Share

5. Jati Dirinya Disembunyikan

“Dokter bisa jelaskan ke saya apa yang terjadi pada putra saya?” nyonya Subagiyo sudah menatap ke arah dokter dengan tatapan penuh tanda tanya.

Mimiknya terkesan tidak sebaran karena ini menyangkut kesehatan Abdi, kenapa juga anaknya tidak mengenali Almira yang dia tahu sangat dicintai oleh Abdi.

Setelah berpikir keras akhirnya dokter menyimpulkan sesuatu yang membuat nyonya Subagiyo sedikit kaget.

“Sebenarnya saya belum bisa memastikan, hanya kasus seperti ini pernah terjadi walaupun tidak banyak,” ujar si dokter tampak frustrasi.  

Karena diagnosa sebelumnya jauh dari perkiraan hari ini, beberapa kali si dokter tampak mengusap dagu karena ikutan bingung.

“Maksud, dokter?” nyonya Subagiyo memberi tekanan, “Katakan apakah ini bahaya?”

Dengan menggeleng cepat dokter menjawab pertanyaan nyonya Subagiyo, “Saya belum bisa menyimpulkan jika belum ada pemeriksaan lanjutan, Nyonya. Tapi....”

“Tapi apa?! Katakan?!”

Setelah dirasa yakin barulah dokter mengatakan, “Trauma yang dialami Tuan Abdi memang bisa dibilang serius, ada retakan di bagian kepalanya. Hanya awal kemungkinan buruknya Tuan Abdi Amnesia meskipun tidak lama, dan tadi Anda bisa lihat sendiri ketika Anda menyodorkan beberapa foto padanya Tuan Abdi mengenali. Sedangkan nona Almira ta-,”

“Dia lupa,” tekan nyonya Subagiyo memotong ucapan dokter.

Nyonya Subagiyo merasa lega setelah menerima keterangan dokter, setidaknya kondisi putranya tidak serius dan berbahaya. Kalau bisa lupa dengan Almira selama-lamanya, justru itu yang menurutnya keputusan Tuhan terbaik.

Hingga tersenyum pun nyonya Subagiyo tidak menyadarinya, sampai harus disadarkan oleh dokter.

“Nyonya,” panggil dokter menyadarkan nyonya Subagiyo.

“Eh,” sambutnya tergagap, “Baiklah Dok, mungkin cukup sekian dari saya. Terima kasih atas penjelasannya.”

Dan dokter masih keheranan akan sikap nyonya Subagiyo mengenai kondisi Abdi sekarang, hanya sebagai pekerja profesional dokter ini pun tidak mau tahu masalah yang terjadi di keluarga pasien.

***

Abdi masih terbaring di kasur bangsal, tidak banyak yang dilakukan setelah bangun dari tidur lamanya itu. Meskipun masih ada Almira di ruangan ini.

Saat Abdi ingin menegakkan badannya mendadak terhuyung dan hampir jatuh. Untungnya Almira langsung sigap membantu.

“Mas, gak apa-apa? Mau apa, biar saya ambilin.”

Susah paya Almira memapah kedua lengan Abdi untuk di dudukkan, bukannya berterima kasih sudah dibantu. Abdi malah mengibaskan tangannya yang dipegang Almira, walaupun tidak memilik tenaga tetap saja Almira bisa merasakan penolakan dari suaminya.

“Aku bisa sendiri,” ucap Abdi datar tanpa ekspresi apa pun.

Sebagai istri yang tulus mencintai hati Almira seperti diiris pisau, sakit meskipun tidak berdarah. Perlakukan Abdi tanpa   rasa itu membuat Almira kebingungan. Abdi seperti tidak mengenalinya lagi. Perlahan Almira mundur beberapa langkah dari tempat Abdi, sepertinya lelaki itu membutuhkan waktu untuk sendiri.

“Loh, sayang. Kalau mau bangun bilang sama suster jangan dilakukan sendiri,” pekik nyonya Subagiyo melihat Abdi kesusahan untuk duduk.

Langkahnya sengaja dipercepat ke arah Abdi untuk membantunya, nyonya Subagiyo dalam hati malah semakin bahagia. Bagaimana tidak putranya benar-benar melupakan gadis di belakangnya itu sekarang, tidak apa-apa kalau Abdi hanya melupakan Almira.

“Nah, kan kalau begini enak,” ujar nyonya Subagiyo sambil mengulas senyum menatap Abdi.

“Makasih, Ma.” Abdi yang masih terlihat pucat ikutan senyum. “Ma,” panggilnya lagi.

“Ya sayang, ada apa. Mama selalu ada di sini untuk mu.”

Almira masih berdiri di tempatnya, tampaknya ia masih syok dengan perlakukan Abdi padanya tadi. Begitu menyesakkan sekaligus menyakitkan.

“Dia siapa?” tanya Abdi sambil melirik ke arah Almira.

Deg!

Mendadak jantung Almira berhenti berpacu, bagaimana pun pertanyaan dari Abdi jelas ditujukan padannya karena hanya dirinya, mama mertua, dan Abdi di ruangan ini. Kepalanya yang sejak tadi tertunduk perlahan diangkat sambil menatap suaminya, sempat pandangan mereka bertemu satu sama lain. Tapi ya itu, tatapan Abdi ke arahnya benar-benar kosong tidak memiliki arti.

Perasaan cinta yang mereka ungkapkan satu sama lain dulu benar-benar lenyap dari mata Abdi, Almira tidak melihat pandangan cinta dari suaminya lagi. Tak terasa kedua mata Almira penuh dengan air mata yang siap tumpah.

“Eh. Siapa sayang?” sengaja suara nyonya Subagiyo sedikit ditinggikan agar Almira mendengar.

Walaupun tidak perlu melakukan itu Almira sudah bisa merasakan kalau pertanyaan tadi memang untuknya.

“Dia,” tunjuk Abdi masih dengan lemah.

Perlahan nyonya Subagiyo mengalihkan pandangan ke belakang ke arah Almira berada, hanya sekilas seperti tidak peduli.

“Oh, dia, dia pekerja di rumah kita yang baru,” ucap nyonya Subagiyo tanpa berdosa sedikit pun.

Hati Almira yang sejak tadi sesak kini malah semakin sesak dibuatnya, mertuanya benar-benar tega melakukan ini di depan suaminya. Apa tadi, pekerja rumah. Almira saja tidak berpikir sejauh itu pada mertuanya.

Dan Abdi hanya mengangguk mengerti memahami.

“Sudah, kamu jangan terlalu mengingat apa pun. Kata dokter untuk saat ini kamu dilarang mengingat-mengingat sesuatu bisa bahaya nanti.”

Masih berdiri sambil mengepal kedua jemarinya kuat, Almira bingung harus mengatakan apa selain diam. Kalau boleh teriak tentu Almira lakukan, mengatakan pada suaminya jika dirinya adalah orang yang paling dicintainya.

Dan sayangnya Almira harus menahan itu semua karena kondisi Abdi, tanpa sepengetahuan nyonya Subagiyo dan Abdi. Almira buru-buru mengusap air matanya yang sempat jatuh ke pipi.

Tenang Almira, yakinlah semua akan baik-baik saja. Batinya menguatkan pada dirinya sendiri.

Tak lama kemudian pintu ruangan itu diketuk beberapa kali.

“Masuk.” Suara nyonya Subagiyo mendominasi.

Saat daun pintu terbuka barulah tubuh seorang gadis kecil dan cantik terlihat menyembul dari sana.

“Tante,” sapa Vivi dengan wajah cerah.

Almira yang sudah mengondisikan tubuhnya langsung menatap ke tamu tadi, kalau dilihat dari cara bicaranya Almira yakin hubungan gadis ini dengan keluarga Subagiyo bisa dibilang dekat. Dari pada terkena marah Almira memilih duduk di sofa di dalam ruangan ini, untuk saat ini tidak apa-apa tidak dianggap siapa tahu suaminya memang butuh waktu untuk sembuh.

“Sayanggggg,” panggil nyonya Subagiyo kepada tamu tadi.

Siapa pun yang mendengar panggilan itu bisa menilai kalau nyonya Subagiyo begitu menyayanginya.

“Maaf, Tan. Vivi baru datang,” ucap gadis ini sambil meletakkan parcel buah yang bisa dilihat dari bentuk dan cara packingnya. Jika itu barang mahal.

“No, problem sayang.”

Mereka melakukan cium pipi kanan kiri, Almira yang melihat itu semua hanya bisa menahan emosinya. Sejak datang ke rumah Subagiyo belum pernah Almira diperlakukan seperti itu, jangankan cium pipi mengobrol pun tidak pernah nyonya Subagiyo lakukan.

Dari namanya Almira memang tidak terlalu kenal, tapi seperti pernah mendengarnya entah di mana.

“Mas, Abdi....” panggil Vivi akhirnya.

Pemuda yang sudah menegakkan badannya itu mengulas senyum, “Vivi. Bagaimana kabarnya?”

Tentu orang yang paling bahagia  nyonya Subagiyo karena putranya masih mengenali gadis ini.

“Ya ampun sayang, kamu tidak lupa dengan Vivi.” Lagi-lagi wajah bahagia nyonya Subagiyo kentara sekali diperlihatkan.

Masih di tempat yang sama hati Almira teriris lagi, kenapa hanya dirinya yang tidak bisa diingat Abdi. Kenapa harus dirinya. Melihat perbincangan mereka bertiga tentu hati Almira rasanya sesak dan panas, ingin meledakkan apa pun yang mengganjal di dadanya.

“Maksud, Tante? Mas Abdi gak ing-,”

“Iya sayang, kecelakaan kemarin membuat ingatan Abdi hilang walaupun tidak semuanya. Huft! Awas aja kalau ketemu yang nabrak itu, Tante bejek-bejek.”

Hati Vivi mulai berdetak tak karuan saat nyonya Subagiyo menyinggung soal yang menabarak Mas Abdi, segera mungkin Vivi mengubah ekspresinya dari gugup ke tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

“O,,, lalu Alm-,”

“Hust! Hanya dia yang dilupakan,” bisik nyonya Subagiyo.

Meskipun samar obrolan mereka tetap saja Almira bisa mendengarkan semuanya. Dan mereka berdua sekilas menatap ke arah Almira duduk, sorot mata iba sekaligus bahagia yang bisa ditangkap oleh Almira.

 

 

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
lukisan senja
resah dan gelisah...lanjut Thor,ditunggu kelanjutannya ini,bikin greget aja...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status