Share

Terperangkap Gairah sang Mantan
Terperangkap Gairah sang Mantan
Penulis: Iamyourhappy

Chapter 1

Karina Leticia duduk di depan sebuah minimarket sembari termenung. Uangnya hanya cukup membeli sebuah minuman kaleng dan snack. Akhir bulan ini, ia harus menghemat uangnya untuk membayar sewa apartemen. 

Wanita itu menghela napas panjang. Tahun ini tidak ada yang spesial. Ia masih menyandang status lajang di usia yang sudah menginjak 29 tahun dan hanya seorang pegawai biasa di sebuah perusahaan kecil. Entah sampai kapan, ia akan hidup seperti ini?

Tring!

Ponsel Karina berbunyi. Segera, ia merogoh ponselnya dan membaca email yang baru saja masuk.

[ Selamat anda diterima menjadi staff administrasi Delux Corp. Selamat bergabung dengan kami. Untuk informasi selengkapnya, silakan lihat di dokumen yang kami lampirkan. ]  

“Beneran? Aku diterima?” tanya Karina pada dirinya sendiri. Delux bukan lagi perusahaan berkembang. Delux merupakan perusahan besar yang berpusat di Amerika. Hanya dengan menjadi staff biasa, gaji yang akan didapatkan adalah lima kali lipat dari kantor sebelumnya. 

“Aku diterima!” Karina meloncat sangat gembira. 

Ia tertawa dengan sangat bahagia tanpa menyadari bahwa seorang pria tengah menatap kertas lamaran miliknya sembari tersenyum tipis. “Karina, selamat datang di Neraka.” 

~~

Harapan tak sesuai kenyataan. Itulah yang terjadi pada Karina. 

Wanita itu sebelumnya berpikir bila bekerja di perusahaan besar, seperti Delux Corp akan menyenangkan karena para pegawai telah diseleksi ketat untuk fokus memberikan yang terbaik pada perusahaan. 

Sayangnya, senioritas di Delux Corp masih berlaku, terutama untuk karyawan magang sepertinya. Sudah sebulan Karina bekerja, tetapi ia masih kesusahan untuk beradaptasi karena para staff wanita di bagian Administrasi, seolah tidak menerimanya dengan tangan yang terbuka. 

Bahkan, hampir seminggu ini pula, Karina hanya disuruh-suruh melakukan pekerjaan yang tidak jelas.

“CEO akan datang mengecek satu per satu devisi. Kau yang bertugas mengepel,” kata Raisa, sang Kepala Devisi Administrasi, sembari menaruh alat-alat kebersihan di meja Karina.

“Maaf, Bu. Bukankah ada petugas kebersihan untuk tugas ini?” ucap Karina berusaha sopan meski sungguh lelah. 

Pekerjaannya saja belum selesai. Apakah harus ditambah pekerjaan tambahan mengepel lantai? 

Namun, ia malah ditatap tajam oleh Raisa.

“Petugas kebersihan hanya membersihkan sekali. Setidaknya, ruangan ini harus dibersihkan 3 kali sebelum CEO ke sini.” 

“Apa, kamu tidak mau, Karina?” 

Mendengar pertanyaan menusuk itu, Karina memejamkan mata sebentar, sebelum akhirnya mengangguk. “Saya mau, Bu.” 

Ditatapnya alat pel yang diberikan dan segera mengepel lantai satu kali. 

Namun, Raisa merasa lantai masih kurang bersih. Alhasil, Karina mengepel lantai sekali lagi.

Ia mendorong pelan alat pel sambil membawa ember, sementara staff administrasi lain melakukan pekerjaan mereka masing-masing. 

Memang, Karina belum memiliki tugas tetap. Oleh karena itu, Raisa sangat leluasa menyiksanya. 

Karina berhenti sebentar—menyeka keringatnya. Namun, sebuah senggolan dari Raisa tiba-tiba mengenai bahunya, sehingga Karina oleng. 

BRUGH!

Tubuh Karina terjatuh dan membentur ember yang berisi air kotor perasan pel. Rok yang digunakan Karina seketika basah. 

Belum sempat memproses semua, Karina merasa tangannya dicengkram keras dan ditarik bangun.

“Maaf, Pak. Anda seharusnya tidak melihat kejadian ini,” ucap Raisa memberi alasan, “dia masih pegawai magang.” 

Karina hanya terdiam dan tidak bisa membela diri atas tuduhan atasannya itu. Padahal, jelas sekali jika Raisa yang sengaja menyenggolnya, hingga terjatuh. 

Karina pun berusaha menenangkan diri meski dengan penampilan berantakan. 

Ia menunduk, tidak berani mendongak dan hanya melihat ujung sepatu pria yang sepertinya CEO perusahaan. 

Ada yang bilang, pria itu sangat tinggi dan tampan, seperti pangeran berkuda putih. Sesungguhnya, ia penasaran. Namun, kejadian ini membuat Karina tidak berani menatapnya meski sudah berhadapan langsung.

“Saya tidak ingin ada kejadian seperti ini terulang lagi,” ucap sang CEO terdengar dingin. 

“Kamu?” Terdengar suara yang berbeda. “Pegawai magang, kan?” 

Karina pun mendongak karena merasa dirinya yang sedang ditunjuk. 

“Nama kamu siapa?” tanya pria yang diketahui Karina menjabat sebagai kepala HRD. 

“Saya Karina, Pak.”

“Apa kamu sudah tahu siapa pemimpin perusahaan ini?” tanya pria itu terlihat sangat arogan, “kenapa kau hanya menunduk?” 

Tangan Karina mengepal.

Bagaimana bisa seseorang seperti itu bisa mendampingi pemimpin perusahaan? 

Namun, alih-alih mengkonfrontasi, Karina hanya bisa menggeleng lemah. 

Hidup Karina sudah sulit dan menderita. Ia tidak mungkin mencari perkara dengan jujur mengatakan bahwa ia tak sempat mencari tahu siapa pemimpin perusahaan.

“Dasar wanita bodoh,” umpat Bram pelan walau masih terdengar.

Lagi—Karina harus menyiapkan telinga dan hatinya menerima hinaan dan cacian orang lain padanya. 

Rasanya, ia ingin mengamuk, tetapi ia tahan. Ia masih butuh pekerjaan ini.

“Biarkan aku saja memperkenalkan diri.” Pria berjas rapi yang menggunakan jam tangan seharga ratusan juta itu menatap Karina yang tak berani menatapnya. “Aku Saka Ravindra, CEO Delux Corp cabang Indonesia.” 

Deg!

Jantung Karina serasa berhenti mendengar nama itu. Ia pun segera mendongak dan menatap pria di depannya dengan sangat terkejut. 

Wajahnya seketika pucat pasi. 

Apakah ini benar-benar Saka yang dulunya hanyalah laki-laki culun yang menjadi mainannya? 

Entah bagaimana nasibnya selanjutnya di perusahaan ini?

Namun, Saka hanya menatap Karina datar. “Aku jarang ke perusahaan. Mungkin, itulah kenapa banyak pegawai yang tidak tahu.” 

Salah satu tangannya di masukkan ke dalam saku, seolah tidak terjadi apa-apa.

Karina sontak membeku. Ia tak tahu apakah Saka masih mengenalnya. Yang jelas, pria itu berubah menjadi sangat berbeda. 

Saka yang dulu terlihat polos kini berubah menjadi pria yang penuh wibawa. Sorot matanya penuh intimidasi. Dari penampilan dan caranya bersikap, Saka sangat cocok menjadi pemimpin. 

“Ekhem.”

“Maafkan saya. Saya akan lebih berhati-hati,” ucap Karina tersadar dari lamunan. 

Saka lagi-lagi hanya berdehem sebagai jawaban. 

Ia berbalik—berjalan keluar dari ruangan Divisi Administrasi, meninggalkan Karina yang terdiam dan menatap punggungnya. 

“Aw!” rintih Karina kala merasakan sebuah tarikan di rambutnya. 

"Melihat apa? Kau ingin menggoda pak Saka?” tanya Raisa dengan emosi.  

Karina segera menggeleng lemah. Sekuat tenaga, ia membela diri. “Tidak, Bu.”

Namun, Raisa dan yang lain hanya tersenyum sinis pada Karina. 

“Pak Saka itu katanya sudah punya istri.” Raisa mendorong kening Karina menggunakan telunjuknya. “Jangan berharap bisa menggoda pria beristri. Kau tidak ada apa-apanya dibandingkan istrinya pak Saka.” 

“Baik, Bu,” balas Karina yang langsung memilih diam dan tidak membalas apapun lagi agar Raisa segera melepaskannya. 

Benar saja, Karina pun akhirnya bisa membereskan alat-alat kebersihan. Setelah itu, ia pergi ke toilet dan masuk ke dalam salah satu bilik. 

Begitu duduk di atas toilet, Karina mulai menangis.

Sekuat tenaga, ia menutup bibirnya rapat agar tidak mengeluarkan suara. Semuanya terasa sangat berat. 

Karina merasa takut tidak punya siapapun ataupun tempat untuk berkeluh kesah. Dia hanya bisa meluapkan emosinya di toilet ini.

Ketika Karina sudah selesai, ia bersiap untuk keluar.

Namun, sebuah suara menghentikan niatnya.

“Udah ketemu sama pegawai baru Administrasi? Katanya suka menggoda laki-laki.” 

“Belum sih. Tapi katanya mukanya kayak lonte,” balas suara lain. 

“Hadeeh. Katanya banyak pria di kantor yang suka sama dia.” 

Ucapan para penggosip menusuk Karina. Ia tak mengerti mengapa dirinya diperlakukan seperti aib yang seru sekali untuk diperbincangkan. 

Karina bersandar. Ia menyeka air matanya kembali, kemudian keluar dari bilik toilet–melewati wanita-wanita penggosip itu. 

“Apapun yang terjadi. Aku harus bertahan.” Karina menghela nafas dalam dan berjalan dengan percaya diri, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. 

~~

Setelah bekerja selama 9 jam menahan luka batin, Karina sampai juga di Apartemennya kala gelap. 

Namun, begitu membuka pintu, ia menghela nafas melihat sang ibu dalam keadaan berantakan. Bahkan, ada berbagai botol minuman beralkohol yang berserakan di dekatnya.

“Apa lihat-lihat?!” teriak Rita menatap tajam Karina. 

Dalam keadaan sudah mabuk, emosinya meningkat hanya karena Karina yang tidak berhenti menatapnya. 

Karina menarik napas dalam sebelum akhirnya mendekat. “Ma, tolong berhenti minum,” pintanya lembut.

“APA URUSANMU?!” Rita mengangkat tangannya lalu menarik rambut Karina sekuat tenaga. “JIKA AYAHMU YANG BODOH ITU TIDAK KORUPSI, HIDUPKU TIDAK AKAN BERANTAKAN.”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Supriyonosusanto
cukup lumayan ceritanya
goodnovel comment avatar
Iwan pales Bsnsj
nsjsksksmsm
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status