Home / Rumah Tangga / Terperangkap Gairah Dokter Tampan / 4. Tiba-tiba Menjadi Istri

Share

4. Tiba-tiba Menjadi Istri

Author: Lil Seven
last update Huling Na-update: 2023-12-08 06:12:06

"Dengan serius...."

Aku mendesah.

Sungguh, aku benar-benar masih tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi ini. Jadi, mantanku tercinta, Dante Richardo, sangat membenciku sampai ingin mencincang-cincang tubuhku menjadi potongan kecil, tapi, di saat bersamaan, dia juga mengatakan bahwa aku harus menikah dengannya?

"Dia sepertinya sudah gila."

Aku mendesah lagi.

Sampai saat ini, aku masih belum bisa merespon apa yang sebenarnya terjadi, dan sekarang, tahu-tahu sekarang aku sudah menjadi istrinya? Sungguh. Ini sangat aneh!

Apalagi saat mengingat lagi bagaimana prosesi pernikahan kami yang begitu lancar tadi, seakan-akan sudah disiapkan oleh Richard sejak lama, membuat aku dengan sangat serius mencurigai bahwa Richard sebenarnya sudah mengawasi kehidupanku jauh sebelum kami bertemu lagi hari ini.

Proses pernikahan antara aku dan Richard berjalan dengan cepat, lancar dan damai. Saking cepatnya sampai-sampai aku tak sadar bahwa aku kini sudah resmi menjadi istri seorang Dante Richardo.

"Gaun pengantin bahkan sudah disiapkan dan sangat pas di tubuhku," gumamku, dengan ekspresi kosong.

Ekspresiku masih kosong bahkan setelah kini aku berada satu mobil dengan Richard, entah ke mana.

"Kita... kita mau ke mana?"

Gugup karena Richard tak mengatakan apa pun semenjak kita resmi menikah, aku pun bertanya.

"Rumahku, ke mana lagi?"

Singkat, Richard pun menjawab.

Setelah menikah dengan Richard, pria itu mengatakan bahwa akan membawa aku ke rumahnya.

Itu hal yang wajar karena aku sekarang istrinya, aku berpikir dengan positif dan duduk dengan tenang.

Kupikir aku akan tenang sampai akhir, tapi saat mobil kami berhenti di depan sebuah rumah, aku langsung terkejut setengah mati.

Di depanku ada sebuah pintu besar. Permukaan pintunya dihiasi beludru merah tua, dan pegangannya, dibuat dari emas, memiliki ukiran singa yang sangat indah. Bagi siapa pun yang melihatnya, tidak salah lagi itu rumah orang yang sangat kaya raya seperti seorang raja.

"Ini... ini rumah atau istana??!"

Tanpa sadar, aku berteriak.

"Jangan bersikap konyol."

Richard menjawab dengan acuh tak acuh, berjalan masuk.

Dua orang segera menyambut dan berdiri di depan pintu begitu pintu terbuka - satu laki-laki dan satu perempucan.

Di antara mereka, Richard menunjuk seorang pelayan wanita.

"Mayes, cuci dia."

Richard memberi perintah singkat.

"Ya, Tuan."

Pelayan bernama Mayes itu mengangguk sopan.

"Rawat dan jaga dia dengan baik," ujarnya lagi, sebelum berjalan pergi setelah menyerahkanku pada pelayan.

"Baik, Tuan."

"R-Rich, tunggu!"

Aku mencoba mengejarnya tapi sebelum aku berhasil melangkah, dua pelayan itu langsung menghalangi jalanku.

"Perkenalkan saya Joseph, kepala pelayan di rumah ini. Dan ini Mayes, pengurus rumah tangga," ucap pelayan laki-laki, memperkenalkan diri.

"Senang bertemu dengan Anda, Nona."

"Nona, silakan ikuti saya. Saya akan membawa Anda ke kamar Anda," ucap pelayan bernama Mayes, membimbingku ke suatu tempat.

"Eh? Aku... aku tidak sekamar dengan Richard?"

Aku bertanya, kebingungan. Bukankah aku sekarang istrinya? Jadi kenapa aku tidak tinggal satu kamar?

O-oh? Apakah aku akan dibawa ke ruang bawah tanah??

Memikirkan hal itu, tubuhku langsung merinding.

"Untuk saat ini, saya menunggu instruksi dari tuan Richard lebih dahulu."

Jawaban Mayes membuat tubuhku semakin lemas karena yakin bahwa aku mungkin akan ditempatkan di ruang bawah tanah seperti ucapan Richard tadi.

"Oh, baiklah," jawabku dengan suara kecil.

Namun, dugaanku ternyata salah besar. Mayes membawaku ke sebuah kamar mewah yang membuat aku terkejut setengah mati.

Ini... ini kamarku??

Sungguh, aku tak pernah membayangkan akan tinggal di kamar semewah ini!!

Saat aku masih terbengong-bengong dengan kondisi kamarku, beberapa pelayan masuk dan Mayes mengatakan bahwa dia akan memandikan diriku seperti intruksi dari Richard tadi.

"Apa!? Tunggu sebentar!"

Para pelayan lain yang muncul dari suatu tempat tadi, langsung memimpinku dengan lancar dan tegas ke sebuah ruangan.

Sebelum aku bisa memahami apa yang sedang terjadi, aku sudah mendapati diriku yang kini sudah tenggelam dalam bak mandi.

"M-Mayes, ada yang tidak beres... "

"Ya ampun, kulitmu tampak agak halus. Bagaimana caramu mempertahankannya?"

Mayes malah membahas kulitku.

"B-biarkan aku melakukannya sendiri?" pintaku, tapi lagi-lagi Mayes membahas hal lain.

"Saya melihat kapalan di tangan Anda. Apakah Anda sering mengerjakan banyak dokumen? Jika Anda mengoleskan krim ini, itu akan melembutkan kulit Anda."

"Terima kasih...."

Gugup karena tak pernah dilayani orang, aku menjawab.

"Anda lebih suka aroma jasmine atau aroma rose, Nona?"

Pelayan yang memandikan diriku bertanya.

"Emmm, jasmine?"

"Kalau begitu, saya akan mengoleskan

minyak jasmine untuk membuat tubuh Anda rileks."

Percakapan mengalir begitu lancar, dan tingkah laku mereka begitu anggun sehingga aku pun tidak punya ruang untuk menolak.

Aku benar-benar belum bisa merespon apa yang sebenarnya telah terjadi, tahu-tahu sekarang aku sudah berada di kamar dengan gaun tidur yang cukup tipis dan badan yang begitu lembut dan wangi karena pijatan para pelayan.

Saat aku masih duduk dengan wajah terbengong-bengong, Mayes yang tadi memperkenalkan diri sebagai pengasuh Richard, berkata dengan suara yang sopan dan sopan.

"Baiklah. Semua persiapan sudah selesai. Saya undur diri dulu. Anda bisa menggunakan telepon di sana untuk memanggil kami jika ada keperluan," ucapnya dengan badan membungkuk dan undur diri bersama beberapa pelayan yang tadi membantu aku mandi.

"B-baik. Terima kasih," jawabku, yang tak pernah ada di posisi diperlakukan dengan sopan seperti ini, dengan suara canggung.

Setelah semua orang pergi dan aku ditinggalkan di kamar yang begitu mewah dan luas sendirian, aku memandang langit-langit kamar mewah itu sambil menarik napas panjang.

"Haaaa. Apa ini? Aku kira aku akan dimasukkan ke penjara bawah tanah begitu menjadi istrinya, tapi, perlakuan bawahannya cukup baik?" gumamku, keheranan.

Sungguh, perkataan dan perlakuan Richard sangat penuh kontradiksi. Dia bilang ingin balas dendam dan menghukumku, tapi kenapa menempatkan diriku di ruang mewah seperti ini dan memerintahkan pelayan untuk memperlakukan diriku seperti seorang majikan?

"Dia orang aneh," ucapku, menggeleng sendiri.

Aku lantas memandang kamar tidur besar di samping, yang ukurannya bahkan jauh lebih besar dari ranjang yang biasa aku tiduri seumur hidup.

"Apa benar-benar tidak apa-apa aku mengambil langkah ini?" bisikku, yang masih merasa takut dengan ancaman Richard.

"Ahhh, tak tahulah. Yang paling penting sekarang, nyawaku selamat."

Aku mengatakan hal itu sambil melihat sekeliling, lalu bergumam sendiri lagi.

"Tapi... aku sekarang di mana, ya? Apakah ini rumah Richard selama ini? Woah, gila. Dia ternyata sekaya ini!"

Sialan.

Seandainya waktu itu aku tidak gegabah dan tidak buru-buru mencuri uang dari ibunya lalu memanfaatkan cinta Richard yang membabi buta, mungkin aku sudah menikmati semua kemewahan ini, pikirku.

Namun, sekarang aku adalah istrinya. Jadi aku bisa menikmati semua ini, kan?

Pikiran jahat selintas berseliweran di kepalaku, tapi aku langsung menampar pipiku dengan keras agar berhenti melakukan hal bodoh karena tergiur dengan uang.

"Tidak, tidak. Bodoh! Aku mikir apa. Aku hanya istri tawanan, bagaimana bisa tadi aku sempat berpikir akan menikmati semua kemewahan sebagai istrinya?"

Aku mencoba berpikir rasional dan dewasa, terlebih lagi, aku harus tetap siaga.

Setelah berkeliling sebentar di kamar yang luasnya seperti lapangan sepak bola ini, aku yang kelelahan akhirnya melemparkan diri ke ranjang.

"Whoaaaa, empuk sekali!"

Aku tanpa sengaja berteriak dengan wajah sumringah saat merasakan betapa empuknya ranjang kamar di rumah Richard.

Saking senangnya, aku sampai bermain-bermain di sana dengan mengepakkan tanganku seperti seekor burung.

Pada saat itulah, tiba-tiba suara dingin terdengar.

"Sepertinya kamu sangat menikmati ranjang rumahku."

Mendengar suara itu, punggung bawah ku langsung terasa dingin dan aku pun bangkit dengan wajah ketakutan.

"R-Rich?!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (6)
goodnovel comment avatar
Khoirul
Ceritanya penuh misteri
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
...lucu...kadang menegangkan...penasaran kelanjutannya...️
goodnovel comment avatar
Siti Sara
redang, edang, redang, untuk, lebih, sitimaysarah, yang, drama, televisi, harini, kenapa, qatar, iPhone,
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Terperangkap Gairah Dokter Tampan   659.

    Lyodra berdiri di balkon, wajahnya pucat. Foto-foto Shane, ancaman yang menekan, dan ultimatum Jamie terus menyesakkan dadanya. Saat pintu terbuka, Jamie masuk dengan tatapan tajam. “Aku sudah cukup, Ly,” ucapnya tegas. “Aku tahu semua permainan Shane. Tapi yang paling penting—aku harus tahu… kamu ada di pihak siapa? Aku atau dia?” Lyodra tercekat. “Jamie… kamu tahu jawabannya. Aku memilih kamu, aku selalu memilih kamu. Aku hanya takut kalau—” Jamie menghentikannya dengan langkah cepat, meraih bahunya. “Tidak ada ‘kalau’, Ly. Kalau kamu masih diam, kalau kamu masih biarkan dia mengaturmu, kita berdua hancur. Aku tidak akan mundur.” Air mata Lyodra jatuh. “Aku hanya tidak ingin kehilanganmu…” “Kamu tidak akan kehilangan aku. Yang akan kita singkirkan adalah Shane.” Jamie menarik Lyodra dalam pelukan, lalu menatapnya dengan api di mata. “Mulai malam ini, aku melawan balik. Bukan hanya untukku, tapi untuk kita.” Bab Konfrontasi Hari itu, ruang rapat besar dipenuhi para

  • Terperangkap Gairah Dokter Tampan   658.

    Malam itu kantor pusat Alexandro Corp terasa dingin. Lampu-lampu masih menyala meski sudah lewat jam kerja. Jamie berjalan cepat menuju ruang rapat utama, wajahnya dingin, rahang mengeras. Di tangannya ada berkas—bukti transaksi keuangan yang akhirnya membuka semua tabir Shane. Di ruangan itu, Shane sudah menunggu dengan senyum penuh kepalsuan. Jupiter duduk di sampingnya, terlihat tegang, tetapi masih berusaha menutupi dengan sikap tenang. Jamie menghentikan langkahnya, berdiri di ujung meja panjang. “Akhirnya permainan kalian terbongkar,” ucapnya dingin. Shane menepuk-nepuk meja, seolah masih punya kendali. “Kau pikir bisa menang hanya dengan selembar kertas, Jamie?” suaranya licin. “Semua orang di perusahaan ini tahu aku lebih berpengalaman darimu. Dan Lyodra… dia sudah cukup sering menemuiku. Kau yakin masih bisa mempercayainya?” Jamie mengepalkan tangan, tapi tetap menatap tajam. “Berhenti bawa-bawa namanya. Kau yang menyeret Lyodra ke dalam permainan kotormu.” Jupiter a

  • Terperangkap Gairah Dokter Tampan   657.

    Lyodra berdiri terpaku di ruang kerjanya yang sunyi. Ponselnya bergetar berkali-kali, layar menampilkan pesan baru dari nomor asing. Dengan jemari gemetar, ia membuka pesan itu. [Pesan masuk: Kau terlihat sangat panas malam itu, Ly. Jamie pasti bangga punya tunangan yang bisa seperti ini di mobil dengan pria lain. Tapi bagaimana kalau aku sebarkan foto ini ke media? Atau langsung ke keluarganya?] Lyodra menutup mulut dengan tangan. Napasnya tercekat. Foto-foto itu… dirinya bersama Jamie di dalam mobil, basah oleh gairah yang nyaris melampaui batas. Sudut foto diambil dari jauh, tapi cukup jelas menunjukkan wajah mereka. "Shane…" gumamnya, tubuhnya melemas. Belum sempat ia membalas, ponselnya kembali bergetar. [Kau tahu apa yang kuinginkan, Ly. Datang temui aku malam ini. Jangan biarkan Jamie tahu. Atau aku akan pastikan fotomu jadi viral.] Lyodra menunduk, matanya berair. Ia memikirkan Jamie—tuan yang begitu dingin, keras, sekaligus pria yang membuatnya jatuh cinta tanpa bisa m

  • Terperangkap Gairah Dokter Tampan   656

    Malam itu kantor Jamie terasa lebih sunyi daripada biasanya. Lampu di ruangan CEO hanya menyisakan temaram, sementara pria itu duduk di kursinya dengan wajah keras. Jemarinya mengetuk meja, irama pelan yang menandakan pikirannya sedang bekerja keras. “Jadi kau yakin, semua jejak itu mengarah pada Shane?” Jamie menatap tajam salah satu staf kepercayaannya yang melapor lewat dokumen di tangannya. “Ya, Tuan. Kami menemukan pola yang sama, foto-foto yang disebarkan berasal dari sumber yang selalu kembali ke jalur Shane. Dan ada indikasi Jupiter dilibatkan, meski tidak sepenuhnya sadar.” Jamie menghela napas panjang. Matanya meredup, amarah dan kecewa bercampur jadi satu. Ly. Gadis itu sudah cukup menderita, tapi sekarang malah dijadikan umpan. Jamie menegakkan tubuh, sorot matanya berubah dingin. “Kalau begitu… kita tidak lagi hanya bertahan. Saatnya menyerang.” --- Di sisi lain, Lyodra duduk di kamarnya. Ponselnya kembali bergetar—nama Shane muncul di layar. Tangannya gemetar, tapi

  • Terperangkap Gairah Dokter Tampan   655.

    Langkah Jamie terdengar berat menghentak lantai marmer saat ia masuk ke ruang rapat pribadi yang kosong di lantai atas. Satu tangan memegang ponsel, satu lagi terkepal erat di saku. Matanya hitam, dingin, penuh bara yang siap meledak. Shane sudah menunggunya di sana. Duduk santai dengan setelan jas abu-abu muda, seolah ruangan itu adalah miliknya. Senyum tipis menghiasi wajahnya, senyum yang bagi Jamie lebih menusuk daripada seribu kata. “Jamie,” Shane membuka suara, tenang, seperti ular yang menggeser tubuhnya di antara rerumputan. “Cepat juga kamu datang. Aku kira kamu sibuk memanjakan tunangan cantikmu itu.” Jamie menahan napas, dadanya naik turun cepat. “Berhenti mutar-mutar. Apa maksudmu mengirim foto itu padaku?” Shane terkekeh ringan. “Oh, jadi kamu terima ya? Bagus. Aku hanya… peduli. Bukankah wajar kalau sahabat memperingatkan sahabatnya?” Jamie menghempaskan ponselnya ke meja, layar masih menyala dengan foto Lyodra dan Jupiter. “Kamu sebut ini peduli? Ini fitnah, Shane

  • Terperangkap Gairah Dokter Tampan   654.

    “Ly… kamu serius? Kamu diam-diam ketemu Jupiter tanpa bilang apa-apa ke aku?” Suara Jamie pecah, rendah namun penuh bara. Lyodra membeku, kedua tangannya bergetar memegang tas kerjanya. “Aku… aku cuma—” “Cuma apa?” Jamie mendekat, wajahnya begitu dekat sampai Lyodra bisa merasakan hembusan napasnya. Mata hitam itu berkilat tajam, campuran luka dan cemburu yang tak tertahan. “Cuma ingin membuatku terlihat seperti orang bodoh? Atau cuma ingin memberi celah pada Shane untuk menertawakan kita?” “Aku nggak berniat menyakitimu, Jamie!” suara Lyodra pecah, hampir berbisik. “Aku hanya bingung… aku tertekan. Shane… dia—” Jamie langsung meraih bahunya, menahan tubuhnya agar tak bergeser. “Shane apa? Katakan.” Tatapan Lyodra bergetar. Ada rahasia yang menyesakkan dada, ada ancaman foto-foto Shane yang terus menghantuinya. Tapi kata-kata itu terhenti di tenggorokannya. “Aku nggak bisa,” lirihnya. Jamie terkekeh dingin, nyaris menyakitkan. “Nggak bisa atau nggak mau? Bedanya tipis, Ly.” K

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status