Share

Terperangkap Hubungan Cinta CEO Amnesia
Terperangkap Hubungan Cinta CEO Amnesia
Penulis: Rhyna mariahana

1 Kembali Pulang

Almira masih berdiri  mematung setelah tiba di depan pintu rumah mertuanya  yang tidak mengakuinya  sebagai menantu. Mereka berdua terpaksa ke rumah ini karena permintaan si pemilik rumah, walaupun Almira dan suaminya tidak mengetahui alasan yang sebenarnya.

“Kenapa sayang? ayuk masuk, mama sudah menunggu,” ajak Abdi yang masih memegangi jemari istrinya.

Sebenarnya Almira tidak yakin niat baik mertuanya malam ini kepada mereka, bayangan masa lalu masih terekam jelas di benak saat mama mertuanya menghina dan mengusir. Tidak sampai di sana perempuan itu juga menyalahkan Almira akan tindakan putranya meninggalkan rumah. Entahlah, semua masalah sepertinya dibebankan kepada Almira.

Wajah Almira terlihat cemas, “Tapi Mas.” Tanpa sadar  menggigit bibir bawahnya.

Ia tidak yakin mengikuti suaminya ke sini adalah pilihan terbaik. Ia mendadak ragu.

Abdi yang mengetahui kegelisahan istrinya langsung menguatkan, ditarik tangan perempuan itu ke dadanya yang bidang. “Percayalah sama Mas, sayang. Yakin saja mama sepertinya sudah luluh  menerima mu.”

Ucapan lelaki ini begitu gampang dan mudah sekali diucapkan, padahal kenyataannya tidak semudah itu berurusan dengan keluarga Subagiyo. Almira memang sudah lancang menerima cinta anak tunggal Subagiyo, dan konyolnya lagi mau dinikahi secara siri alias di luar payung hukum.

Bukan Abdi orang jahat yang mau enaknya saja, lebih tepatnya pihak keluarga Abdi-lah yang membuat urusan cinta mereka berdua menjadi ribet.

Sekarang tidak ada angin dan hujan mama Abdi meminta mereka berdua datang ke rumahnya setelah satu bulan tidak menganggap mereka ada. Entah tujuannya apa, meskipun Almira bersikeras agar Abdi lebih waspada. Nyatanya usahanya sia-sia, Abdi meyakini mamanya sudah menjelma menjadi malaikat setelah ditinggalnya pergi.

Setelah menenangkan pikiran kacaunya, Almira akhirnya mengangguk setuju. Toh, mereka sudah ada di ambang pintu tinggal masuk.

“Nah, gitu, donk. Percaya aja, mama gak sejahat yang kamu kira, kok. Mama cuma perlu waktu saja,” terang Abdi meyakinkan pada Almira.

Meskipun Almira tidak bisa yakin seratus persen begitu saja.

Pintu utama terkuak lebar, pandangan Almira sekarang tertuju pada meja utama di mana ada mertuanya dan beberapa tamu. Di mana tidak ada satu pun yang Almira kenal.

Nyonya Subagiyo bangkit diikuti tamu lainnya setelah tahu siapa yang datang, wajah sebagai ibu merindukan putarnya sangat kentara sekali. Almira yakin nyonya Subagiyo pasti mengutuk habis-habisan setelah membawa kabur putra tunggalnya. Almira benar-benar masih belum percaya niat nyonya Subagiyo.

“Sayangggg.”

 Nyonya Subagiyo yang berdiri dari tempatnya langsung merentangkan kedua tangannya lebar ke arah mereka berdua.

Ralat, hanya Abdi yang disambut. Almira bisa melihat jelas ke mana bola mata nyonya Subagiyo terarah.

Abdi yang mengapit tangan Almira mulai berjalan mendekat, jika Abdi mungkin santai tidak dengan Almira. Degupan jantungnya semakin cepat terpacu, ditambah saat matanya bertemu dengan nyonya Subagiyo. Buru-buru Almira menunduk menatap marmer yang dipijaknya.

“Sayangg, Mama kangen banget,” ujar Nyonya Subagiyo sambil memeluk sang putra.

Tidak lupa ritual cium pipi dilakukan, dan itu wajar saat anak dan ibu terpisahkan selama satu bulan lebih satu hari.

Almira sangat hafal berapa lama mereka meninggalkan rumah mewah ini.

“Baik, Ma. Mama sendiri bagaimana kabarnya?” Abdi yang sudah melepas tautannya dengan Almira bertanya.

Nyonya Subagiyo mengusap pipinya yang basah, “Baik, sayang. Baik.” Mimiknya terlihat sendu. “Kamu kurusan, lihat. Jadi item, kan.”

Abdi hanya menanggapi dengan senyum, bagaimanapun hidup satu bulan tanpa fasilitas dari mamanya memang cukup menguras tenaga dan pikirannya. Abdi sebenarnya bisa bekerja dengan ijazah S2 di luar negeri. Sayangnya acces itu tertutup karena ulah mamanya, jadi wajar saat Abdi mengalami penolakan berulang kali saat melamar.

“Eh, Ma. Ini istri Abdi, Almira.”

Tidak perlu dikenalkan lagi nyonya Subagiyo tahu siapa wanita di belakang putranya, karena gara-gara perempuan itu juga hubungan anak dan ibu renggang. Tidak akan pernah nyonya Subagiyo lupakan wajah wanita itu.

Ini waktunya, Almira yang sejak tadi tidak masuk  obrolan langsung terangkat wajahnya. Tatapan mereka bertemu satu sama lain, Almira bisa merasakan tatapan itu masih sama dengan tatapan satu bulan lalu saat nyonya Subagiyo menghinanya.

Saat Almira hendak menyentuh tangan nyonya Subagiyo untuk menciumnya, buru-buru wanita itu menarik tangannya dari jangkauan Almira. Seolah tidak memberi kesempatan pada mantunya menyentuh jemarinya yang terlihat terawat sekali itu.

“Sayang, perkenalkan ini tamu penting Mama.”

Satu persatu tamu di situ mulai memperkenalkan diri pada Abdi tentunya, Almira yang berdiri di belakang Abdi seperti tidak dianggap. Mereka semua terfokus pada Abdi saja, tidak pada manusia di belakangnya.

Pertemuan malam ini hanya sekilas setelah Abdi datang para tamu mamanya Abdi mulai undur pamit. Tinggal tersisa Almira dan Abdi saja.

“Makan yang banyak ya, sayang. Lihat badan kamu kurusan.” Mama Abdi begitu perhatian pada putranya, dan itu wajar sekali.

“Udah Ma, ini cukup.”

“Hmm. Jangan nolak, Mama sudah siapain untuk kamu semuanya. Harus dimakan, ok!”

Satu lauk dada ayam kesukaan Abdi ditaruh ke atas nasinya tanpa persetujuannya. Dan Abdi menyukai itu, kentara sekali.

Sedangkan Almira hanya menyuap beberapa kali, meskipun masakan orang kaya tidak selalu mengecewakan tetap saja rasanya hambar setelah masuk mulut. Almira seperti orang lain tidak dianggap yang kebetulan ikut makan. Beberapa kali suaminya mengajak interaksi tapi ya itu, selalu dipotong sama mamanya. Selalu begitu dan lebih parahnya Abdi mengabaikan hal kecil itu.

“Mama ingin kamu pindah ke rumah,” pinta nyonya Subagiyo pada Abdi.

Mereka sengaja duduk di ruang tamu setelah makan malam usai, Almira memilih tidur ke kamar ketimbang ikut nimbrung tapi tidak diajak bicara.

Sambil menatap ke depan Abdi menghela napasnya, “Mama tahu kan, kenapa Abdi mau pulang.” Sekilas ditatap wajah cantik yang sudah termakan usia itu. “Semua karena Almira, Abdi sudah katakan jika Mama menerima Abdi, Mama juga harus menerima Almira.”

Mendengar persyaratan Abdi itu rasanya nyonya Subagiyo ingin berteriak lantang, hatinya mendadak panas. Sejak dulu sampai sekarang dirinya belum menerima perempuan yatim dan miskin itu. Padahal nyonya Subagiyo sudah mengatakan alasannya. Jika kasta Almira dan Abdi berbeda.

Nyonya Subagiyo terdengar menghela napas, percuma berdebat sekarang. Karena Abdi sudah dibutakan dengan cinta konyolnya. Dan nyonya Subagiyo tidak mau ditinggalkan lagi, cukup satu bulan tersiksa dengan sang putra.

“Baiklah, meskipun berat. Kamu juga tahu, itu. Jangan paksa Mama, Di. Tapi beri waktu Mama bisa menerima Almira,” ujarnya seolah mau mengubah keputusannya.

Padahal nyonya Subagiyo sudah berazam, tidak akan menerima wanita itu menjadi menantunya dalam kondisi apa pun. Untuk sekarang biar saja putranya percaya dulu dengan dirinya, sebelum rencana utamanya dilancarkan.

Tujuan utama nyonya Subagiyo hanya satu memisahkan putranya dengan Almira dengan cara apa pun. Tidak sudi memiliki mantu seperti Almira.

Wajah Abdi terlihat semringah mendengar penuturan mamanya itu, ia yakin jika berinteraksi terus menerus hati mamanya yang kokoh akan lunak. Mamanya hanya tidak mengenal baik Almira saja. 

“Makasih, Ma. Sudah memberi kesempatan pada Almira,” ujar Abdi percaya dengan ucapan mamanya tadi.

“Iya, jangan pergi lagi ya.”

Abdi mengangguk dan tersenyum.

“Besok kamu kerja di perusahaan Mama saja, sayang tempat mu kosong.”

Sebagai putra tunggal Subagiyo tentu Abdi adalah calon penerus perusahaan keluarganya yang digadang-gadang menjadi bos muda berprestasi. Dan sayangnya impian mamanya kandas karena satu orang wanita murahan seperti Almira.

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status