Share

Bab 2

Author: Ara putri
last update Last Updated: 2024-07-07 22:04:39

"Ngapain lagi kamu di sini? Mau minta uang sama suami saya lagi?!" Teriakan nyaring memenuhi gendang telinga Sarah. Ia mendengus kesal menatap wanita di depannya. 

Wanita yang dinikahi ayahnya tiga tahun lalu dan meninggalkan ibunya. Setahun berselang ibunya meninggal karena tak kuat menahan kesedihan. Yang lebih gilanya setelah ibunya meninggal ayahnya datang untuk mengambil semua uang dan harta benda ibunya tanpa meninggalkan apapun pada Sarah.

Jika bukan karena sakitnya, ia tidak akan sudi datang bertemu dengan pria ini lagi. Tapi hati kecilnya masih berharap ada setitik rasa ayahnya untuk peduli padanya.

"Apa salahnya aku minta uang, toh dia ayah aku juga. Kamu gak berhak ngelarang ya, Tan."

"Halah, mau jadi benalu kamu. Gak ada uang satu sen buat kamu, kalau berani bapakmu itu kasih ku ceraikan saja dia sekalian!"

Sarah mengusap dadanya, sunguh kerang ajar sekali mulut ibu tirinya ini, bahkan tidak takut mengatakan cerai hanya untuk menakuti suaminya. Mana bapaknya gak berani menegur sedikitpun lagi, Sarah menatap miris sang ayah. Padahal bersama ibunya dulu suka kali bentak-bentak, giliran sama istri mudanya aja gak berkutik sedikitpun.

"Yah, ajarin kenapa istri ayah ini. Aku kesini cuma sekali setelah berbulan-bulan, apa gak ada kasih sayang ayah untuk aku sedikit pun? Bahkan menanyakan kabar ku aja enggak. Aku anak ayah bukan sih?" 

Pria yang di panggil ayah oleh Sarah itu menarik nafas panjang. "Udah lah, Sar. Ayah capek bertengkar dengan istri ayah cuma gara-gara kamu. Lagi pula kamu udah besar, udah bisa cari duit sendiri. Gak usah cari ayah lagi ya," 

Sungguh kejam sekali kata-katanya, Sarah benar-benar tak menyangka jawaban ayahnya seperti ini. Setidaknya pura-pura senang saja bertemu dengan dia apa salahnya?

"Ayah buang aku demi keluarga baru ayah?" Sarah menatap hampa, "aku ke sini juga karena ayah rampas semua harta ibu. Aku gak akan kesusahan kayak gini kalau ayah memberikan uang peninggalan ibu padaku."

"Uang apa?! Uang itu suamiku juga yang mencarinya dulu, kamu gak berhak mendapatkannya!" Pekik Rossi tak senang.

"Benar kata istri ayah. Uang itu ayah juga yang hasilkan, ibu kamu dan kamu cuman tahu menikmatinya saja. Jadi jangan bilang ayah merampasnya dong, itu hak ayah." Ucapnya membuat dada Sarah semakin sesak.

"Kamu dengar gak ucapan ayah kamu. Dia gak peduli sama kamu, jadi sadar diri dong. Jangan nyusahin orang lain."

Sarah menatap nanar ayahnya yang pura-pura tak mendengar ucapan istrinya. Sekarang ia harus apa? Padahal ia kesini mau minta uang pada ayah untuk membeli obat, tapi malah begini jawabannya.

"Ayah gak sayang lagi sama aku? Ayah aku sakit, aku butuh uang untuk berobat. Yah... Tolong lah, pinjam juga gak apa-apa. Kalau Sarah udah sehat nanti akan Sarah kembalikan." Ia memohon di kaki ayahnya, tapi lagi-lagi sang ayah menepis tangannya.

"Gak ada uang, Sar. Uang peninggalan ibumu sudah ayah belikan perhiasan untuk istri ayah."

Sakit sekali rasanya. Sarah tak tahu harus mengadu pada siapa lagi, tadinya harapan satu-satunya tinggal sang ayah, tapi malah mendapatkan penolakan.

"Aku benci ayah! Di saat aku tak berdaya tak ada sedikitpun belas kasih mu, dimasa tuamu kalau sampai di buang istri mudamu ini jangan pernah cari aku. Aku benci ayah! Benci!!"

Tak ingin lagi semakin sakit dengan jawaban ayahnya, Sarah berlari meninggalkan rumah mereka dengan perasaan penuh luka. 

Tidak apa-apa, ia masih punya waktu untuk bekerja lebih giat lagi agar bisa menabung uang untuk operasinya. Sarah yakin Tuhan tidak akan sia-sia, tuhan pasti akan memberinya umur yang panjang agar bisa membalas orang-orang yang telah menyakitinya.

****

"Kamu kenapa? Kok lemas begitu," 

Sarah mengangguk lemah, iya merasa lemas sedari pagi. "Gak tahu, Mbak. Perutku rasanya gak nyaman."

Pantas saja belakangan ini ia suka perut bagian bawah kirinya sering merasa sakit dan nyeri. Ternyata ia terkena usus buntu yang mengharuskan untuk di operasi, membayangkan itu membuat Sarah semakin lemas saja.

"Mungkin itu karena sakit mu, makanya cepat berobat. Nanti tambah parah," ujar Mbak Yuni. 

Berobat ya?

Sebenarnya ingin sekali ia melakukannya itu jika punya uang, sayang ia tidak punya banyak uang sekarang. Bayar dokter itu tidak mudah, jadi ia hanya bisa menunda dan menunda sampai tuhan menunjukkan jalan untuknya nanti.

"Aku gak apa-apa kok, Mbak. Setelah istirahat sebentar pasti sembuh,"

"Mmm... Terserah kamu aja. Oh ya, tadi pak bos panggil kamu ke dalam." Sarah mengangguk. Ia segera menghampiri pak bosnya seperti yang di katakan oleh Yuni tadi.

"Maaf, Pak. Anda memanggil saya?"

"Aa...iya ya. Ayo duduk."

Sarah merasa perasaannya tak enak. "Ada apa ya pak? Apa ada pekerjaan tambahan seperti kemarin?" tebaknya.

"Oh, bukan. Kamu duduk dulu ya,"

Sarah menunggu dengan sabar. Ia terkejut melihat sang bos menyodorkan sebuah amplop yang bisa ia tebak isinya pasti uang yang mungkin tidak seberapa lembar.

"Pak?"

"Saya minta maaf, Sar. Tapi dengan terpaksa saya terpaksa memecat kamu,"

Deg.

'di pecat tapi mengapa? Dia merasa tak berbuat salah.'

"Bapak bercanda kan? Saya gak berbuat salah, kenapa di pecat pak?" 

"Saya lagi pengurangan karyawan. Toko belakangan ini sepi, kamu pasti mengerti." Arham menyerahkan amplop tipis itu, "ini gaji kamu bulan ini, udah saya tambahin sedikit. Sekali lagi saya mohon maaf. Setelah ini kamu boleh langsung pulang, ya."

Tidak!!

Sarah merasa ini tidak benar. Padahal ia baru berharap pada pekerjaan ini untuk bisa menabung uang pengobatannya, tapi lagi-lagi harapannya pupus. Pekerjaan utamanya telah hilang, ia tidak tahu harus melakukan apa lagi.

"Pak, apa tidak bisa di pikirkan lagi? Saya sangat butuh pekerjaan ini, tolong jangan pecat saya, pak."

"Sekali lagi maaf, Sar. Saya gak bisa. Semua karyawan lain adalah karyawan lama, saya malah lebih tidak bisa memecat mereka." Ucapnya mencoba memberi pengertian, "lain waktu kalau saya kembali butuh karyawan, saya akan hubungi kamu lagi."

'ya tubuh. Mengapa begitu sulit!'

Sarah keluar ruangan bosnya dengan wajah lesu. Tamat sudah hidupnya!

Sekarang jangankan memikirkan untuk menabung uang, untuk makan saja pasti sulit di masa depan. Mencari pekerjaan tidak mudah, apalagi dirinya yang sedang sakit seperti sekarang ini, orang-orang pasti berpikir untuk menerimanya.

****

Dengan langkah lesu Ia pergi meninggalkan toko. Kawan-kawannya bertanya, tapi Saras memilih diam saja dan pergi tanpa bersuara. 

Di tolak oleh ayahnya, dan sekarang di pecat dari pekerjaan. Ia tidak tahu penderitaan apa lagi setelah ini akan menimpanya. Ingin mencari pekerjaan di mana lagi dirinya, bekerja di tempat baru sama saja ia memulai dari awal lagi.

"Apa aku minta kerja di klub saja ya. Mungkin aku bisa menjadi pekerjaan tetap di sana," mata Sarah berbinar memikirkannya. 

Ya, hanya satu ini harapannya. Ia berharap ada nasib baik untuk kali ini, jika tidak ia tak tahu bahwa lagi cari uang untuk bisa bertahan hidup di kota besar ini.

Saat ia sibuk berpikir ia tak menyadari ada mobil yang hampir menabraknya. Ia terus melangkahkan sambil melamun, sampai tubuhnya terpental barulah ia menyadari kesalahannya.

"Awas!!!"

Brakkk!!!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa jadi pelakor (Tamat)   Bab 44. (selesai)

    "Kenapa kamu masih mau menuruti ucapan dia? Sarah apa dia mengancam mu?" Jaya datang pagi-pagi sekali, membuat kehebohan di Vila Devan ingin menemui Sarah.Untungnya devan sedang tak di sana, jadi Sarah bisa menemuinya sekarang. Jika tidak ia takut Devan berubah pikiran dan kembali melarang dirinya bertemu dengan anaknya. Sarah gak mau!"Aku kembali karena kemauan ku, Bang. Aku rasa ini yang terbaik,aku gak mau menyusahin kamu. Uang 500 juta bukanlah mudah di cari. Usahamu masih butuh modal yang banyak, Lagi pula om Devan berjanji akan membiarkan ku selalu bersama anakku, ini sudah cukup."Jaya mengeleng. "Tapi bagaimana dengan ku? Sarah, aku mencintaimu. Biar aku membayar hutang mu, setelah itu kita menikah dan hidup bahagia berdua." Pintanya.Sarah menolak. Bersama dengan Jay sekarang bukan waktu yang baik, meskipun uang telah di kembalikan ia tak yakin devan dengan mudah membuat anaknya bersama dengannya. Pria itu kaya, dia bisa berbuat apa saja. Lagi pula mereka berdua masih saumi

  • Terpaksa jadi pelakor (Tamat)   Bab 43

    "Sar? Bagaimana, apa lebih baik?" "Mm... Sakitnya sudah berkurang. Aku gak tahu efek dari operasi sesar seperti ini. Huh... Bikin cemas aja.."Bagaimana tidak. Tiba-tiba bekas lukanya merasa nyeri hebat. Padahal ia hanya mencoba mengangkat air dengan ember tadi, siapa sangka akan jadi begini."Makanya kalau dilarang itu mengerti, Sar. Sakit gini siapa yang rugi, kamu juga kan." Tak lama suster datang lagi untuk Menganti infus. Sarah terpaksa dirawat dua hari kedepan, kata dokternya ada luka yang kembali terbuka. Untungnya tidak parah, hanya butuh penanganan dokter sebentar sampai luka itu menyatu kembali."Bang Jay, gimana kabar anakku disana ya?" "Sudahlah, Sar. Tunggu kamu pilih dulu, setelah itu aku janji akan bawa kamu menemui tuan kaya itu." Sarah menarik nafas lelah, "aku bahkan tidak berani berpikir seperti itu, Bang. Apa dia mau dengan kehadiran ku? Bagaimana kalau Nyonya Amora tak senang dan berbuat hal gila. Aku tidak ingin kemarahannya akan ia balas pada anakku." Jaya

  • Terpaksa jadi pelakor (Tamat)   Bab 42

    Untuk berucap saja Malik sudah tak mampu. Ia sungguh malu setelah mendengar ucapan dokter tadi. Bagaimana bisa putranya yang telah ia besarkan dengan penuh kasih sayang bisa menjadi seperti ini. Sungguh picik sekali dia sebagai wanita tega membunuh anaknya sendiri hanya demi tubuh yang indah."Ayah benar-benar malu, Bun. Bagaimana bisa....ya tuhan. Kenapa dia bisa begitu kejam."Mayang yang telah mendengar penjelasan tentang putrinya tak henti menangis. Sebagai seorang ibu ia merasa sakit hati dengan melakukan putrinya sendiri, tapi sebagai ibunya tentu saja ia masih mencoba membela sang putri."Yah, lebih baik kita tanyakan dulu padanya. Dia pasti punya alasan melakukan itu," Melihat mertuanya masih mencoba membela putri mereka, Devan menjadi tak tertarik lagi. Ada hal penting yang lebih ingin ia lakukan, jadi ia segera berdiri "Ayah, Bunda. Dokter bilang Amora harus melakukan operasi secepatnya, jika tidak akan sangat muruk untuk dia. Masalah ini aku rasa kalian lebih baik yang m

  • Terpaksa jadi pelakor (Tamat)   Bab 41

    Gila! Ini benar-benar gila. Bagaimana ia tidak bisa tahu ini semua pernah terjadi, dan ia seperti orang bodoh mempercayai Istrinya selama ini. apa sebegitu tak ingin Amora mengandung anaknya?"Aborsi? Kureta? Gila!! Ini hanya mimpi, sial!" Meskipun ia mencoba menolak, tapi ucapan dokter tadi sudah cukup membuat ia mau gila. Bagaimana bisa istri yang ia percayai selam ini pernah hamil? Apalagi sampai mengugurkan kandungannya, ia benar-benar tak bisa percaya."Devan, ada apa dengan mu, nak? Kenapa menarik rambutmu seperti itu?" Ratna sangat cemas melihat kelakuan putranya yang aneh. Ada apa?"Dokter bilang apa? Kenapa kamu jadi begini hah?" Tanya Ratna lagi. Tapi devan masih bungkam dengan mata yang telah memerah."Devan jawab Mama! Kamu kenapa sih, kok kamu aneh begini. Dan Amora... Apa kata dokter?"Devan tak tahu harus menjelaskan bagaimana. Air matanya berjatuhan, untuk pertama kalinya ia menangis setelah dewasa seperti ini. Ternyata kebohongan Amora benar-benar melukai harga dir

  • Terpaksa jadi pelakor (Tamat)   Bab 40

    "Apa kamu bilang? Kenapa bisa pergi!!" Devan mencengkram erat pegangannya di meja, bagaimana bisa dia tiba-tiba hilang.Lama ini mendengar balasan orang di luar sana. Devan meremas ponselnya kuat, sial! Kenapa jadi begini."Tolong kamu Carikan dia!" Perintah Devan. Tidak sekarang. Ia dan bayinya masih membutuhkan gadis itu, jika dia pergi lalu ia pergi kemana. Sedangkan keluarga tak punya, ayahnya pun tak peduli dengan kehidupan gadis itu Tiba-tiba devan merasa cemas. Sarah sendirian di dunia ini, apalagi ia sedang sakit pasca operasi melahirkan malah pergi sendirian. "Ini salahku, seharusnya aku pergi ke rumah sakit setiap hari menjaganya. Ya Allah, apa yang terjadi pada gadis itu?"Devan lekas meningalkan kantor. Ia ingin menuju rumah sakit dan mencari sendiri keberadaan Istrinya. Untung-untung jika ia mendapatkan jejak, meskipun gadis itu tak mau kembali ia akan tetap memaksa.****"Apa? Dia sudah pergi?" Amora tidak bisa tidak bahagia mendengar kabar ini. "Kalau begitu bagus. K

  • Terpaksa jadi pelakor (Tamat)   Bab 39

    Bagaikan bunga yang telah layu semua meningalkan dirinya. Sarah membuka mata pertama kali, ia berharap pertama kali yang ia lihat adalah Devan sang suami, tapi siapa sangka malah Jaya yang tengah tertidur di sampingnya.Saat ia ingat bergerak pria itu terbangun lebih dulu, ia terlihat bahagia mendapati Sarah telah bangun."Ya Allah... Kamu udah bangun. Tunggu sebentar, biar ku panggilkan dokter sekarang." Sarah menatap miris. Tak percaya malah mantan kekasihnya yang menjaganya, sedangkan suaminya dimana?"Dimana suamiku?"Jaya membeku saat suara kecil Sarah menanyai keberadaan suaminya. Ia harus jawab apa?Sedangkan Devan sudah beberapa hari tak datang ke sini menjaga Istrinya. Pria itu sepertinya masih terlalu sibuk dengan bayinya, sampai melupakan Sarah begitu saja."Kenapa kamu tak menjawab? Ahhh.... Kenapa perutku sakit sekali!!" Sarah merteriak perih saat merasakan perutnya sakit bercampur ngilu. "Astaghfirullah... Jangan gerak dulu, Sar. Luka operasi mu belum sembuh, tunggu do

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status