“Putri?” tanya Morgan dengan nada heran dan tak percaya.
“Ya. Putri. Putriku sudah berusia sembilan tahun dan saat ini sedang menungguku di rumah. Aku pasti sudah membuatnya khawatir saat ini,” jawab Vallen dengan wajah tak berdosanya yang sangat dibenci oleh Morgan.
‘Jadi ternyata ia mengandung benih dari hasil percintaannya dengan bajingan itu? Dasar manusia-manusia sampah!’ umpat Morgan dalam hatinya.
Vallen menatap Morgan yang terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu hal. Vallen sendiri tidak mengetahui apa yang membuat Morgan membawanya ke rumah yang sangat megah dan super mewah ini. Yang Vallen tahu adalah dia sangat membenci Morgan karena sudah melecehkannya sesaat sebelum Vallen memutuskan untuk bunuh diri. Vallen benar-benar lupa kalau nyatanya ada Cleo yang pasti sedang menantikan kehadirannya saat ini.
“Kau tidak akan bisa keluar dari tempat ini, Vallen! Ingat itu baik-baik. Semakin kau berusaha untuk keluar dari sini, akan semakin aku buat hidupmu tersiksa. Dan ya, putrimu juga akan menanggung semua perbuatanmu!” ancam Morgan pada Vallen dengan raut wajah bengis.
“A-apa yang kau maksud? Putriku? Jangan lakukan apa pun pada putriku, kumohon!” pinta Vallen dengan suara yang bergetar.
Vallen tahu bahwa pria yang kini berada di depannya ini tidak akan main-main dengan ucapannya. Meski baru bertemu hari ini, Vallen sudah bisa menilai pria seperti apa yang sedang dihadapinya saat ini. Selama persembunyiannya, Vallen sudah banyak dihadapkan dengan masalah seputar pria-pria kejam dan bengis di pulau itu. untung saja, semua sangat menghargai Vallen dan menyayangi Cleo seperti anak mereka sendiri.
“Nasib putrimu, tergantung bagaimana caramu bertindak di sini. Ingat! Aku bisa melakukan apa pun yang aku mau. Aku bahkan bisa membawa putrimu ke sini jika aku mau saat ini juga!”
“Tolong, Tuan! Jangan sakiti putriku! Aku mohon padamu, jangan lakukan apa pun padanya. Jika kau memang membenci nama dan wajahku, lakukan aku sesukamu. Asal jangan pernah sentuh putriku. Dia tidak tahu apa-apa dan dia masih terlalu kecil untuk kau sakiti,” rintih Vallen dalam isak tangis yang sudah terdengar memekakkan telinga Morgan.
“Cih! Ternyata sesayang itu kau pada putri harammu itu, hem? Apa kau juga sangat mencintai ayah dari putrimu itu? Di mana bajingan itu sekarang? Kenapa dia tidak menyelamatkanmu? Bukan kah dulu kalian menentangku hanya demi bisa hidup bersama?” tanya Morgan sinis dan bahkan meludahi lantai saat mengatakan itu.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Morgan, tentu saja Vallen merasa heran dan tidak mengerti sama sekali. Vallen memang memiliki seorang putri yang ia lahirkan di tempat persembunyianny di tengah pulau nan yang jauh dari jangkauan. Namun, sampai saat ini pun ia tidak pernah mengetahui siapa ayah dari putrinya itu. Vallen hanya hidup berdua dengan putrinya dan selama itu pula keluarganya tidak pernah datang berkunjung sama sekali ke pulau itu. bahkan, mereka baru belum pernah bertemu dengan Cleo hingga saat ini.
Sudah tiga hari Vallen dan Cleo keluar dari persembunyian mereka selama ini, dan itu pun setelah adanya surat dari anggota keluarganya yang mengatakan bahwa mereka sudah bisa kembali ke California. Vallen menyewa sebuah rumah sederhana dan tadi ia meninggalkan Cleo sendirian di rumah itu karena merasa belum aman jika membawa Cleo berkeliaran di tengah kota yang padat merayap seperti ini. vallen sendiri masih belum yakin bahwa ia sendiri masih aman di sini.
Menurut keluarganya, Vallen selama ini sedang dalam pencarian seorang mafia berdarah dingin yang tak akan segan-segan menghabisi nyawa Vallen dan Cleo jika ia menemukan keberadaan mereka. Itu sebabnya Vallen meninggalkan Cleo di rumah dan ternyata saat ia keluar, ia justru diculik dan dibawa ke rumah ini oleh orang-orang suruhan Morgan.
“Jangan pernah menghina putriku seperti itu, Tuan. Aku tidak perduli siapa ayahnya, tapi jangan pernah mengatakan dia anak haram. Dia adalah darah dagingku dan akan aku lindungi sampai darah dan napas terakhirku!” ucap Vallen dengan nada yang cukup lantang didengar oleh Morgan.
“Besar juga nyalimu. Kau hanya wanita murahan yang bisa berpaling pada pria lain hanya karena uang. Harta dan tahta sudah membutakan matamu sehingga …,” ucapan Morgan terhenti saat ia tiba-tiba saja melihat Vallen menatapnya dengan tatapan mata sayu.
Tatapan mata yang tak pernah bisa Morgan biarkan saat mereka masih bersama dulu. Morgan bahkan akan langsung memeluk Vallen dan mencumbunya dengan penuh mesra agar Vallen berhenti bersedih karena sudah diperlakukan tidak pantas oleh keluarganya. Keluarga yang hanya membesarkannya saja, tanpa memberikannya perasaan cinta dan rasa aman di dalam rumahnya sendiri.
Namun, saat itu Morgan tidak bisa berbuat apa-apa karena memang dulu ia bukan lah siapa-siapa. Morgan dulunya hanya lah seorang anak pengusaha yang tidak terlalu ternama dan sering kali direndahkan oleh keluarga Vallen dan dikatakan tidak pantas menjadi pendamping hidup Vallen.
“Sehingga apa?” tanya Vallen dengan suara bergetar menahan kepedihan atas ucapan yang dilontarkan oleh Morgan. Pria yang sama sekali belum ia ketahui siapa namanya itu.
“Tidak perlu tau! Cukup untuk hari ini dan jangan bertingkah lagi. Ingat! Nasib anakmu ada padamu!” ujar Morgan dan memutar tubuhnya membelakangi Vallen.
Morgan tampak ingin pergi dari tempat itu. Namun, ia masih berdiri mematung di tempatnya dengan berbagai macam perasaan yang mendera di dadanya. Morgan sendiri tidak bisa mengungkapkan bagaimana perasaannya saat ini. apakah itu rasa benci, sakit, cinta, atau kah kecewa? Banyak yang Morgan rasakan setiap kali melihat wajah mungil yang pucat itu. Apalagi saat suaranya bergetar menahan pilu atas ucapan kasar yang Morgan lemparkan padanya. Meski menyadari semua ucapannya itu sangat lah menyakitkan bagi Vallen, Morgan sama sekali tidak bisa menghentikan mulutnya untuk bicara kasar pada wanita itu.
Setelah menciptakan keheningan sejenak, Morgan mulai mengayunkan langkahnya menuju pintu kamarnya dan berniat untuk tidur di kamarnya yang satu lagi. Kamar itu terletak tepat di sebelah kamar utamanya yang sedang ditempati Vallen saat ini. namun, belum sempat tangannya meraih handle pintu, suara bertanya dari Vallen terdengar sangat menyakitkan dan menusuk jantungnya.
“Maaf, Tuan. Boleh kah aku tau siapa namamu? Aku berjanji akan bersikap baik, asal kau tidak menyakiti putriku, Tuan. Apakah kita bisa membuat kesepakatan itu?” tanya Vallen dengan suara lemah dan terdengar penuh rasa harap.
“Nama? Kau tidak tau namaku?” tanya Morgan heran saat ia telah berhasil memutar kembali badannya dan menghadap pada Vallen yang memng sedang menatapnya saat ini.
“Justru karena aku tidak tau, makanya aku bertanya padamu.” Wanita itu menjawab dengan jujur dan justru kejujurannya itu kembali membangkitkan kemarahan dalam diri Morgan.
Dengan kasar Morgan memutar tubuhnya, memutar handle pintu dan menarik pintu menjadi terbuka. Morgan keluar dan menutup pintu dengan menghempaskannya kasar. Morgan melangkah dengan raut wajah merah padam menahan amarahnya. Saat memasuki kamar lainnya, Morgan membanting sebuah vas bunga bernilai ribuan dollar dengan geramnya.
“Wanita sialan! Beraninya kau berlagak lupa dengan namaku! Bukan kah kau yang memberikan nama itu padaku. Dasar jalang rendahan!” umpat Morgan dengan nada tinggi dan meninju kaca meja rias yang ada di dalam kamar itu dengan seluruh tenaganya.
Di dalam kamar yang sama sekali tak dikenalinya itu, Vallen menangis tersedu menahan semua kepedihan yang dirasakannya saat ini. Belum lama ini ia mengalami penyiksaan dan pelecehan dari pria yang kini mengurungnya di kamar utamanya itu. Vallen masih mencoba untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi pada dirinya. Tadi pagi saat ia dibawa ke rumah ini oleh orang-orang tak di kenal, Vallen masih dalam keadaan tidak sadar oleh pengaruh bius yang mereka tempelkan pada indera penciumannya.Dengan hati perih dan sakit, Vallen mengingat semua yang terjadi dengan jelas. Jika tidak karena ancaman setelah diberikan penyiksaan dan pelecehan, tidak mungkin Vallen sampai berniat untuk mengakhiri nyawanya dan melupakan Cleo yang sedang menantinya saat ini di rumah.“Bangun!” hardik Morgan pada Vallen yang masih terkulai lemas di atas ranjang mewah. Bahkan, Morgan menyiramkan segelas air pada wajah Vallen hingga ia benar-benar sadar dari pengaruh obat biusnya itu.“Di-di mana aku? Siapa
Sedikit memaksa, Morgan berhasil memasukkan seluruh batang kemaluannya di dalam sana. Ia melihat wajah Vallen yang sudah banjir dengan air mata. Tidak tersisa sedikit pun rasa iba di dalam diri Morgan saat melakukan hal itu. Pria itu memaju mundurkan pinggulnya untuk memompa batang kemaluannya di dalam lembah kenikmatan yang sangat ia rindukan itu. Sepuluh tahun lamanya Morgan tidak pernah merasakan rudalnya bangkit saat bersama seorang wanita, bahkan saat wanita itu sudah berdiri tanpa sehelai benang pun di depan matanya.“Tolong … hentikan! Sangat sakit … aku bukan Vallen-mu itu,” rintih Vallen dengan suara parau karena sudah berjuang keras menahan rasa sakit akibat sodokan benda tumpul di area kewanitaannya itu.Namun, mendengar hal itu membuat Morgan semakin keras menghentakkan pinggulnya sampai ia merasakan rudalnya menyentuh dinding rahim Vallen. Suara rintihan dan teriakan Vallen seolah menjadi satu alasan yang membuat Morgan menjadi sangat bersemangat dalam menyetubuhi wanita
“Mami … di mana Mami?” tanya seorang gadis kecil berusia sembilan tahun itu pada potret yang kini sedang ditatapnya dalam sebuah bingkai kayu kecil.Cleopatra nama gadis itu dan kini masih duduk di depan pintu pada sebuah rumah sederhana yang memang sangat jauh dari keramaian. Entah kenapa Vallen memilih tempat yang jauh dari jangkauan seperti ini. Awalnya Vallen berniat untuk tinggal di rumah keluarganya, akan tetapi semua anggota keluarganya menentang hal itu dan akhirnya ayah Vallen menyarankan untuk menyewa sebuah rumah dan hidup berdua dengan Cleo di sana.Cleo yang awalnya merasa senang karena baru saja bertemu dengan seluruh anggota keluarganya, perlahan menjadi kecewa karena nyatanya tidak satu pun dari mereka yang menerima kehadirannya dan juga ibunya. Cleo mungkin masih berusia sembilan tahun, tapi cara berpikirnya dan cara ia menanggapi situasi sangat di luar batas usianya. Cleo bahkan tidak pernah terdengar merengek dan mengeluh layaknya anak seusianya.Selama ini, ia dan
“Kenapa kalian datang dan bertanya di mana ibuku?” tanya Cleo dengan raut wajah penuh kecurigaan pada Javina dan Cristian.Gadis kecil itu memandang Cristian dan Javina secara bergantian. Memang, tidak ada sedikit pun kemiripan di wajah mereka dengan wajah ibunya. Itu sebabnya Cleo tidak bisa langsung percaya pada mereka. Apalagi, mereka datang dengan sama-sama bertanya di mana keberadaan ibunya. Yang ia sendiri tidak tahu di mana ibunya berada saat ini. Padahal malam sudah menunjukkan pukul sepuluh saat ini. Masih saja tidak ada kabar tentang di mana ibunya berada.“Paman ingin bicara dengan ibumu dan mengajak kalian pindah ke rumah besar,” jawab Cristian dengan suara lembut.“Ke rumah besar? Rumah besar yang mana yang Paman maksud?” tanya Cleo penuh selidik.“Rumah yang kau datangi bersama ibumu tempo hari lalu. Apa kau lupa? Saat ibuku menolak kedatangan kalian?” Kini giliran Javina yang menjawab dan bertanya pada Cleo.Cleo tampak sedang berpikir sesuatu dan ia menatap keduanya la
“Pria mana yang Paman maksud?” tanya Cleo dengan penuh rasa ingin tahu karena ia mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Cristian meski hanya dikatakan dengan lirih oleh pria itu.Cristian yang tidak menyangka bahwa pendengaran Cleo sangat tajam, langsung menjadi serba salah karena tidak mengerti akan menjelaskan apa pada Cleo saat ini. Tidak mungkin Cristian menyebutkan tentang pria yang sama sekali tak ingin ia jelaskan pada gadis kecil di depannya itu. Cristian tak ingin Cleo sampai mengetahui siapa pria yang ia maksud.“Paman … apakah pria itu adalah mafia yang selalu kalian sebut selama ini melalui surat yang kami terima selama tinggal di pulau?” tanya Cleo dengan wajah polosnya pada Cristian.Seolah mendapat pencerahan atas apa yang akan ia katakan pada Cleo, Cristian langsung saja mengangguk membenarkan yang Cleo ucapkan padanya.“Benar, Sayang. Kau sangat pintar dan daya ingatmu sangat tajam. Paman tidak yakin, tapi sepertinya memang dia yang sudah membawa ibumu,” jawab Cr
Sepanjang malam Cristian benar-benar tidak bisa tidur sedetik pun memikirkan nasib Vallen yang ternyata memang sudah berada dalam cengkraman Morgan. Lelaki itu ternyata sangat cepat mendapatkan informasi tentang kepulangan Vallen. Apalagi, setelah sepuluh tahun berlalu ternyata dia masih saja mengawasi adiknya itu dengan sangat detail. Hingga, baru beberapa hari Vallen datang, dia sudah berhasil menculik dan menyekap Vallen.Cristian sedang memikirkan apa yang mungkin dilakukan pria itu untuk membalaskan sakit hatinya pada Vallen. Ia tahu sebesar apa kemarahan dan kebencian Morgan pada adiknya itu selama ini. Terlebih setelah Morgan melihat video mesum antara dirinya dan Vallen pada malam pertunangan mereka. Sejak itu pula lah aura kebencian Morgan terlihat sangat jelas di matanya. Apalagi, malam itu Vallen sama sekali tidak membantah tuduhan itu dan justru mengatakan hal-hal yang semakin menguatkan kebencian dan amarah dalam diri Morgan.“Paman … apa yang sedang kau pikirkan?” tanya
Dengan perasaan yang bercampur aduk, akhirnya Cristian mengantarkan Cleo sampai di depan sebuah rumah yang megah bak istana. Mobil Cristian berhenti di depan pagar rumah mewah itu dan beberapa orang penjaga langsung menghampirinya. “Maaf, Tuan, apa ada yang bisa kami bantu?” tanya salah satu penjaga dengan sangat ramah. “Aku ingin bertemu Tuan Morgan,” jawab Cristian dan melirik ke arah Cleo. Penjaga itu melihat sekilas pada gadis kecil yang duduk di kursi penumpang. Sesaat darahnya berdesir karena menganggap bahwa Cleo sangat mirip dengan wanita yang dibawa oleh tuannya kemarin. Namun, saat menatap sekali lagi gadis kecil itu juga terlihat mirip dengan tuannya. “Apa dia ada?” tanya Cristian seolah sengaja membuyarkan lamunan si pria penjaga. “A-ada, Tuan. Apa Anda sudah membuat janji dengan Tuan Morgan?” jawab penjaga itu dengan sedikit gugup dan kemudian bertanya lagi. “Dia yang memintaku datang ke sini bersama dengan gadis kecil ini.” “Kalau begitu, silakan masuk, Tuan. Penj
Morgan masih duduk di kursi dalam ruangan kerjanya dan merenungi semua perkataan Christian tadi. Morgan merasa semua yang Cris katakan cukup masuk akal, mengingat bagaimana Vallen tidak merespon bahkan tidak mengingat siapa dirinya sama sekali. Hal yang sangat membuat Morgan marah dan ternyata semua itu karena ia mengalami cidera pada kepalanya dan harus kehilangan ingatannya. Namun, sekali lagi Morgan menolak untuk berbelas kasih pada wanita itu meski ia sedang dalam keadaan lupa ingatan. “Aku tidak akan mengasihanimu hanya karena kau sedang lupa ingatan, Vallen! Kau sudah menghancurkan hatiku dan hampir saja menghancurkan hidupku. Aku tidak akan membuat hidupmu berjalan dengan mudah.” Morgan bergumam sendiir di tempat duduknya dan memandang pada layar besar yang menampilkan sosok seorang ibu dan anak perempuannya. Di dalam kamar mewah itu, Vallen terlihat cantik dengan balutan gaun mahal yang memang sudah disediakan oleh para pelayan di mansion itu. Tentu saja semua itu atas perin