“Bos, apa kamu yakin soal ini?” suara Luke terdengar tegang ketika ia berdiri di depan meja kerja Jamie, kedua tangannya bersilang di dada.Jamie mengangkat wajah dari berkas, menatapnya dingin. “Soal apa, Luke?”“Soal Lilu,” jawab Luke cepat. “Aku lihat dia makin sering muncul di sini. Orang-orang mulai membicarakan. Kamu tahu sendiri, gosip di kantor bisa lebih tajam dari pisau.”Jamie tersenyum tipis. “Aku sudah biasa dengan gosip. Yang penting Ly nggak terluka.”Luke mendesah berat. “Itu justru masalahnya, Bos. Aku nggak yakin kamu bisa melindunginya dari semua ini. Dunia kamu keras, penuh intrik. Lilu bukan orang yang cocok ada di tengah-tengahnya.”Sebelum Jamie sempat menjawab, pintu terbuka. Shane masuk dengan wajah penuh senyum, seolah sengaja datang di saat yang paling tepat. “Oh, aku mengganggu ya?” tanyanya sambil menyapukan pandangan ke Jamie lalu ke Luke.“Kamu selalu datang di saat yang aneh, Shane,” gumam Jamie dingin.Shane tertawa kecil, lalu menaruh map di meja. “Ak
“Aku udah bilang sama kamu, Ly… jangan terlalu percaya sama Shane."Suara Jamie terdengar rendah tapi tegas. Ia duduk bersandar di kursi ruang kerjanya, menatap Lyodra yang berdiri di depannya dengan wajah penuh keraguan.“Aku tahu… tapi dia nggak pernah nunjukin sikap buruk ke aku, Jamie. Kadang aku merasa Shane cuma pengin dekat sebagai teman.” Lyodra menggenggam kedua tangannya sendiri, bingung.Jamie menghela napas, lalu bangkit dari kursinya. Ia melangkah mendekat, berdiri tepat di hadapan Lyodra. “Bukan soal teman atau bukan. Dia jelas punya tujuan. Aku bisa baca dari caranya bicara, Ly.”“Tapi kamu juga nggak bisa terus-terusan nganggep semua orang itu ancaman, kan?” Lyodra menatap Jamie, matanya bergetar.Jamie mengangkat tangan, menyentuh pipi Lyodra dengan lembut. “Kalau menyangkut kamu… iya, Ly. Semua orang bisa jadi ancaman.”Sebelum Lyodra sempat membalas, pintu ruang kerja diketuk. Luke masuk dengan ekspresi serius, menunduk sedikit. “Bos, ada yang ingin saya laporkan.”
“Luke, kamu harus hati-hati sama Bos,” suara Shane terdengar berat ketika menghampiri Luke yang sedang mengecek berkas di ruang arsip.Luke mengangkat wajah, menatap Shane dengan dahi berkerut. “Apa maksudmu?”“Bos mulai ragu sama kesetiaanmu,” Shane mendekat, suaranya merendah seolah berbagi rahasia. “Aku dengar sendiri dia bilang kamu terlalu dekat dengan adiknya.”Luke mendengus pelan. “Kalau cuma itu, aku bisa jelaskan. Aku kakaknya Lilu, bukan musuh Bos.”Shane terkekeh singkat. “Kamu pikir Bos bakal percaya begitu saja? Dia terlalu protektif sama Ly. Apalagi sekarang, matanya cuma ke dia. Kalau ada bayangan laki-laki lain, Bos pasti terbakar.”Luke menatap Shane tajam. “Kamu bicara seolah senang melihat kami bertengkar.”Shane mengangkat tangan pura-pura tak bersalah. “Aku cuma kasih peringatan. Oh, ngomong-ngomong…” Ia menyelipkan sebuah amplop coklat ke meja Luke. “Kalau kamu nggak percaya, buka ini. Ada bukti kalau Bos memang sedang mengawasi kamu.”Luke terdiam, menatap ampl
“Lilu, kamu kelihatan tegang banget,” suara Shane terdengar ramah ketika menghampiri Lyodra yang sedang duduk sendiri di café kecil dekat kantor.Lyodra mengangkat wajah, sedikit heran. “Shane? Kamu ngapain di sini?”Shane tersenyum santai. “Kebetulan lewat. Eh, tapi kamu sendirian? Nggak sama Jamie?”“Aku cuma butuh udara segar,” jawab Lyodra singkat.Shane menatapnya penuh selidik. “Kamu habis berantem sama Bos?”Lyodra terdiam.Shane menyandarkan tubuh ke kursi, pura-pura santai. “Aku nggak heran sih. Bos itu keras kepala, gampang cemburu, dan sering salah paham. Apalagi kalau menyangkut kamu.”“Apa maksudmu?” suara Lyodra meninggi sedikit.Shane menunduk seolah menimbang kata-kata. “Aku nggak mau bikin kamu salah paham, Ly. Tapi… aku tahu belakangan ini Bos sering curiga sama Luke.”Lyodra langsung menegang. “Curiga? Curiga soal apa?”Shane menatap matanya. “Kamu tahu sendiri, kan? Luke itu selalu di dekat kamu. Bos mulai mikir yang macam-macam.”“Jamie bilang gitu?” tanya Lyodra,
“Aku cuma bilang yang sebenarnya, Bos,” ucap Shane pelan, tapi senyum miring di wajahnya membuat nadanya terdengar menusuk. “Kalau aku di posisi kamu, aku nggak akan sepenuhnya percaya sama orang yang punya hubungan terlalu dekat dengan… ya, orang yang sama sekali nggak ada ikatan darah.” Jamie menatap Shane tajam. “Maksud kamu Luke?” Shane mengangkat bahu. “Aku nggak bilang siapa-siapa. Tapi kamu kan pintar membaca situasi.” Ia melirik keluar jendela, lalu menambahkan dengan nada santai, “Apalagi kalau orang itu sering melindungi dia melebihi batas.” Jamie mengepalkan tangan di bawah meja. “Hati-hati ngomong, Shane.” Shane tersenyum tipis, seolah sudah memancing reaksi yang dia mau. “Aku cuma mau kamu sadar, Bos. Dunia ini penuh orang yang bisa tersenyum di depan, tapi menusuk dari belakang.” --- Beberapa jam kemudian, Luke datang ke ruangan Jamie sambil membawa berkas. “Ini laporan yang kamu minta, Bos.” Jamie menerima map itu tanpa melihat wajah Luke. “Luke, kita perlu bica
"Luke, kau yakin hubungan mereka itu sehat?"Shane membuka percakapan saat mereka berdua berdiri di dekat pantry kantor. Tangannya memegang gelas kopi, tatapan pura-pura polos tapi bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Luke mengerutkan kening. "Maksud kamu, Shane?" "Kamu kan kakak angkat Lilu. Kamu nggak lihat dia makin sibuk sama bos? Sampai lupa sama orang-orang terdekatnya," Shane berkata dengan nada pelan, seolah takut orang lain mendengar. Luke menatapnya lama. "Lilu cuma sibuk kerja. Itu wajar." Shane menghela napas, lalu mendekat sedikit. "Kalau cuma kerja, aku nggak akan bicara. Tapi aku dengar… bos mulai protektif banget sama dia. Sampai-sampai semua proyek Lilu harus lewat persetujuan dia dulu. Kamu nggak merasa aneh?" Luke diam. Rahangnya mengeras. "Bos memang perfeksionis." "Perfeksionis atau posesif, Luke?" Shane memiringkan kepala, lalu menepuk bahu Luke. "Aku cuma nggak mau kamu lihat Lilu terluka di ujungnya." Luke memandangnya tajam. "Kamu mau bilang apa sebena