["Ayah selalu menuduh Isabella berselingkuh dariku? Apakah ayah memiliki bukti?"]["Putraku, aku adalah ayahmu. Aku bisa merasakan aroma busuk bahkan dari melihat tatapan matanya terhadap kamu juga terhadap Guntur, setelah ini berhentilah membuat wanita itu menderita," jawab Ayahnya.]Andai ia bisa berterus terang kepada putranya itu, apa yang telah ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Akan tetapi ia tidak akan membuat Galih membenci Guntur, sementara bocah itu masih sekarat.Mereka memutuskan percakapan, namun kegelisahan Galih tak terjawab. Ia belum pernah menemukan bukti kecuali kejadian kecelakaan itu. Bahwa mereka baru pulang dari sebuah hotel. Galih masih menganggap itu sebuah kebetulan belaka.Sementara Ayahnya mengenang sebuah kejadian. Dimana secara kebetulan ia melihat di suatu malam Guntur bersama Isabella menghabiskan malam bersama. Ia melihat bagaimana mereka sangat mesra, iapun memastikan apa yang mereka lakukan.Malam itu ada
Ejekan Celine justru membuat Galih tersinggung."Celine, Aziya bukan babu, dia asistenku, dan dia telah menyelamatkanku alih-alih kamu yang suka merepotkanku."Lalu pria itu menarik napas panjang dan berat seolah sedang memikirkan sesuatu, "Sekarang dia belum sadarkan diri, bagaimana kalau dia nggak bangun lagi seperti Isabella?" "Huh, apa bedanya asisten dengan babu? Dan juga Galih, kamu tidak perlu merasa bersalah. Ini adalah musibah yang memang sudah mesti menimpanya, anggap saja takdir buruk buat dia."Merasa kesal, Galih mengusir Celine."Pergilah, aku harus mandi dan bergegas ke rumah sakit. Dan sebaiknya kamu jangan pernah lagi ikut campur dengan urusanku, baik itu berkenaan dengan pegawaiku atau urusan pribadiku."Celine tak bisa berkata-kata, iapun keluar dari kamar Galih dengan kecewa. Wajahnya menyorotkan kekecewaan dan rasa marah. Maka iapun melangkah pergi dengan sewot meninggalkan Galih.Sementara itu di perusahaan,
"Ayah, jangan bercanda," desis Galih pada pria tua yang baru tiba itu..Gala hanya tersenyum tipis tak menjawab, dan malah mengajak orang tua Aziya dan kedua anak Aziya itu menuju kantin rumah sakit tanpa menggubris putranya sendiri."Jangan kuatir, aku akan mentraktir kalian makan siang yang enak dan jika kalian ingin pulang nanti maka sopirku akan mengantarkan kalian sampai ke desa," kata Gala meyakinkan ibu Aziya untuk menerima tawaran kebaikannya.Tentu saja orang tua Aziya merasa kagum dan menyambut baik tawaran Gala."Terimakasih, Pak, saya sangat bersyukur bertemu orang baik seperti bapak," ujar ayah Aziya atas sikap Gala yang perduli.Sementara itu Galih menatap tak percaya dengan kelakuan ayahnya yang selalu ingin ikut campur dalam urusan hidupnya. Namun toh ia membiarkan ayahnya itu berbuat sesukanya.Lalu Galih membalikkan tubuhnya untuk mendekati dan melihat kondisi Aziya yang masih belum sadarkan diri sampai saat ini.Ada
Di kediaman Gala Purnama ayah Galih, ternyata pria itu sungguh membawa keluarga Aziya di rumah megah miliknya. Gala merasa senang meladeni celotehan Humaira yang menggemaskan. Sebelum mengantarkan mereka ke desa, Gala sengaja membawa keluarga Aziya ke rumahnya, sebagai ucapan terima kasih karena Aziya bertindak seperti pahlawan hebat yang menyelamatkan putranya.Selain itu, tawaran Humaira untuk bekerja akan ditanggapi dengan serius oleh pria itu, dengan syarat Humaira mau bersekolah di lingkungan rumah mereka."Lalu apa pekerjaan Humaira, Tante?" tanya gadis itu saat berbincang dengan istri Gala Purnama."Hmm, kau bilang kau bisa mengerjakan apapun? Bagaimana kalau besok kita mulai menanam bunga?""Baik, aku bisa melakukannya."Gala tertawa lebar melihat optimisme gadis kecil itu bahkan setelah ibunya belum sadarkan diri, ia begitu bersemangat untuk menggantikan pekerjaan ibunya. Gala merasa Humaira adalah gadis yang terdidik dengan bai
Galih masih tidak bisa menerima situasi ini dan berkata, "Tapi Bu...apa ini lelucon? Aku tidak suka jika ada keluarga mereka berada di rumah kita," bisik Galih sangat pelan karena takut terdengar kedua orang tua Aziya.Sementara ayah Galih menyayangkan tindakan putranya yang tidak sopan."Galih, ini adalah ayah dan ibu Aziya. Sebaiknya kamu segera meminta maaf kepada mereka. Kamu harus sadar, tanpa pengorbanan Aziya, mungkin kecelakaan itu akan menimpamu dan membuat kamu sengsara. Jadi, bersikaplah yang seharusnya, setidaknya hormati kedatangan mereka dan berterima kasih," kata Gala memperingati. Ia sangat kesal karena Gala membicarakan hal yang tidak penting samasekali."Kau tahu, Aziya adalah tulang punggung keluarganya. Ayah ibunya dan juga kedua orang anaknya. Kalau dipikirkan, kalau saja lampu itu menimpa kepalamu, kau mungkin tidak hanya tidak bisa berpikir dan berbicara omong kosong seperti saat ini. Yang terjadi adalah kau juga tidak akan melihat Isabella bangun
Beberapa waktu berlalu, Aziya belum juga sadarkan diri. Sementara itu Isabella sudah mulai berlatih makan makanan halus dan duduk di kursi makan. Tentu saja Galih selalu perduli dengan wanita itu.Akan tetapi saat ini Galih sedang disibukkan sesuatu di kamarnya sehingga Isabella berada di ruang makan tanpa pria itu.Saat ia mencoba menuang air putih di mulutnya, tiba-tiba saja gelas itu terjatuh dan pecah berserakan di lantai.Saat itu, hanya ada Humaira dan juga seorang maid yang di ruangan tersebut, maka iapun segera membentak Humaira."Hei kamu, kenapa hanya bengong seperti itu? Cepat bersihkan!" kata Isabella memerintah Humaira.Akan tetapi seorang maid segera berlari melarang Humaira melakukan hal itu. Pak Gala berpesan untuk menjaga Humaira baik-baik dan tidak memerintahkan anak itu dengan tugas apapun yang berbahaya atau memberatkan bahkan biarkan saja atas inisiatifnya sendiri."Maaf Non, biarkan saya yang membersihkan pecahan kaca ini,
Galih melongo mendengar begitu percaya dirinya sang ibu untuk memutuskan soal Aziya, padahal Aziya adalah bawahannya di kantor, keluarganya mulai ikut campur semakin jauh."Bu, bagaimana bisa perempuan pembawa sial itu harus berada di rumah kita? Aku samasekali nggak setuju!" protesnya tak percaya."Ibu tak yakin siapa yang sebenarnya kau maksud pembawa sial itu Galih, kalau kembali dipikirkan, bukankah hidupnya sial karenamu?"Skak mat! Aziya memang menderita karenanya... tapi itu kan sudah sepantasnya?Seharusnya Galih berpikir seperti sang ibu. Aziya hancur karenanya. Karena obsesinya membalas dendam."Ah, sudahlah, aku tak perduli lagi kalian mau apa. Asal ibu tau saja, aku tidak bisa menerima pembelaan ibu pada perempuan itu, emangnya siapa sih dia?" gerutunya lalu melangkah pergi meninggalkan ibunya. Kali ini ia sungguh kalah telak berdebat dengan ibunya.Anis menggelengkan kepalanya, merasa sedih dengan apa yang terjadi pa
Celine sungguh takut dan kelabakan, ia mulai panik saat melihat Isabella tiba-tiba lemas dan merosot di lantai. Sekuat tenaga ia berusaha untuk menahan tubuh Isabella dan membaringkannya di tempat tidur, namun pada saat bersamaan Galih sudah tiba di ruangan tersebut. Pria itu terkejut dengan apa yang dilihatnya saat ini, dimana Celine terlihat kepayahan membaringkan Isabella di tempat tidur."Celine, apa yang terjadi dengan Isabella?"Celine yang benar-benar shock menjadi sangat gugup. Ia tak yakin apakah itu disebabkan atas ucapannya barusan ataukah memang ada hal lain?"Entahlah, Galih. Aku tak melakukan apapun, aku baru saja datang dan tiba-tiba ia terjatuh ke lantai tak sadarkan diri, aku sedang berusaha membantunya dan kau datang," terangnya sangat gugup.Tanpa banyak berbicara lagi, Galih pun menghubungi dokter pribadinya untuk memeriksa kondisi Isabella saat ini.Kemudian Ia termenung di sisi Isabella. Baru saja ia juga telah menghubungi keluarga Isabella dan memberitahukan b