Share

Bibir Tuan Satria yang Hamil

Namun bukannya menjawab, salah satu dari keempat orang yang kini ada di depan toko pun maju selangkah dan bertanya, "Apa Anda Nona yang semalam?"

'Jadi dia laki-laki semalam,' batin Arasy sembari terbengong melihat laki-laki paruh baya yang bertanya padanya itu. 'Astaga, sial sekali hidup ini,' pikirnya karena mengira kalau keperawanannya diambil oleh laki-laki tua yang mungkin lebih tepat menjadi ayahnya itu.

"Kenapa?" sergah Arumi.

"Tuan kami ingin memberikan uang ini untuk membayar kerugian Nona," ujar laki-laki tersebut sambil mengulurkan sebuah amplop tebal.

'Jadi bukan dia,' pikir Arumi sembari mengamati keempat laki-laki berkemeja hitam tak jauh di depannya itu bergantian.

"Di mana orangnya, bawa aku bertemu dia!" ujarnya sembari mengambil amplop tebal tersebut dengan kasar.

Dua laki-laki di belakang laki-laki berumur itu pun langsung maju selangkah, tapi ditahan dengan cepat oleh laki-laki tersebut. "Mari ikut saya, Nona," ujarnya sopan.

Arumi pun mengikuti langkah laki-laki paruh baya tersebut, hingga mereka sampai di sebuah mobil hitam mewah yang terparkir tak jauh dari jalanan di depan toko kue.

"Ck, benar orang kaya," gumam Arumi lalu mengetuk kaca mobil tersebut dengan keras.

Sesaat kemudian kaca mobil tersebut pun turun perlahan.

"Kenapa?" Suara seorang laki-laki dari dalam mobil tanpa menunjukkan wajahnya.

Tanpa pikir panjang, Arumi pun langsung mengambil uang yang ada di dalam amplop tersebut dan melemparkannya ke dalam mobil. "Makan uangmu! Aku bukan pelacur!" teriaknya tanpa tahu siapa yang ia teriaki.

Tiba-tiba ...

Grepp! Kedua tangan Arumi ditangkap oleh dua orang yang sedari tadi di belakangnya.

Dengan cepat ia mempraktekkan ilmu yang dipelajarinya dari YouTube. Ia mendorong tubuhnya ke belakang, tak lupa ia menginjak kaki salah satu laki-laki yang menangkapnya agar sama-sama terjungkal ke belakang. Setelah itu, dengan sigap ia pun bangun dan ...

"Diam!" bentak seorang pemuda yang baru saja keluar dari dalam mobil.

Sontak saja semua orang pun berhenti bergerak, begitu juga dengan Arumi yang sudah bersiap kabur namun langsung berhenti sejenak karena terkejut.

'Sial, kenapa harus kaget,' batin Arumi sembari kembali bergerak untuk kabur.

Namun baru beberapa langkah, tiba-tiba kaos yang dikenakannya terasa seperti tersangkut sesuatu. 'Apa lagi ini,' gerutu Arumi di dalam hati sembari menoleh karena mengira ia benar-benar tersangkut sesuatu.

"Mau ke mana kamu?" tanya pemuda yang kini ada di belakang Arumi.

"Lepaskan!" teriak Arumi sembari menarik kaos yang digunakannya dari genggaman tangan pemuda di belakangnya itu.

"Lepaskan? Enak saja," sahut pemuda yang separuh wajahnya tertutupi masker.

Lalu sedetik kemudian, Arumi pun berbalik dan menatap dengan berani pemuda yang sedang memegangi kaosnya itu. "Apa lagi mau kamu, ha?"

"Kamu gadis kecil, jang—"

"Kecil kepalamu!" potong Arumi sembari mencoba menendang laki-laki di belakangnya itu, tapi tak berhasil dan justru kini kakinya tengah di tangkap oleh pemuda tersebut.

"Hentikan dramamu!" bentak pemuda tersebut sembari melepaskan dengan kasar kaki Arumi.

"Drama kamu bilang!" geram Arumi, lalu dengan cepat menarik masker penutup wajah pemuda di depannya itu.

Seketika mata Arumi terbelalak melihat wajah di balik masker tersebut.

'Dia yang viral itu kan?' batinnya sembari mengamati mata tajam, hidung mancung dan bentuk wajah bak artis korea milik laki-laki di depannya itu. Namun ....

"Hahaha!" Tawa Arumi meledak saat melihat bagian bibir pemuda di hadapannya.

"Kamu habis operasi bibir apa disengat tawon, hahaha!" Arumi tertawa terpingkal-pingkal.

Seketika para orang-orang yang dibawa pemuda tersebut pun langsung maju, tapi dengan cepat pemuda itu mengangkat tangannya, memberi tanda agar mereka semua meninggalkan dirinya dan Arumi di sana.

"Sudah puas?" tanya pemuda tersebut dengan tenang ketika tawa Arumi terdengar mereda.

"Maaf, ya habis kenapa bibir kamu melendung begitu?" tanya Arumi sembari menunjuk bibir pemuda di depannya itu. " Hamil?" imbuhnya lalu kembali terkekeh.

"Apa kamu lupa, ini semua gara-gara kamu," sahut pemuda tersebut sembari balas menunjuk wajah Arumi.

Seketika Arumi terdiam mendengar hal itu. Benar, dia memang lupa atau lebih tepatnya tidak ingat sama sekali dengan apa yang terjadi semalam.

"Ehem," dehemnya. "Sudah untung tidak hilang bibirmu."

"Kamu ...," geram pemuda tampan tersebut.

"Dengar ya, jangan pikir karena kamu ini ganteng dan juga terkenal, maka semua wanita akan bertekuk lutut saat melihat kamu," ujar Arumi sembari menunjuk dada pemuda di depannya. "Aku tidak peduli siapa kamu, tapi yang jelas aku tidak ikhlas perawanku kamu yang ambil. Aku—"

"Kenapa, kamu ingin minta kunikahi?" sela pemuda tersebut sembari menarik tangan Arumi dan membuat tubuh Arumi sempat menghantam body mobilnya, hingga akhirnya ia berhasil mengungkung Arumi di antara dirinya dan mobil tersebut. "Apa kamu tidak memiliki trik lain, selain trik pasaran ini?" ejeknya.

"Trik kepalamu!" teriak Arumi sembari menempelkan kelima jarinya tepat ke wajah pemuda di depannya. "Dengar ya Tuan Satria ... eh, namamu benar Satria kan?"

Arumi menjeda kalimatnya untuk mengetahui tanggapan pemuda di depannya yang saat ini sedang menepis tangannya dengan kasar.

"Aku anggap itu jawaban iya," lanjut Arumi. "Dengar ya, aku ingin kamu tahu kalau aku ini tidak sadar saat bersama kamu semalam. Dan juga, aku sudah minum obat pengaman tadi pagi, jadi aku tidak akan mungkin mengandung anak kamu karena aku tidak sudi."

"Bagus," sahut Satria dengan santai.

"Aku hanya ingin kamu tahu kalau aku ini bukan pelacur. Dan ya, jika suatu saat kamu impoten dan tidak bisa punya anak, kamu harus ingat kalau itu semua karena doaku yang dikabulkan oleh Tuhan, jadi kamu tidak perlu berobat."

Mata Satria pun membulat. "Kamu itu—"

"Ar!"

Panggilan dari Nita tersebut membuat Arumi dan Satria sama-sama langsung menoleh.

Melihat Satria yang lengah, Arumi pun dengan cepat menendang tepat di selangkangan Satria.

"Akh! pekiknya sembari mundur selangkah.

"Mampus!" ucap Arumi sembari melangkah ke arah Nita yang saat ini tengah terbengong-bengong melihat apa yang terjadi.

Sesaat kemudian ...

"Tuan, Tuan Muda, Anda tidak apa-apa?" tanya para pengawal yang dibawanya.

"Diam!" bentak Satria sembari meringis menahan sakit. "Tidak ada yang pernah melihat hal ini, mengerti!"

"Mengerti Tuan," sahut keempat orang tersebut kompak.

'Dasar wanita kurang ajar, lihat saja nanti,' geram Satria di dalam hati.

**

Malam harinya

Seperti biasanya, Arumi langsung menatap ke arah jam dinding ketika baru saja selesai menutup pintu toko tersebut.

"Hah ...," desahnya sembari menyeka keringat yang menetes di dahi karena malam ini pun udara terasa tetap saja panas. "Jam sembilan ternyata," ujarnya sembari melangkah ke belakang.

"Aku antar Ar," ucap Nita sambil menyisir rambutnya dengan santai di ruangan yang berada di belakang ruangan paling depan.

"Tumben," celetuk Arumi.

Tiba-tiba saja dia menoleh ke arah Arumi yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu sambil cengengesan. "Sekalian mau ngapel," jawabnya.

"Dih, ngapel," sahut Arumi sambil mendekati Nita yang saat ini sedang memoles bibirnya. "Ada yang baru nih? Udah nggak inget sama mas Akh-bar?" seloronya sambil menekankan nama Akbar, mantan kekasih Nita.

"Siapa itu, nggak kenal," sahut Nita dengan gaya sok centilnya.

Arumi pun langsung terkekeh mendengar sahutan sahabatnya. "Iyes ... iyes, mentang-mentang ada yang baru," godanya.

Kemudian mereka berdua pun tertawa bersama.

Beberapa saat berlalu, Nita pun benar-benar mengantar Arumi menggunakan motor matic kesayangannya seperti yang dikatakannya tadi.

"Stop!" Arumi langsung menghentikanya ketika mereka sampai di dekat gapura sebelum masuk kawasan rumahnya.

"Kenapa Ar? Nggak apa-apa kok, biar aku antar sampai ke rumahmu," ujar Nita sembari menatap gapura besar di atasnya.

"Nggak perlu," sahut Arumi dengan santai sembari turun dari motor. "Aku takut kamu jatuh cinta sama bapak-bapak yang nginep di sini," candanya sambil mencolek pinggang Nita.

Langsung saja Nita mencebik ke arah Arumi seperti candaan biasa mereka.

"Sudah, pergi sana! Jangan lupa, besok pagi sisain martabak manisnya gebetanmu!" ucap Arumi sambil mencoba mencolek pinggang sahabatnya sekali lagi, tapi dengan cepat si empunya menghindar dan menarik gasnya lagi.

"Ogah!" teriak Nita sambil membawa motornya dengan cepat menjauh dari Arumi.

Arumi pun tersenyum melihat hal itu. Hal sederhana yang menghangatkan hatinya malam ini.

"Nit ... Nit," gumamnya.

Setelah puas menatap Nita yang kini sudah menghilang dari pandangannya, kemudian Arumi pun melangkah memasuki kawasan dengan gapura bertuliskan 'Kawasan Wajib Kontrasepsi' ini.

"Kapan mereka akan mati," gerutu Arumi ketika melewati barisan rumah yang sudah ramai dengan pengunjung-pengunjungnya.

Ia pun mempercepat langkahnya hingga akhirnya sampai di sebuah rumah yang memang terlihat cukup mewah dibandingkan dengan rumah-rumah yang ada di dalam kawasan penuh dosa itu.

Namun, ketika baru saja melewati pintu utama, langkah kakinya seketika terhenti ketika mendengar ...

"Seratus juta dan kamu boleh membawa Arumi."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status