Harapan Karina hidup tenang di perusahaan pupus begitu saja setelah beberapa jam. Ia tidak menyangka ucapan Adel tentang menjadi Sekretaris Saka akan terjadi padanya.
Sekarang ia berada di ruangan Ceo perusahaanya. Ia kira pemanggilannya untuk memberi kontrak kerja karyawan tetap. Namun, ternyata juga menunjuknya sebagai Sekretaris.
“Kenapa Anda memilih saya, Pak?” tanya Karina memberanikan diri.
Saka terlihat memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku. Ia suka sekali Karina yang seperti ini: tidak berdaya berada di dalam kekuasaannya. “Karena aku ingin membuatmu menderita.”
Karina mendongak. Lagi? Saka ingin membuat hidupnya lebih hancur? Lantas kurang hancur seperti apa hidupnya sekarang. Karina mengepalkan kedua tangannya di pinggiran roknya.
“Gaji sebagai Sekretaris tiga kali lipat dari staff biasa. Apa kau sungguh-sungguh tidak membutuhkan uang?” Saka menilai Karina. “Bukankah kau butuh uang?”
Benar. Yang dikatakan Saka memang benar. Ia butuh uang. Ia harus menghasilkan banyak uang jika ingin hidupnya tidak kesusahan.
Rupanya, Saka bisa menjebak Karina lebih mudah hanya dengan kata uang. Karina hanya membaca sekilas dan segera menadatangani surat kontrak sebagai Sekretaris.
Wanita itu bahkan kurang teliti sehingga tidak membaca beberapa hal penting di lembar terakhir.
“Jika kau ingin memutus kontrak di tengah jalan. Maka kau akan di denda 5 kali lipat dari penghasilanmu selama bekerja di Delux.” Saka mengambil dokumen yang telah ditanda tangani oleh Karina.
Karina melebarkan mata. “Apa? Itu sama saja perbudakan.”
“Maka dari itu, bacalah kontraknya. Kau sekarang sudah mendatanganinya. Jadi, kau tidak bisa mengelak.” Saka tersenyum miring.
Karina menghela nafas dalam. Hanya karena uang, ia buta! Seharusnya, ia bisa berpikir lebih dalam lagi menjadi sekretaris mantannya sendiri yang ingin membuatnya menderita. Nasi sudah menjadi bubur, karina tidak bisa mundur.
“Baiklah,” ucap Karina terdengar pasrah.
Saka memandang Karina lebih intens.
Merasa ditatap, wanita itu pun melangkah mundur pelan. “Pakaianmu sangat tidak enak dipandang. Tidak ada yang bermerek. Kau pasti membelinya di pasar loak.”
Karina mengerjap mata. Ia memandang pakaiannya sendiri. Lagi-lagi yang dikatakan Saka memang benar. Kebanyakan bajunya dibeli di pasar barang bekas.
Jadi, pakaian yang dipakainya sebagian besar bekas milik orang. Karina melakukannya untuk menghemat uang. Ia tidak bisa menghamburkan uang untuk sekedar berbelanja baju. Lebih baik, uangnya di kumpulkan dan dibelikan bahan makanan di rumah.
“Saya akan membeli pakaian besok,” ucap Karina pelan.
“Segitu miskinnya kau? Membeli baju bagus saja tidak mampu?” ucap Saka kelewat pedas, "jangan mempermalukan diriku sebagai atasanmu."
Pria itu lalu meninggalkan Karina yang hanya mampu memejamkan matanya. "Ya, Tuhan...."
~~
Gara-gara kontrak itu, selain menjadi Sekretaris, ternyata Karina juga menjadi pembantu.
Sekarang, wanita itu bahkan tengah berada di kediaman Saka.
Diperhatikan rumah bertingkat tiga dengan desain modern yang sangat luas dan megah.
Ia sedikit takjub karena rumah ini diisi dengan peralatan jauh lebih canggih dibandingkan rumahnya yang dulu.
Karina menggelengkan kepala menyadari ia diam terlalu lama.
Saat ini, ia harus menyiapkan pakaian Saka untuk nanti malam. Jangan lupakan jika dirinya juga harus ikut!
Karina memasuki walk in closet milik Saka. Diperhatikannya ada begitu banyak setelan kemeja dan jas yang dimiliki pria itu.
Sepatu, jam tangan, dasi dan sabuk. Semua barang yang dimiliki Saka bermerek.
“Waah.” Karina menggeleng pelan. Ia cepat-cepat memilih satu kemeja. Ternyata kemeja yang terpajang masih baru. Jadi, ia harus mencopot label mereka dan harga. Jika ditotal, harganya sangat fantastis.
Tidak heran rata-rata pemimpin memang menggunakan barang bermerek untuk menunjukkan kualitas diri.
Namun, yang ia sadari tidak ada baju atau pakaian perempuan di sini. “Kenapa tidak ada sama sekali barang istrinya di sini,” gumamnya heran teringat gosip istri Saka yang bernama Aruna.
"Karina cepat!"
Mendengar namanya dipanggil, Karina segera keluar sambil membawa pakaian. Alangkah terkejutnya ia kala mendapati Saka yang hanya menggunakan bawahan handuk.Bagian atas Saka terpampang nyata di depannya.
“Maaf, Pak. Saya tidak tahu,” ucap Karina segera berbalik. Ia mematung sebentar melihat pahatan sempurna di perut saka dan merasakan kedua pipinya mulai memerah.
“Berikan bajuku,” ucap Saka datar sembari mengulurkan tangannya.
Tanpa menoleh, Karina segera memberikan pakaian bosnya itu tanpa mau menoleh. Setelah itu—ia berjalan pelan-pelan menuju pintu.
“Kau akan ke mana?” tanya Saka.
Karina sontak berhenti. “Saya akan menunggu Anda di depan pintu.”
“Hm.”
Karina menganggap dehaman pria tersebut sebagai jawaban.
Jadi, Karina menunggu sembari mengetukkan kakinya ke lantai.
Diperhatikannya kembali rumah besar yang hanya dihuni oleh Saka dan Aruna. Ada beberapa maid, tetapi mereka pulang ketika malam hari.
“KARINA!” teriak Saka dari dalam membuat Karina panik.
Perempuan itu seketika bergegas masuk.
"Ada a--"
“Bantu aku,” potong Saka berdiri di depan sebuah cermin.
Karina mendekat. Ia sedikit gugup. Dengan jarak sedekat ini, ia bisa mencium aroma Saka yang menyegarkan. Ia pun berjinjit untuk memasang dasi di leher Saka.
Pelan-pelan agar hasilnya rapi.
Setelah itu, Karina mengambil jas yang tergeletak di atas ranjang. Ia memutar—memasangkan jas itu di tubuh Saka.
“Selesai,” ucapnya lalu menatap Saka yang ternyata memperhatikannya intens dari cermin.
“Kau akan pergi seperti itu?” tanya pria itu mendadak.
“Saya ikut pergi?” tanya Karina dengan kebingungan.
“Memangnya siapa lagi yang menemaniku pergi jika bukan sekretarisku?” ketusnya, "Apa kau mau bayar pinalti dan mengundurkan diri dari posisimu sekarang?"
"Baik, Pak," ucap Karina menahan emosi, "saya akan bersiap segera."
~~
"Hah...." hela Karina lelah.
Benar-benar nyaris 24 jam, ia menemani Saka di Kantor.
Dari rumah, sampai setiap pertemuannya. Karina berharap sore ini bisa pulang—ia sungguh lelah. Ia harus mengistirahatkan punggungnya yang hampir retak ini di kasur reot kesayangannya.
“Apa jadwalku selanjutnya?” tanya Saka tiba-tiba, hingga Karina berdiri tegak kembali.
“Anda harus melakukan perjalanan bisnis ke Hongkong. Keberangkatan Anda sudah diatur sore ini,” jelas Karina. “Anda juga akan berangkat bersama asisten anda yaitu Ronald.”
Saka mengernyit. “Kau harus ikut.”
“Tapi, saya tidak punya Pasport dan Visa, Pak,” balas Karina cepat.
“Kau punya.” Saka menatap Karina. “Semenjak kau menandatangani kontrak kerja, segala kebutuhanmu sudah dibuat, termasuk pasport, visa dan asuransi.”
“Tapi saya—”
“Mau membantah?” Suara Saka terdengar lebih rendah dari sebelumnya. Pria itu maju mendekati Karina yang perlahan mundur. “Aku tidak suka pembangkang.”
Segera pria itu mengurung Karina di tembok.
“Pak,” lirih Karina. Ia sedikit takut dengan Saka yang seperti ini. Baginya, itu sangat menyeramkan.
Saka sangat mengintimidasinya. Apalagi, tubuh pria itu yang tinggi nan kekar dengan gampang mengurung tubuhnya yang mungil.
“Jangan seperti ini,” lirih Karina.
“Kenapa?” tanya Saka. “Kau suka menggoda pria, bukan? Kudengar kau sempat menggoda manajer pemasaran itu.”
Karina mendongak. “Tidak. Saya tidak pernah menggoda siapa pun,” belanya.
Entah dari mana gosip seperti ini beredar.
Ia pikir setelah tidak berurusan dengan Divisi Administrasi, dia akan bebas dari tuduhan tak masuk akal.
Namun, Saka hanya berdecih. Pria itu lalu mencengkram dagu Karina. “Bilang saja kau suka menggoda pria. Kau ingin mendapat simpati dari mereka.”
“Saya memang miskin," ucap Karina berusaha menyingkirkan lengan Saka yang memerangkapnya, "tapi, saya dari dulu tidak pernah menggoda siapapun. Apalagi hanya untuk mendapat simpati.”
“Jawab aku dengan jujur. Sudah berapa banyak pria yang kau goda di kantor ini?”
Karina mengernyit. “Sudah saya bilang, Pak. Saya tidak pernah menggoda siapapun. Anda boleh berspekulasi tentang saya. Tapi, saya tidak akan pernah mengakui perbuatan yang tidak pernah saya lakukan.”
Saka terdiam sebentar sebelum pria itu kembali menarik pinggang Karina. “Jangan munafik. Aku tahu kau seperti apa. Dari dulu, kau sering bergonta-ganti pacar, kan?”
“Itu dulu ketika aku masih remaja,” ucap Karina mulai lelah.Sungguh, ia tidak mengerti dengan Saka yang terus menuduhnya tanpa alasan. Mengapa pria itu terus menilainya dengan buruk padahal tidak tahu kenyataannya seperti apa? “Lepaskan aku, Saka!” Namun, Saka hanya tersenyum miring. “Kenapa kau memanggilku seperti itu? Aku ini bosmu. Kenapa kau begitu lancang?" "Kau harus diberi hukuman.” Saka lalu menarik tengkuk Karina dan menciumnya perlahan. Syok, Karina jelas memberontak. Ia terus memukul dada Saka agar melepaskannya. Namun, Saka malah semakin tertantang menaklukannya. Saka kini mengusap pelan pinggang Karina dan menggigit pelan bibir Karina agar memberi akses lidahnya masuk. Ketika berhasil, ia merasakan manis yang membuatnya candu. Karina hanya mampu memejamkan mata kala bibir Saka terus menggodanya. Dia hanya bisa mengepalkan tangan di bawah sana. Ia sadar semua ini salah. Apalagi, jemari Saka sudah bergilya di balik punggungnya. Tes!Air mata Karina jatuh. Ia men
Karina menoleh. Ia mengerjapkan mata. “Ada yang Anda butuhkan?” tanyanya di ambang batas kesadaran. Saka pun menarik pinggang Karina lagi. Ia mengangkat tubuh wanita itu dengan mudah dan berakhir di pangkuannya. Karina hendak memberontak, namun Saka memeluk pinggangnya terlalu erat. Lama menunggu, Saka hanya memperhatikan Karina. Namun perlahan, jemarinya terangkat mengusap helaian rambut Karina yang sedikit berantakan. “Kenapa kau menguncir rambutmu? Kau ingin memamerkan lehermu ini hah?” Dengan tidak sabar, Saka menarik tali rambut Karina, hingga helaian rambut wanita itu terjatuh. Rambut Karina yang sebatas bahu itu terurai dengan indah. Hanya saja, ada banyak rambut Karina yang juga ikut terlepas saat ia menarik kunciran itu. “Rambutku….,” gumam Karina. Saka tidak mengabaikan ucapan Karina. Ia segera menarik tenguk wanita itu dan langsung saja melumat bibir yang selalu menggodanya. Mungkin, karena efek alkohol, membuat Karina pasrah. Ia membuka mulut secara tidak sadar,
“Jangan bermimpi! Sampai kapanpun aku tidak akan menjadi istrimu!” teriak Karina. “Tidak usah sombong!” Tanto mencengram rahang Karina. Ia tertawa pelan. “Aku beri waktu satu minggu untuk melunasi hutang ibumu. Jika tidak, akan berbunga dua kali lipat.” “Kau tidak akan bisa melarikan diri dariku. Aku akan selalu bisa menangkapmu.” Tanto bersama anak buahnya tertawa. “Jangan jual mahal. Pikirkan sekali lagi. Aku akan melupakan hutang ibumu jika kau mau menjadi istriku yang ke-5. Hidupmu juga akan terjamin.” Rentenir itu pergi. Tubuh Karina merosot di depan pintu. Dari mana ia mendapatkan uang 300 juta dalam waktu dua minggu. ~~ “Karina.” Saka menggeram marah menatap Karina yang seperti patung. Saat rapat—Karina malah sibuk melamun. “KARINA!” teriaknya marah karena tidak mendapat jawaban. Karina seketika menoleh. Ia merapikan kertas-kertas catatannya. “Maaf, pak.” Karina menunduk sambil menghela nafas. “Kenapa kau tidak bekerja dengan benar?” heran Saka. Ia berjalan mendekati K
Tubuh Karina hampir tenggelam.Melihat itu, Saka segera menarik tubuh wanita itu dan membawanya ke tepi.Dengan cepat, Saka menempelkan bibirnya dengan bibir Karina--memberikan nafas buatan untuk wanita itu. "Uhuk!" Karina terbatuk—namun masih memejamkan mata. Melihat itu, Saka bernafas lega. Setidaknya, Karina masih hidup. “Siapa yang mengizinkanmu mengakhiri hidup?” tanya Saka tajam, “sampai kapanpun, aku tidak akan membiarkannya. Kau tidak akan bisa mati tanpa izinku.” Sang sopir yang sedari tadi dibuat terkejut oleh tingkah atasannya itu lantas mendekat. Dengan hati-hati, ia pun berucap, “Sebaiknya dibawa ke rumah sakit, Sir.” Saka pun mengangguk dan bergegas mengikuti saran yang baru didengarnya itu.~~Karina mengernyit. Ia mencium bau obat-obatan yang menyengat. Tubuhnya tidak bisa bergerak. Namun, ia merasakan ada sesuatu yang menancap di tangannya. Perlahan, dibukanya mata dan memandang sekitar.Seketika ia sadar sedang berada di sebuah kamar rumah sakit. “Kenapa ak
Saka mengangkat Karina. Membawa Karina masuk ke dalam kamarnya. Oh bukan—Karina terus berpikir jika kamar ini adalah milik Saka dan Aruna. Haruskah ia menodai kamar ini. “Tap—” Saka membaringkan tubuh Karina di atas ranjang dengan kasar. “Kau tidak berhak protes. Diam dan nikmati saja.” Saka kembali mencium Karina. Tidak memberikan wanita itu bernafas dengan benar. Karina kualahan menghadapi Saka yang begitu ganas. Belum lagi di bawah sana jemari Saka sudah masuk ke dalam pusat dirinya. Memainkannya dengan sesuka hati.“Sirrrhh….,” Karina memejamkan mata. Ia meremas seprai. Tubuhnya bergerak tidak karuan saat jemari Saka masuk dan keluar dengan cepat. “Akuuuhh..” Tubuh Karina menggelinjang. Pelepasannya sudah datang. Saka bangkit. Melucuti pakaiannya sendiri. Kedua pipi Karina memerah. Ini pertama kalinya ia melihat tubuh Saka begitu gamblang. Tubuh Saka sempurna. Otot-otot pria itu terbentuk dengan sempurna. Saka kembali menciumnya. Seiring dengan sebuah benda tumpul mulai mele
Pagi harinya. Karina menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ada beberapa bekas kepemilikan yang ada ditubuhnya. Bekas itu tidak akan hilang dalam sekejap. Karina menatap ponselnya yang menyala. Ada sebuah notifikasi yang masuk. sebuah transfer yang masuk. 300 juta sudah masuk ke dalam rekeningnya. “Aku harus segera membayarnya.” TING TING. “Itu pasti dia.” Karina membuka pintu. Benar saja—Tanto beserta anak buahnya. “Kau ikut kami. Aku akan menjualmu.” Tanto berkacak pinggang. “Aku akan membayarmu.” Karina melotot. Ia menjauh dari pria itu. “Berikan aku rekeningmu.” Tanto dan anak buahnya berpandang sebentar. “Jangan berbohong. Aku tidak akan termakan mulutmu jalang!” Karina mengeluarkan ponselnya. “Katakan saja berapa nomer rekeningmu. Aku akan mentransfernya langsung.” Tanto menyebutkan nomor rekeningnya. Karina mengotak-atik ponselnya. Dalam sekejap saja. uang 300 juta tersebut sudah berpindah tangan. “Aku sudah membayar lunas hutangmu.” Karina menunjukkan bukti transfe
Tangan Saka juga kenal tempat. Jemari pria itu memegang erat pinggang ramping Karina. Masalah yang paling ditakutkan Karina adalah bagaimana jika karyawan Delux melihat mereka. “Akan jadi Skandal,” balas Saka acuh. Karina mendengus. “Tamat riwayatku.” “Kau sudah tamat berkali-kali,” balas Saka lagi. Benar. Saka memang selalu benar. Mereka mengambil duduk di samping jendela. Akhirnya Karina bisa kembali makan di Restoran mewah berkat Saka. Mau tidak mau sebenarnya ia juga merindukan kehidupannya yang dulu. Penuh dengan harta, ke manapun bisa, beli apapun bisa dan melakukan apapun bisa. “Terima kasih sudah mengajakku ke sini, Sir.” Karina tersenyum. Ia memang suka. Apalagi pemandangan bawah terlihat sangat indah. “Just call me Saka.” Saka mengambil gelasnya yang sudah diisi oleh anggur oleh pelayan. “Well aku hanya sedikit bersikap baik.” Karina mengangguk. Saka meminum pelan anggurnya. Dengan sorot mata yang tidak lepas dari Karina. “Apa kau dulu sangat senang mempermainkanku?”
Karina mengernyit. “Apapun itu bukan urusanmu.” “Come on Karina.” Kenzo tersenyum. “Aku tahu kau. Kau tidak mungkin mau hidup miskin. Kau pasti mencari sugar daddy untuk mencukupi kebutuhanmu. Apalagi kau dan ibumu itu suka sekali menghabiskan uang.” Lebih dari tahu. Kenzo bahkan hapal kebiasaan Karina dulu. Karina yang gemar menghamburkan uang. “Terserah.” Karina menghela nafas. “Ikutlah denganku malam ini. Aku akan memberimu tip yang cukup banyak.” Kenzo dengan lancang menarik pergelangan tangan Karina. “Lepaskan aku.” Karina berusah memberontak. “Bilang padaku, berapa tarifmu. Aku akan membayarnya tiga atau empat kali lipat sesuai keinginanmu.” Kenzo masih bersikukuh. “Kalau perlu aku akan menjadi sugar daddymu, kau tidak perlu repot-repot mencari pria kaya.” Karina memutar bola matanya malas. “Lepaskan aku.” “Jangan jual mahal, Karina.” Kenzo yang semakin lancang. Pria itu bahkan berani menarik pinggang Karina. Mengusap kedua pipi Karina dengan pelan. “Lepaskan aku brengs