari pintu swalayan, Aluna terus memperhatikannya saat sebuah mobil hitam yang membawa adiknya pergi dari sana.

"Jangan sampai dia bikin susah gue nantinya" bisiknya dalam hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menjadi Wanita Simpanan   Bab.11

    Karena Gerald tak kunjung pergi, akhirnya, Aluna memberanikan dirinya untuk pergi dan pulang terlebih dahulu. "Ma-maaf, Pak. Jika tidak ada lagi yang ingin di bicarakan, saya izin untuk pulang." Ucapnya, Suami Jessica itu yang awalnya berpura-pura memainkan ponselnya, kini tatapannya beralih menatap gadis cantik yang ada dihadapannya itu. "Ok, silahkan." Jawabnya. Sebelum benar-benar beranjak dari duduknya, Aluna sekali lagi mengingatkannya kepada laki-laki tampan yang ada dihadapannya ini. "Jadi, saya tidak ada lagi hutang apa pun kepada, anda, Pak." cetusnya, dan Gerald hanya mengangguk sebagai responnya. Setelah itu, barulah Aluna beranjak dari duduknya dan menganggukan kepalanya pelan kearah Gerald, lalu ia melenggang pergi keluar cafe, meningggalkan Gerald seorang diri disana. Gadis cantik berkulit putih itu bernafas dengan lega, kini ia harus memikirkan untuk mengumpulkan uang untuk membayar hutangnya tiga bulan kedepan. "Kayaknya, aku perlu mencari pekerjaan tambaha

  • Terpaksa Menjadi Wanita Simpanan   Bab.10

    Aluna berdehem kecil untuk menetralkan perasaannya, sedari tadi jantungnya dibuat berdebar-debar, sesekali ia meremas ujung baju kemeja sampai terlihat kusut. "Maaf, Mbak Rini, kedatangan saya kemari ingin meminjam sejumlah uang. Itu jika, Mbak, memberikannya" ucap Aluna langsung mengutarakan maksud kedatangannya tanpa basa basi. Dengan wajah ketusnya, wanita bertubuh gempal itu sedikit mendongakan wajahnya, terlihat angkuh dan sombong. "Rata-rata semua orang yang datang kerumah ku, ya, pada pinjam uang semua. Namanya juga orang miskin." Ucapan pedas wanita gempal itu membuat Aluna menahan nafasnya, ia merasa tersinggung dengannya. Jika bukan karena dirinya terdesak, wanita cantik berambut panjang itu tidak akan sudi untuk berurusan dengan seorang rentenir. Hening, Aluna kehabisan kata-katanya. "Jadi, kamu mau pinjam berapa?" Bu Rini menatap Aluna dengan tidak suka, ia sebenarnya khawatir, takut jika sang suami tanpa sengaja melihat Aluna yang berwajah cantik lalu kepincu

  • Terpaksa Menjadi Wanita Simpanan   Bab.9

    "Lun, gimana? udah dapat solusinya?" tanya Putri di suapan terakhirnya, mulutnya penuh dengan makanan, ia menatap kearah wajah temannya itu dengan rasa penasaran yang menggebu. Aluna hanya menggeleng seraya mengangkat bahunya ringan sebagai responnya. "Kalian lagi ngomongin apa, sih?" tanya bella yang sejak tadi menyimak obrolan kedua temannya, ia merasa ada yang terlewatkan tentang kedua temannya itu. Bella menatap secara bergiliran Aluna dan Putri. "Panjang ceritanya" timpal Aluna dengan malas, ia masih menikmati semangkuk mie yang hanya tinggal beberapa suap lagi. Reflek Bella melirik kearah Putri, seolah meminta penjelasan kepada temannya itu. Setelah mendapatkan persetujuan dari Aluna untuk menceritakan kejadian yang menimpa temannya itu. barulah Putri berani membeberkan nasib sial yang menimpa teman keduanya. Kedua mata Bella melotot mendengar penuturan cerita dari Putri tanpa ada yang di tambah-tambahi atau dikurang-kurangi sama sekali. Hati Bella menjadi

  • Terpaksa Menjadi Wanita Simpanan   Bab.8

    Tangan Gerald mulai bergerlyangan diatas permukaan kulit tubuh Jessica, entak sejak kapan tangan Gerald sudah menyusup masuk kedalam bajunya. Bibir keduanya saling melumat dan bertukar saliva, suara lenguhan keluar dari mulut Jessica, membuat Gerald semakin terbakar nafsunya. Tiba-tiba, suara bunyi ponsel Gerald yang berada diatas meja kerjanya membuat keduanya menghentikan aksinya, wajah cantik Jessica terlihat tidak suka. Sedang Gerald ia hanya mendengkus keras. Ia menggeserkan posisi Jessica kesamping agar dia bisa leluasa meraih ponselnya. "Siapa, sih, Sayang?" tanyanya dengan nada kesal. "Hanya rekan bisnis, Sayang!" jawab Gerald santai, lalu kembali melanjutkan aksinya yang sempat tertunda beberapa menit lalu. Ia kembali menyerang Jessica tanpa ampun. Namun, di dalam setiap permainan ranjang mereka, Jessica lebih mengendalikannya, sebab ia takut jika sang suami tidak merasa puas dengan servisnya. Seperti malam ini, pinggulnya yang ramping bergerak lincah naik turun di

  • Terpaksa Menjadi Wanita Simpanan   Bab.7

    Setelah membayar semua barang belanjaannya, Aluna meminta pada tukang ojek online itu untuk langsung mengantarkannya pulang. Disepanjang perjalanan pulang isi kepalanya kembali memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu. "Astaga! Pusing banget kepala ku" bisiknya dalam hati. Beberapa menit kemudian, gadis cantik tersebut sudah sampai didepan rumah. Ia memberikan uap tips kepada tukang ojek yang usianya mungkin masih seumuran dengannya. Pintu utama rumahnya terlihat terbuka, ia sampai dirumahnya jarum jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. "Assalamualaikum..." serunya seraya masuk kedalam rumah. "Walaikumsalam..." terdengar sahutan seorang perempuan dari arah dapur. Gadis cantik berambut panjang itu menghampiri ibunya dan mencium punggung tangannya, ia menyerahkan bungkusan kantong plastik kepada ibunya. "Apa ini, kak?" tanya ibunya dengan raut wajah yang bertanya-tanya. "Itu bahan kue untuk ibu" jawab Alu

  • Terpaksa Menjadi Wanita Simpanan   Bab 6

    Setelah beberapa saat lamanya Aluna berada di dalam cafe tersebut, gadis itu pun memutuskan untuk pergi sana. Ia tidak memutuskan pulang. Melainkan mendatangin rumah temannya. Jarak dari cafe ke rumah Putri hanya memakan waktu kurang lebih setengah jam. Ojek online yang mengantarkan dirinya sudah tiba di depan halaman rumah putri yang terlihat sangat nyaman. Rumah yang berdiri dengan bentuk minimalis itu terlihat sepi. Ia mendesah pelan, merasa menyesal tidak mencoba untuk menghubunginya terlebih dahulu. Dengan perasaan ragu-ragu, ia melangkah pelan sembari melihat kesekelilingnya. Tok! Tok! Tok! Ia mulai mengetuk pintu jati yang ada dihadapannya, hingga ketukan ketiga barulah terdengar suara teriakan dari dalam. "Walaikumsalam... ya sebentar!!" teriak suara yang berasal dari dalam rumah, suara itu terdengar tidak asing ditelinga Aluna. Sesaat kemudian, daun pintu mulai terbuka secara pelan. "Aluna!?" pekik Putri memeluk tubuh ramping temannya, Aluna hanya menyengir kuda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status