Dengan kecepatan laksana cahaya, Axel melepas genggaman tangannya. Sehingga Regan tidak sempat melihat ulah nekat putranya.
“Aku pergi dulu, ya?” pamit Regan ke Sera.
Sera mengangguk dan terdiam saat Regan mendaratkan ciuman di bibirnya. Regan melirik Axel, menganggukkan kepala kemudian sudah berjalan masuk ke dalam mobil.
Begitu mobil Regan menghilang, Sera tergesa masuk. Ia tidak mau berada lebih lama dengan Axel. Namun, pria tampan itu dengan cepat mencekal lengan Sera dan membuatnya urung pergi.
“Kamu mau apa lagi?” tanya Sera dengan sebal.
Axel mengulum senyum, berjalan mendekat hingga berdiri sejajar di depan Sera. Mata mereka beradu saling pandang.
Perlahan tangan Axel merengkuh pinggul Sera dan menarik rapat hingga dada mereka menempel. Sera panik. Ia takut ulah mereka dilihat asisten rumah tangga di sini.
“Tante gak usah panik gitu, dong. Aku kan cuman mau pamitan.”
Sera berdecak. &l
Dengan kecepatan laksana cahaya, Axel melepas genggaman tangannya. Sehingga Regan tidak sempat melihat ulah nekat putranya.“Aku pergi dulu, ya?” pamit Regan ke Sera.Sera mengangguk dan terdiam saat Regan mendaratkan ciuman di bibirnya. Regan melirik Axel, menganggukkan kepala kemudian sudah berjalan masuk ke dalam mobil.Begitu mobil Regan menghilang, Sera tergesa masuk. Ia tidak mau berada lebih lama dengan Axel. Namun, pria tampan itu dengan cepat mencekal lengan Sera dan membuatnya urung pergi.“Kamu mau apa lagi?” tanya Sera dengan sebal.Axel mengulum senyum, berjalan mendekat hingga berdiri sejajar di depan Sera. Mata mereka beradu saling pandang.Perlahan tangan Axel merengkuh pinggul Sera dan menarik rapat hingga dada mereka menempel. Sera panik. Ia takut ulah mereka dilihat asisten rumah tangga di sini.“Tante gak usah panik gitu, dong. Aku kan cuman mau pamitan.”Sera berdecak. &l
“Re—Regan,” ujar Sera terbata.Ia sangat terkejut begitu melihat suaminya tiba-tiba kembali pulang. Apa Regan melihat yang Axel lakukan tadi? Apa Regan melihat semuanya?Sera terlihat gugup, tapi sebisa mungkin menutupinya. Berbanding terbalik dengan Axel yang terlihat lebih tenang.Bahkan pria itu tidak menurunkan tangannya dari pinggul Sera sejak tadi.“Hai, Pa. Aku ke sini untuk menjenguk Nenek.” Axel menjawab dengan riang.Selama ini nenek Axel, Nyonya Josephine tinggal di rumah yang sama dengan Regan dan Sera. Hanya karena sakit stroke membuat Nyonya Josephine terus berada di kamar.Regan mengangguk, tapi matanya sedang menatap tangan Axel yang memeluk pinggul Sera. Seketika Sera menurunkan tangan Axel. Sementara Axel hanya tersenyum cengengesan melihat Regan.“Tadi Tante Sera kepleset dan aku membantu memeganginya supaya tidak jatuh. Sepertinya lantainya masih basah.”“Betul
“Apa maksudmu, Regan? Aku … aku ---”Sera terperangah kaget mendengar ucapan Regan, tapi belum sempat Sera bersuara tangan Regan sudah turun mencengkram erat lehernya.Tidak hanya itu Regan sudah mendorong tubuh Sera menempel ke dinding di belakangnya.“Ekgrr … Re … gan … akhrgg … .”Sera kesakitan dan kesulitan bernapas. Wajahnya memerah dengan mata yang melotot. Belum lagi rasa nyeri dan sakit yang ia rasakan. Sera tidak tahu mengapa tiba-tiba Regan melakukan hal ini padanya.“Tidak mau ngaku, heh?”Sera kebingungan harus menjawab apa. Apa ini berkaitan dengan pengakuannya saat itu? Apa Regan tahu jika Axel orangnya?Belum selesai benak Sera berpikir, tiba-tiba Regan melepas cengkraman tangannya. Tubuh Sera merosot. Ia berulang kali batuk sambil memegang lehernya. Masih terasa nyeri tertinggal di sana.Sera pikir semua akan selesai, tapi dugaan Sera salah.
“Baguslah kalau begitu. Sekalian saja aku katakan sebenarnya apa yang terjadi di antara kita,” ucap Axel.Ia bangkit dari kasur dan tampak sibuk merapikan baju sambil berjalan menuju pintu menghampiri Sera. Sera melotot saat Axel hendak membukanya.“Kamu gila. Kamu ingin aku mati?”Axel terdiam, kepalanya miring menatap Sera dengan bingung.“Bukannya dari awal aku sudah memberimu solusi, Sera. Kamu yang menolaknya. Jadi, apa salahnya jika aku yang mengatakan langsung ke Papa?”“JANGAN!!!”Sera langsung menahan tangan Axel, mencegahnya membuka pintu. Axel terdiam, menatapnya dengan saksama.“Aku janji … aku janji akan melakukan apa saja yang kamu minta asal jangan katakan soal malam itu ke Regan.”“Aku mohon … .”Sera berkata dengan sungguh-sungguh. Axel trenyuh melihatnya, apalagi saat mata bulat wanita cantik itu menatapnya penuh ketul
“AXEL!!! Apa yang kamu lakukan di sini?” pekik Sera tertahan.Pria berusia 27 tahun itu tidak menjawab, malah meringsek masuk ke dalam kamar. Sera melotot dan berusaha menyuruhnya keluar, tapi tenaga Axel lebih besar darinya. Hingga pada akhirnya Sera mengizinkan Axel masuk.Ia berdiri diam sambil merapatkan jubah tidurnya. Kali ini ia sudah mengenakan lingerie merah nan seksi dengan belahan dada yang rendah. Untung saja ada jubah tidur yang menutupi lekuk tubuhnya.Axel tersenyum menyeringai kemudian berjalan mendekati Sera. Setiap kali Axel melangkah maju, setiap kali itu pula Sera berjalan mundur. Hingga langkahnya terhenti karena terantuk dinding di belakangnya.“Kenapa kamu selalu ketakutan jika melihatku?” tanya Axel kemudian.Sera menggeleng. “Aku tidak ketakutan, aku hanya ---”“Hanya apa?” Axel memotong kalimatnya dan sudah berdiri tak berjarak di depan Sera.Sera tidak menjawab
“Eng … aku rasa tidak. Aku baru ini melihatmu,” jawab Sera.Ia langsung menyambut uluran tangan Axel dan secepat kilat menariknya kembali. Axel hanya diam dan sama sekali tidak mempermasalahkannya. Apalagi setelah itu banyak tamu yang menghampiri Sera dan Regan hendak memberi selamat.Axel mundur dengan teratur dan memilih duduk di salah satu kursi. Ia hanya diam memperhatikan Sera sambil menikmati minuman yang disajikan.“Rasanya aku tidak salah. Dia wanita di malam itu,” gumam Axel.Mata pekatnya terus mengawasi gerik Sera dan tentu saja Sera jadi tidak nyaman. Padahal sepanjang acara, Sera merasa bahagia, tapi setelah kedatangan Axel dan perkenalannya tadi membuat Sera ketakutan.Bagaimana jika Axel mengatakan ke Regan kalau telah terjadi sesuatu pada mereka malam itu? Apa jadinya Sera jika Regan marah dan membatalkan pernikahannya?Beberapa kali Sera menghela napas untuk melepas ketegangannya dan itu diketa