Share

part 2

Penulis: El Furinji
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-26 19:15:37

 

“Ada apa, Ma? Kenapa Mama datang ke sini?” tanya Azka setelah membuka pintu. Lelaki itu mengucek mata berlagak baru bangun tidur, tapi Mama dan adiknya sama sekali tak percaya.

 

“Di mana kamu sembunyikan perempuan itu?” Widya menerobos masuk ke kamar anaknya. Dia langsung mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari-cari sosok perempuan yang diceritakan Bik Warti.

 

“Mama ngomong apa sih? Perempuan siapa? Di sini enggak ada siapa-siapa! ” ucap Azka berpura-pura bodoh, padahal dia tahu apa yang sedang Mamanya bicarakan.  

 

Widya tak menanggapi ucapan Azka, tapi terus mencari-cari di seluruh ruangan. Begitu juga dengan Alex yang ikut membantu Mamanya. Namun, hingga dua menit berlalu, mereka tak menemukan apa yang di cari.

 

“Siapa pun kamu, cepat keluar! Atau rumah ini aku bakar!” Widya berteriak keras mengultimatum.

 

Naura yang berada di dalam lemari pakaian langsung panik. Buru-buru  keluar dari persembunyian ketimbang mati konyol di rumah orang.

 

Widya menggeleng pelan saat melihat perempuan menyembul dari dalam lemari. Dia merasa telah gagal mendidik Azka hingga menjadi liar seperti itu.

 

“Apa sekarang kamu masih berani berkilah?” sindir Widya.

 

Azka menoleh ke arah mata Mamanya memandang. Kali ini dia tak bisa mengelak lagi karena sudah tertangkap basah oleh Mama dan Adiknya.

 

“Hei ... kamu! Cepat ke sini!” titah Widya pada Naura yang hanya berdiri di depan lemari.

 

Ragu, Naura memberanikan diri untuk mendekat. Sama sekali tak berani mengangkat wajah saking takutnya dengan keadaan serba mengejutkan itu.

 

“Kalian berdua duduk!” titah Widya kemudian.

 

Azka menurut. Dia duduk di tepian ranjang, baru setelah itu Naura duduk tak jauh darinya.

 

“Sejak kapan kalian berdua sering begini?” cecar Widya dengan suara bergetar.

 

“Apaan sih, Ma! Kami cuma main-main doang!” sahut Azka yang merasa risi dengan intimidasi Mamanya.

 

“Siapa yang mengajarimu main perempuan?” sentak Widya yang mulai kesulitan mengontrol emosi, “Mama perempuan!  Bagaimana perasaanmu jika ada yang melecehkan Mama?”

 

Suasana mendadak hening. Tak ada yang terdengar selain deru nafas memburu berkejaran dengan bunyi detak jam di dinding. Sama sekali Azka tak berani menyahut, apalagi membantah. Dia tahu betul Widya sangat marah dengan ulahnya yang suka gonta-ganti perempuan.

 

“Hei ... kamu! Sudah berapa kali Azka mengajakmu tidur?”

 

Suara Lantang Widya memecah keheningan. Naura sontak kaget saat menyadari bahwa dirinyalah yang sedang diajak bicara.

 

“Aku ... kami belum pernah melakukan apa pun,” sahut Naura tergagap.

 

“Iya. Kami tak saling kenal,” imbuh Azka.

 

Benar adanya jika Azka dan Naura tak saling kenal. Mereka kebetulan bertemu saat Azka datang ke rumah anak buahnya yang dianggap menggelapkan uang perusahaan. Saat itu terlintas di pikiran Azka untuk menjadikan Naura tumbal dari kesalahan yang dilakukan orang tuanya.

 

Saat menatap wajah sembab Naura, Widya melihat kejujuran di sana. Namun, itu tak serta merta membuatnya percaya.

 

“Tak saling kenal, tapi kalian datang bersama dan berduaan di dalam kamar dengan pintu yang dikunci. Apa Mama harus percaya bualanmu?”

 

Azka terdiam. Ucapannya memang terdengar  tak masuk akal, bahkan  dari awal dirinya memang berniat untuk melecehkan Naura. Hanya saja, keberuntungan masih berpihak pada gadis itu.

 

“Mama enggak mau tahu! Kamu harus bertanggung jawab menikahi dia!” tukas Widya kemudian.

 

Kontan saja Azka dan Naura terperanjat. Mereka saling tatap sebentar, lalu sama-sama membuang pandangan.

 

“Apa-apaan, Ma! Bagaimana bisa Mama memintaku menikahi perempuan yang tak kukenal!” protes Azka.

 

Bukan tanpa alasan Widya meminta mereka menikah. Hal itu dilakukan agar anaknya tak lagi berbuat zina yang dosanya teramat besar. Terlebih saat ini mereka sudah terpergok berduaan di dalam kamar dengan pintu yang terkunci dari dalam.

 

“Itu konsekuensi dari perbuatanmu yang suka membawa perempuan ke kamar. Mama enggak mau kamu terus berdosa!” tegas Widya.

 

“Iya! Nikahi saja perempuan itu, Mas! Sepertinya dia perempuan baik-baik yang kamu sesatkan,” imbuh Alex yang sedari tadi hanya diam menyimak.

 

“Diam kamu!” Azka menatap adiknya dengan sepasang mata melotot.

Sama sekali Alex tak merasa takut dengan bentakan kakaknya. Malah dia tersenyum seperti mengejek.

 

“Kamu yang diam, Azka!” sambar Widya cepat, “kamu harus segera menikahi dia!”

 

Azka langsung diam. Dia sadar saat ini dirinya dalam posisi tak menguntungkan. Jika membantah ucapan sang Mama, sama saja mencari penyakit.

 

“Ta-tapi ... aku ...  sudah ... “ Naura hendak mengatakan sesuatu, tapi bibirnya mendadak kelu. Hari ini takdir sedang mempermainkan perasaan dan pikirannya.

 

“Oh ... jadi kamu menolak dinikahi? Kamu lebih suka ditiduri tanpa kejelasan? Perempuan macam apa kamu?” sambar Widya.

 

Naura langsung terdiam. Kalimat yang baru saja didengar menyerupai sebuah tamparan baginya. Karena satu alasan dia hendak merelakan kesuciannya, tapi masih ragu ketika hendak dinikahi oleh lelaki yang sama. Pikiran macam apa itu?

 

“Aku enggak mau menikahi dia!” pungkas Azka kemudian.

 

“Oh ... jadi kamu menolak bertanggung jawab? Terserah kamu saja, tapi Mama akan mencoretmu dari daftar ahli waris. Silakan hidup sendiri agar kamu bebas melakukan semua keinginanmu!” ancam Widya.

 

Azka mendengkus kesal, tapi tak berani membantah. Sejak dulu dia terbiasa hidup mewah dengan segala fasilitas dari orang tuanya. Jika sekarang harus berjuang tanpa semua itu, dia merasa tak sanggup.

 

“Ayo, Mas! Tunggu apa lagi? Sekarang kita datangi rumah orang tuanya. Aku siap jadi saksi pernikahan kalian,” ledek Alex beberapa saat kemudian.

 

Azka menggeram dengan kedua tangan terkepal. Hati semakin jengkel dengan kelakuan Alex yang terus menyudutkannya, bahkan seperti menertawakan karena dirinya harus menikahi perempuan kampungan seperti Naura. Namun, dia tak berdaya karena saat ini ada Widya di antara mereka.

 

Sangat terpaksa akhirnya Azka setuju menikahi Naura karena tak mau kehilangan warisan, sementara Naura tak punya pilihan yang lebih baik ketimbang mengikuti kemauan mereka.

 

***

 

Sore itu juga mereka berempat pergi ke rumah Naura. Awalnya Azka ingin memakai kendaraan sendiri, tapi Widya menolak karena khawatir anak lelakinya akan kabur.

 

Setelah sampai di tempat tujuan, mereka langsung turun. Naura berlarian kecil menuju kedua orang tuanya yang sedang termangu di teras rumah.

“Naura ... kamu pulang, Na!” ucap Lina semringah saat melihat anak semata wayangnya.

 

Mereka langsung berpelukan erat, diiringi isak tangis memilukan.

 

“Maafkan kami ya, Na!” ujar Rendy penuh sesal. Dia pikir anak gadisnya telah ternoda.

 

Naura tak menyahut, tapi memeluk Bapaknya erat. Mendadak bibir kelu untuk mengabarkan apa yang sebenarnya terjadi. Saat ini dirinya masih baik-baik saja meski neraka telah menantinya.

 

Widya yang sudah berdiri di dekat keluarga Naura tiba-tiba berdehem. Sontak Naura melepas pelukan karena sadar ada hal yang harus segera dibicarakan.

 

“Ada apa kamu ke sini lagi? Belum puas menindas kami?” sentak Rendy saat pandangannya menyapu wajah Azka. Hatinya langsung berkobar setiap teringat kelakuan Azka tadi siang.

 

Widya mengernyit. Dia tak tahu akar permasalahan kenapa sampai Rendy begitu marah saat melihat anak sulungnya.

 

“Maaf, Pak!  Perkenalkan saya Widya, orang tua Azka. Tadi kami memergoki mereka sedang berduaan di dalam kamar, jadi kami pikir lebih baik mereka dinikahkan saja,” ucap Widya seraya mengulurkan tangan.

 

Kontan saja Rendy terperanjat sampai lupa menyambut uluran tangan tamunya. “Menikah? Lelaki seperti itu mau menikahi anakku? Tidak!”

 

Sekali lagi Widya mengernyit. Kali ini sepasang mata menatap lekat lelaki paruh baya yang wajahnya dipenuhi amarah. Dia mencoba menerka apa yang sebenarnya terjadi antara Azka dan keluarga Naura, tapi sama sekali tak menemukan gambaran apa pun.

 

“Maaf, Bapak yang terhormat. Bagaimana bisa Anda menolak pernikahan ini? Sebagai orang tua seharusnya Anda meminta pertanggung jawaban pada lelaki yang telah meniduri anakmu, tapi kok malah menolak? Apa ini berarti Anda sudah ikhlas Naura ditiduri anakku?” cibir Widya beberapa saat kemudian.

 

Rendy terdiam. Pernyataan Widya sukses membuatnya gamang. Dia benar-benar kesulitan untuk menentukan apa yang harus dilakukan demi anaknya. Nikahkan atau tidak?

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   GODAAN MANTAN

    “Ma,” ucap Naura seraya mengetuk pintu kamar mertuanya. Setelah berbalas pesan dengan Firman, Naura memutuskan untuk bertemu mantan kekasihnya itu. Sama sekali tak berniat untuk mendua, hanya saja saat ini ingin suaminya merasakan cemburu seperti apa yang dirasakannya. Tak berselang lama, pintu kamar terbuka. Widya menemui menantunya yang berdiri di depan pintu. Kening perempuan paruh baya itu berkerut saat melihat penampilan Naura. “Ma, aku keluar dulu ya. Nanti kalau Mas Azka pulang, tolong bilang aku sudah meninggalkan pesan di meja kamar,” pamit Naura. “Kamu mau ke mana, Na? Kamu pasti kembali kan?” tanya Widya penuh kekhawatiran. “Iya, Ma! Aku pasti kembali kok. Lagian, aku pergi juga minta antar pak Samsul.” “Syukurlah ... Mama pikir kamu mau minggat karena masalah semalam.” Widya mengusap dada karena merasa lega. “Masalah apa, Ma? Kok aku malah jadi bingung?” Naura masih bersikukuh menyembunyikan senua dari mertuanya. Widya tersenyum lalu mengusap pundak menantunya. “

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   AKU PERGI

    “Iya, Mas! Kejar cintamu. Mbak Naura terlalu baik untuk terus kamu sakiti. Dia sudah rela meninggalkan tunangannya demi menjadi istri yang baik, tapi kamu masih saja menemui perempuan lain! Memalukan!” imbuh Alex. “Tidak. Aku tak mungkin meninggalkan Naura,” tegas Azka. “Terserah kamu saja, Mas, tapi jika aku berada di posisi Naura, aku akan meninggalkanmu!” cibir Alex. “Ayo, Ma! Mama istirahat saja. Enggak usah pedulikan Mas Azka. Biar dia mengejar cintanya walaupun perempuan itu anak dari orang yang menghancurkan keluarga kita!” Alex bangkit lalu membantu Mamanya berdiri dan memapah ke kamar. Dia tahu persis seperti apa kecewanya sang Mama dengan sikap Azka yang masih saja menemui Gea walaupun sudah dijelaskan dengan gamblang. Azka menjambak rambut kasar. Dia merasa semua orang tak ada yang mengerti perasaannya. Pertemuan dengan Gea hanya sebuah perpisahan, tapi malah menjadi petaka yang mengguncang rumah tangganya. *** Naura belum juga keluar kamar meski waktu telah beranjak

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   PERGILAH!

    Setelah pertengkaran semalam, Azka merasakan perbedaan sikap yang mencolok pada istrinya. Sejak bangun Naura hanya menyandarkan punggung pada headboard sembari memeluk lutut, bahkan tak menyiapkan pakaian untuknya. Azka tak marah karena menyadari semua ini berawal dari kesalahan sendiri. Justru mencoba bersikap lembut demi mendapat kembali senyum Naura. “Na ... sarapan yuk! Aku mau ke kantor,” ajak Azka yang sudah mengenakan setelan rapi.“Aku sudah kenyang,” sahut Naura tanpa menoleh. Azka mendekat lalu duduk di tepian ranjang. Sebisa mungkin tetap sabar meski diabaikan. “Kamu masih marah, Na? Ka aku sudah mengakui kesalahan. Aku juga sudah minta maaf. Apa kamu belum memaafkanmu?” Naura beringsut menjauh dan kembali memeluk lutut. “Aku sedang tak ingin berdebat, Mas!” Mendengar jawaban itu, Azka membuang nafas perlahan. Paginya tak lagi indah seperti biasa. Tak ada senyum Naura yang selalu menyambut saat mata terbuka, bahkan tak ada obrolan hangat sama sekali. “Oke. Aku turun

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   LUPAKAN SAJA

    “Di kantor aku selalu kepikiran kamu, Na! Makanya aku langsung pulang meski pekerjaan masih banyak.” Azka beringsut mendekat lalu meraih tubuh Naura dan membawanya dalam pelukan. Naura tak berontak, tapi tak balas memeluk seperti biasanya. Hatinya hancur karena lelaki yang dibanggakan, kini mulai membohongi dirinya. Sesaat kemudian Naura bereaksi dengan melepas pelukan Azka lalu mengambil ponsel yang sejak tadi tergeletak di sebelahnya. Dia langsung mencari foto yang tadi dikirim oleh Firman kemudian memberikan ponsel pada Azka. “Jelaskan ini, Mas!” ucap Naura dengan suara parau. Azka langsung kaget saat mata menatap ke layar ponsel. Jantungnya berpacu cepat melebihi batas normal. “Ini ... dari mana kamu dapatkan foto ini?” cecar Azka dengan suara gemetar. “Itu enggak penting, Mas! Katakan saja yang sebenarnya padaku. Kamu baru saja ketemu dengan mantan kekasihmu kan? Dia Gea kan?” Mata Naura mengembun. Sejak tadi sudah mempersiapkan mental untuk bicara hal ini, tapi nyatanya t

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   LUKA NAURA

    Tangan Naura gemetar hebat saat mata menatap ke layar ponsel yang memperlihatkan sebuah foto di mana suaminya sedang menggenggam erat tangan perempuan lain. Darah berdesir kencang seiring hati yang remuk dihantam palu godam. Mendadak persendian lutut melemas hingga tak mampu menahan berat tubuh. Naura ambruk seiring air mata yang luruh membanjiri wajah. Kenapa kamu mengkhianatiku, Mas!Naura meletakkan ponsel di lantai, kemudian duduk memeluk lutut. Sama sekali tak menyangka jika Azka yang pamit lembur justru sedang berduaan dengan perempuan lain. Setelah puas menumpahkan tangis, Naura menyeka sudut mata kemudian menyambar ponsel. Jemari lentiknya lincah menari di atas layar lalu segera menghubungi orang yang mengirim foto tersebut. “Dari mana kamu dapat foto itu?” cecar Naura setelah panggilan terhubung. “Itu enggak penting, Na! Yang jelas, aku hanya mengabarkan jika Azka bukan lelaki baik,” sahut Firman dari seberang telepon. “Bagaimana kamu bisa menarik kesimpulan itu? Mereka

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   GOYAH

    Empat hari lamanya Azka dan Naura menjalani perawatan di rumah sakit. Selama itu, keluarga bergantian menunggui. Kadang Alex sama Rendy, kadang Lina sama Widya. Kedekatan semakin terjalin menjadi berkah dari kecelakaan itu. Setelah mendapat izin dari dokter, hari ini mereka akan pulang. Azka sudah bisa berjalan sendiri meski masih tertatih, sedangkan Naura sudah sembuh secara fisik. Hanya membutuhkan support agar kepercayaan dirinya pulih dan tak terus merasa bersalah atas keguguran itu. “Bu ... mampir ke rumah yuk. Kita bisa ngobrol-ngobrol lagi,” ajak Widya pada besannya. “Lain kali saja, Bu! Di rumah banyak yang harus dikerjakan. Kami harus segera pulang,” tolak Lina. “Iya. Besok-besok kami pasti mampir ke rumah. Sekarang kami harus pulang,” imbuh Rendy. “Oh ... ya sudah. Kalau begitu biar Alex antar kalian,” tawar Widya. “Apa enggak merepotkan,” ujar Rendy seraya menoleh pada Alex. “Tentu saja enggak. Kita kan sudah menjadi keluarga, Pak! Jadi tak ada kata merepotkan,” sahu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status