Karina menoleh. Ia mengerjapkan mata. “Ada yang Anda butuhkan?” tanyanya di ambang batas kesadaran.
Saka pun menarik pinggang Karina lagi.
Ia mengangkat tubuh wanita itu dengan mudah dan berakhir di pangkuannya.
Karina hendak memberontak, namun Saka memeluk pinggangnya terlalu erat.
Lama menunggu, Saka hanya memperhatikan Karina.
Namun perlahan, jemarinya terangkat mengusap helaian rambut Karina yang sedikit berantakan. “Kenapa kau menguncir rambutmu? Kau ingin memamerkan lehermu ini hah?”
Dengan tidak sabar, Saka menarik tali rambut Karina, hingga helaian rambut wanita itu terjatuh.
Rambut Karina yang sebatas bahu itu terurai dengan indah. Hanya saja, ada banyak rambut Karina yang juga ikut terlepas saat ia menarik kunciran itu.
“Rambutku….,” gumam Karina.
Saka tidak mengabaikan ucapan Karina. Ia segera menarik tenguk wanita itu dan langsung saja melumat bibir yang selalu menggodanya.
Mungkin, karena efek alkohol, membuat Karina pasrah. Ia membuka mulut secara tidak sadar, sehingga memudahkan aksi Saka.
Jemari Saka pun mengusap pipi Karina pelan. Ia berdiri dan mengangkat Karina lalu menggendong tubuhnya dan berjalan cepat.
Ia baru berhenti saat masuk ke dalam sebuah kamar.
Saka lalu mendudukkan Karina di atas sebuah meja, kemudian kembali mencium Karina.
Kali ini, lebih intens dari sebelumnya.
Karina bahkan merasakan mint bercampur dengan nikotin masuk ke dalam mulunya dan bagaimana jemari Saka mengusap punggungnya lembut.
“Pak…,” panggil Karina.
Karina sungguh tidak bisa menahan gejolak panas ini. Saka memberikan tanda yang begitu banyak di lehernya.
“Pak berhenti.” Karina membuka mata. Ia mulai sadar jika yang dilakukan mereka salah. Saka sudah mempunyai istri. Saka bukan lagi pria single yang bisa sembarangan berhubungan dengan wanita. Apalagi wanita sepertinya.
Saka pun berhenti sejenak sebelum ia tiba-tiba memeluk Karina erat.
Pria itu seolah kerasukan dan mencium leher Karina beberapa kali.
“Pak,” panggil Karina.
“Aku tahu.” Saka mengangkat tubuh Karina. Membaringkannya di atas ranjang.
“Saya harus pergi. Bukan hanya saya, tapi juga Anda.” Karina hendak bangkit. Namun, Saka justru segera menariknya.
Buk!
Tubuh karina pun jatuh di atas tubuh Saka.
“Tetap di sini.” Saka mememeluk Karina sepergi guling.
“Tapi—”
“Mau membantah?” Saka menggeram pelan. Ia sedikit meremas pinggang Karina karena wanita itu yang terus saja melawannya.
Karina memilih diam. Ia tidak berani memberontak lagi. Lama-kelamaan, ia juga mengantuk.
Tak lama, mereka pun jatuh tertidur tanpa melakukan apa-apa lagi. Hanya saja, Saka memeluk Karina sangat erat.
~~
"Shit!" erang Saka yang terbangun lebih awal.
Pertama kali ia membuka mata, didapatinya wajah Karina yang begitu dekat.
Saka mencoba mengingat kegiatan mereka tadi malam.
Ia mencium Karina dan menggendongnya sampai ke sebuah kamar yang berada di klub.
Saka menggeleng pelan.
Wajah polos Karina mengundangnya untuk mencium wanita itu lagi. Namun, ia tahan.
Segera, Saka bangkit dari ranjang. Ia lebih dulu membersihkan diri di dalam kamar mandi.
Sedangkan Karina yang juga mulai terbangun. Ia menatap sekitar. Tadi malam, ia tidak sepenuhnya mabuk. Ia ingat terakhir kali bersama Saka.
Mendegar suara gemricik air di dalam kamar mandi, ia pun menoleh.
“Aku harus pergi sebelum dia keluar.” Karina buru-buru mengangkat selimut. Namun sialnya ia justru terjatuh.
Bugh!
“Awh,” ringis Karina. Bokongnya mendarat di lantai.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Saka ketika keluar dari kamar mandi.
Seperti biasa, tanpa sedikitpun malu. Saka seakan sengaja menampilkan tubuhnya yang sempurna di hadapan Karina. Saka hanya menggunakan bathroob.
“Tidak.” Karina menatap ke arah lain. Ia bangkit dan berjalan mendekati pintu.
“Tidak ada yang terjadi tadi malam,” ujar Saka. “Kau pergilah membersihkan diri di kamar lain. Aku tunggu dibawah dalam 10 menit.”
Karina menghela nafas. Ia mengangguk dan segera keluar.
Sepuluh menit adalah waktu yang sangat cepat. Ia harus selesai tepat waktu jika tidak mau dimarahi oleh bosnya itu.
~~
Setelah menempuh perjalanan belasan jam dari Hongkong kembali ke Indonesia, akhirnya Karina sampai di Apartemennya.
Seluruh badannya terasa hampir remuk. Ia berusaha mengikuti semua jadwal Saka sebaik mungkin meski sempat merasa canggung setelah kejadian itu.
Ditariknya koper pelan. Sama seperti malam kemarin-kemarin, apartemennya gelap.
Karina pun mencari saklar lampu dan menyalakannya.
“Kenapa rumah ini begitu bersih?” heran Karina. Ia melangkah masuk ke dalam kamarnya.
“Kamarku begitu rapi?”
Karina menghela nafas. Ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Karina menatap sebuah surat yang tergeletak di atas nakas.
[ Maaf, Mama pergi bekerja ke Arab Saudi. ]
“Apa?” Karina mencoba menghubungi nomor ibunya. Namun, nomornya sudah tidak aktif.
“Jawab, Ma,” lirih wanita itu mulai putus asa.
Tak selang lama, ada sebuah pesan masuk.
[ Kau adalah anak Rita. Dia punya utang padaku 300 juta. Dia kabur dan tidak membayar hutangnya. Sebagai anak, kau harus membayar hutangnya.]
[Dari rentenir paling kejam dari seluruh dunia, Tanto.]
Karina terjatuh. Apalagi sekarang? 300 juta? Bagaimana caranya ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu?
Karina menghela nafas. Ia mengusap wajahnya dengan kasar.
Sembari menunduk, wanita itu menangis dalam sendirian.
“Aku selalu berpikir aku kuat. Aku bisa menghadapi semua hal sendirian.” Karina memegang dadanya yang terasa begitu sesak. “Tapi aku takut. Aku takut. Paa….” Karina mendongak. “Andai papa di sini. Karina kangen papa.”
~~
TING TING TING!
Karina membuka mata saat matahari sudah berada di atas langit. Siapa pagi-pagi begini bertamu di rumah orang?
Karina memejamkan mata lagi. Namun, suara bel kembali berbunyi. Dengan kesal, Karina pun turun dari ranjang.Ia membuka pintu. Alangkah terkejutnya melihat tiga orang berbadan besar di depannya. “Permisi ada keperluan apa?”
“Bayar hutangmu.” Seorang pria muncul. Ia membela pria besar tadi sembari menatap Karina.
Tiba-tiba ia menarik sudut bibirnya.
Melihat itu, Karina merasa marah. “Aku tidak berhutang denganmu. Yang berhutang ibuku. Aku tidak ada urusan dengannya. Kau bisa menagihnya, bukan menagihku.”
Pria yang dikenal sebagi rentenir paling kejam itu tertawa. “Ibumu kabur membawa uangku! Wanita sialan itu kabur setelah meminjam banyak uangku. Penjudi bodoh itu kabur, lalu kau menyuruhku menagih hutang padanya?”
“Kalau kau tahu dia penjudi bodoh kenapa kau meminjaminya uang? Kau sengaja menjebaknya. Kau sengaja meminjaminya uang lalu menaikkan bunga setiap kali dia tidak bisa bayar.” Karina menatap Tanto dengan tajam. “Aku tahu niat busukmu. Aku tahu kau memeras orang!”
Tanto melotot. Ia tidak terima dengan ucapan Karina. “Jangan banyak bicara. Lunasi saja hutang ibumu.”
Dua pria berbada kekar itu memegangi Karina di dua sisi. “Lepaskan aku!”
“Orang miskin sepertimu memang banyak bicara.” Tanto mencengkram dagu Karina. “Berikan aku uang atau tubuhmu.”
Tanto memandang tubuh Karina dari atas hingga bawah. Sorot matanya menunjukkan ketertarikan mengarah ke nafsu. “Kau bisa jadi istriku yang ke-5. Hutang ibumu lunas dan kau bisa hidup mudah menjadi istriku.”
“Jangan bermimpi! Sampai kapanpun aku tidak akan menjadi istrimu!” teriak Karina. “Tidak usah sombong!” Tanto mencengram rahang Karina. Ia tertawa pelan. “Aku beri waktu satu minggu untuk melunasi hutang ibumu. Jika tidak, akan berbunga dua kali lipat.” “Kau tidak akan bisa melarikan diri dariku. Aku akan selalu bisa menangkapmu.” Tanto bersama anak buahnya tertawa. “Jangan jual mahal. Pikirkan sekali lagi. Aku akan melupakan hutang ibumu jika kau mau menjadi istriku yang ke-5. Hidupmu juga akan terjamin.” Rentenir itu pergi. Tubuh Karina merosot di depan pintu. Dari mana ia mendapatkan uang 300 juta dalam waktu dua minggu. ~~ “Karina.” Saka menggeram marah menatap Karina yang seperti patung. Saat rapat—Karina malah sibuk melamun. “KARINA!” teriaknya marah karena tidak mendapat jawaban. Karina seketika menoleh. Ia merapikan kertas-kertas catatannya. “Maaf, pak.” Karina menunduk sambil menghela nafas. “Kenapa kau tidak bekerja dengan benar?” heran Saka. Ia berjalan mendekati K
Tubuh Karina hampir tenggelam.Melihat itu, Saka segera menarik tubuh wanita itu dan membawanya ke tepi.Dengan cepat, Saka menempelkan bibirnya dengan bibir Karina--memberikan nafas buatan untuk wanita itu. "Uhuk!" Karina terbatuk—namun masih memejamkan mata. Melihat itu, Saka bernafas lega. Setidaknya, Karina masih hidup. “Siapa yang mengizinkanmu mengakhiri hidup?” tanya Saka tajam, “sampai kapanpun, aku tidak akan membiarkannya. Kau tidak akan bisa mati tanpa izinku.” Sang sopir yang sedari tadi dibuat terkejut oleh tingkah atasannya itu lantas mendekat. Dengan hati-hati, ia pun berucap, “Sebaiknya dibawa ke rumah sakit, Sir.” Saka pun mengangguk dan bergegas mengikuti saran yang baru didengarnya itu.~~Karina mengernyit. Ia mencium bau obat-obatan yang menyengat. Tubuhnya tidak bisa bergerak. Namun, ia merasakan ada sesuatu yang menancap di tangannya. Perlahan, dibukanya mata dan memandang sekitar.Seketika ia sadar sedang berada di sebuah kamar rumah sakit. “Kenapa ak
Saka mengangkat Karina. Membawa Karina masuk ke dalam kamarnya. Oh bukan—Karina terus berpikir jika kamar ini adalah milik Saka dan Aruna. Haruskah ia menodai kamar ini. “Tap—” Saka membaringkan tubuh Karina di atas ranjang dengan kasar. “Kau tidak berhak protes. Diam dan nikmati saja.” Saka kembali mencium Karina. Tidak memberikan wanita itu bernafas dengan benar. Karina kualahan menghadapi Saka yang begitu ganas. Belum lagi di bawah sana jemari Saka sudah masuk ke dalam pusat dirinya. Memainkannya dengan sesuka hati.“Sirrrhh….,” Karina memejamkan mata. Ia meremas seprai. Tubuhnya bergerak tidak karuan saat jemari Saka masuk dan keluar dengan cepat. “Akuuuhh..” Tubuh Karina menggelinjang. Pelepasannya sudah datang. Saka bangkit. Melucuti pakaiannya sendiri. Kedua pipi Karina memerah. Ini pertama kalinya ia melihat tubuh Saka begitu gamblang. Tubuh Saka sempurna. Otot-otot pria itu terbentuk dengan sempurna. Saka kembali menciumnya. Seiring dengan sebuah benda tumpul mulai mele
Pagi harinya. Karina menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ada beberapa bekas kepemilikan yang ada ditubuhnya. Bekas itu tidak akan hilang dalam sekejap. Karina menatap ponselnya yang menyala. Ada sebuah notifikasi yang masuk. sebuah transfer yang masuk. 300 juta sudah masuk ke dalam rekeningnya. “Aku harus segera membayarnya.” TING TING. “Itu pasti dia.” Karina membuka pintu. Benar saja—Tanto beserta anak buahnya. “Kau ikut kami. Aku akan menjualmu.” Tanto berkacak pinggang. “Aku akan membayarmu.” Karina melotot. Ia menjauh dari pria itu. “Berikan aku rekeningmu.” Tanto dan anak buahnya berpandang sebentar. “Jangan berbohong. Aku tidak akan termakan mulutmu jalang!” Karina mengeluarkan ponselnya. “Katakan saja berapa nomer rekeningmu. Aku akan mentransfernya langsung.” Tanto menyebutkan nomor rekeningnya. Karina mengotak-atik ponselnya. Dalam sekejap saja. uang 300 juta tersebut sudah berpindah tangan. “Aku sudah membayar lunas hutangmu.” Karina menunjukkan bukti transfe
Tangan Saka juga kenal tempat. Jemari pria itu memegang erat pinggang ramping Karina. Masalah yang paling ditakutkan Karina adalah bagaimana jika karyawan Delux melihat mereka. “Akan jadi Skandal,” balas Saka acuh. Karina mendengus. “Tamat riwayatku.” “Kau sudah tamat berkali-kali,” balas Saka lagi. Benar. Saka memang selalu benar. Mereka mengambil duduk di samping jendela. Akhirnya Karina bisa kembali makan di Restoran mewah berkat Saka. Mau tidak mau sebenarnya ia juga merindukan kehidupannya yang dulu. Penuh dengan harta, ke manapun bisa, beli apapun bisa dan melakukan apapun bisa. “Terima kasih sudah mengajakku ke sini, Sir.” Karina tersenyum. Ia memang suka. Apalagi pemandangan bawah terlihat sangat indah. “Just call me Saka.” Saka mengambil gelasnya yang sudah diisi oleh anggur oleh pelayan. “Well aku hanya sedikit bersikap baik.” Karina mengangguk. Saka meminum pelan anggurnya. Dengan sorot mata yang tidak lepas dari Karina. “Apa kau dulu sangat senang mempermainkanku?”
Karina mengernyit. “Apapun itu bukan urusanmu.” “Come on Karina.” Kenzo tersenyum. “Aku tahu kau. Kau tidak mungkin mau hidup miskin. Kau pasti mencari sugar daddy untuk mencukupi kebutuhanmu. Apalagi kau dan ibumu itu suka sekali menghabiskan uang.” Lebih dari tahu. Kenzo bahkan hapal kebiasaan Karina dulu. Karina yang gemar menghamburkan uang. “Terserah.” Karina menghela nafas. “Ikutlah denganku malam ini. Aku akan memberimu tip yang cukup banyak.” Kenzo dengan lancang menarik pergelangan tangan Karina. “Lepaskan aku.” Karina berusah memberontak. “Bilang padaku, berapa tarifmu. Aku akan membayarnya tiga atau empat kali lipat sesuai keinginanmu.” Kenzo masih bersikukuh. “Kalau perlu aku akan menjadi sugar daddymu, kau tidak perlu repot-repot mencari pria kaya.” Karina memutar bola matanya malas. “Lepaskan aku.” “Jangan jual mahal, Karina.” Kenzo yang semakin lancang. Pria itu bahkan berani menarik pinggang Karina. Mengusap kedua pipi Karina dengan pelan. “Lepaskan aku brengs
21+ “Ingin apa?” beo Karina. “Kau.” Saka kembali mencium Karina. Kali ini lebih tergesa-gesa. Jemarinya masuk ke dalam dress Karina. Tidak sabar menurunkan resleting dress hingga terdengar robek. Tidak seberapa hanya robek sedikit. Setelah ini Saka akan membelikan Karina lebih banyak dress. “Jangan di sini.” Karina berhasil mendorong pelan Saka. Hingga pangutan mereka terlepas meski hanya sebentar. “Aku tidak peduli.” Saka melepaskan kancing kemejanya. Kemudian kembali memangut bibir Karina. Semakin hari—semakin sering tubuh mereka membelai. Saka semakin tidak bisa lupa. Bayangan tentang Karina yang pasrah di bawahnya selalu terngiang-ngiang. Biar saja dibilang otak mesum. Tapi kenyataannya memang seperti itu. Saka membawa Karina masuk ke dalam salah satu bilik toilet. Saka dengan mudah melepaskan semua yang ada pada Karina. Hingga tubuh Karina benar-benar telanjang di hadapannya. “Tubuhmu semakin menggoda,” bisik Saka. Karina mencengkram bahu Saka ketika pria itu bermain-mai
Karina berusaha mengingatkan diri sendiri. Kebersamaan mereka kemarin malam sebagai tugasnya. Saka tidak menginginkan apapun dari dirinya selain tubuhnya. Siang ini adalah jadwal Saka melakukan pemotretan bersama istrinya. Karina memandang Aruna. Dugaannya benar. Aruna sangatlah cantik. Wanita berstatus istri Saka itu adalah seorang desainer dan model. Hari ini mereka terlihat sangat serasi melakukan sesi photoshoot. Saka menggunakan setelan kemeja biru laut dengan bawahan hitam. Sedangkan Aruna menggunakan dress cantik berwarna biru juga. Mereka sangat serasi. Karina memandang mereka. Ia duduk di sofa yang sudah disediakan. Pose yang dilakukan sangat romantis. Aruna melingkarkan kedua tangannya di leher Saka. “Dia siapa?” tanya Aruna. Saka melingkarkan kedua tangannya di pinggang Aruna. Ia tahu yang dimaksud Aruna adalah Karina. “Bukan siapa-siapa.” “Dia norak dan kampungan,” komentar pedas Aruna. “Hanya sekedar jadi Sekretarismu saja dia tidak pantas. Kau pasti butuh pembantu.”