แชร์

Pertemu Pertama

ผู้เขียน: Fit Tree Fitri
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-05-30 19:47:31

Amira benar-benar harus menguatkan diri. Dia tidak tahu dimana makan putranya. Air mata terus mengalir ketika mengingat nasib yang dijalaninya.

“Anakku. Devano. Nama yang sudah Mama siapkan untuk kamu.” Amira duduk di lantai. Wanita itu hanya mengenakan dress pendek sebatas paha dengan lengan pendek di rumah kosan yang minimalis.

“Mama bahkan belum melihat makam kamu. Mama harus sehat dulu.” Amira menangis sendirian di dalam rumah yang terkunci rapat.

“Aku harus keluar untuk mencari bahan makanan.” Amira beranjak dari lantai. Dia menghapus air mata dan merapikan diri. Masuk ke kamar untuk berganti dengan pakaian yang lebih sopan.

Amira memang cantik. Tubuhnya tinggi semampai dan padat terisi. Rambut hitam panjang dan bergelombang berkilau sehat terawat. Bola matanya besar dengan warna hitam pekat. Alis rapi asli dengan bulu mata lentik dan panjang. Bibirnya kecil, tetapi penuh dan seksi. Hidung mancung dengan dagu lancip dan berbelah. Dia masih memiliki satu gigi gisul yang manis ketiak tersenyum. Dengan mudah membuat pria jatuh cinta padanya.

“Mau kemana, Neng?” tanya petugas perumahan.

“Di mana ada toko untuk membeli kepeluan sembako? Amira balik bertanya.

“Di depan, Neng. Apa mau saya antar?” tanya pria itu lagi.

“Apa jauh?” Amira melihat ke ujung gerbang komplek perumahan.

“Lumayan di rumah paling ujung. Dia jualan keperluan sehari-hari,” ucap pria itu.

“Apa aku boleh pijam motornya?” tanya Amira.

“Tentu saja.” Pria itu memberikan dengan senang hati pada Amira yang cantik.

“Terima kasih.” Amira tersenyum. Dia mengendarai sepeda motor milik pertugas perumahan. Rambut panjang hanya digelung seadanya, tetapi tidak mengurangi kecantikan wanita itu. Wajah tanpa make up tetap menarik perhatian.

Kendaraan Amira berpapasan dengan mobil Wijaya Kusuma. Pria yang datang untuk mengawai para pekerja proyek yang bersebelahan dengan perumahan miliknya juga. Karena baru dibangun membuat harga masih murah dan bebas memilih untuk ditinggali sebelum dipernuhi para karyawan.

“Siapa wanita itu? Kenapa terlihat tidak berdandan?” tanya Wijaya Kusuma di dalam hati.

“Matanya bengkak seperti sedang menangis. Apa dia penghuni perumahan dan mendapatkan kekerasan dari suami yang bekerja di perusahaanku?” Wijaya Kusuma menoleh pada asisten pribadinya.

“Ada apa, Tuan?” tanya pria paruh baya yang mendapatkan tatapan tajam dari bosnya.

“Apa perumahan khusus karyawan pabrik sudah penuh?” tanya Wijaya Kusuma.

“Bagian depan perumahan di berikan pada penghuni umum dan bagian tengah untuk pekerja proyek. Sedangkan di samping pintu utama untuk karyawan tetap. Jadi, wajar saja perumahan ini akan terisi dengan penuh,” jelas pria itu tersenyum.

“Perusahaan kita masih membuka lowongan pekerjaan hingga Pembangunan selesai dan proyek berjalan. Begitu juga dengan para penyewa dan pembeli perumahan,” lanjut pria itu.

“Kapan semua akan selesai dan bagaimana dengan pelamar di Perusahaan utam?” tanya Wijaya Kusuma.

“Berkas lamaran sudah banyak yang masuk. Anda memberikan kesempatan satu bulan dari pembukaan hingga penutupan dan waktu seleksi,” jelas Dodi.

“Ini berkas yang sudah masuk.” Dodi memerikan tab kepada Wijaya untuk memeriksa data para pelamar yang mau menjadi sekretaris pribadinya.

“Apa seorang pria bisa melakukan pekerjaan pria? Rasanya akan aneh jika diurus hingga memasang dasiku.” Wijaya menatap Dodi.

“Anda bisa melakukan percabaan,” ucap Dodi tersenyum.

“Hm. Wanita jauh lebih telaten untuk dijadikan sekretaris pribadi Anda. Cari yang sudah memiliki pengalaman,” lanjut Dodi.

“Kamu saja yang pilih beberapa kandidat ketika masa lamaran sudah ditutup,” tegas Wijaya mengembalikan tab pada Dodi.

“Baiklah. Saya memang lebih bepergalaman.” Dodi tersenyum. Pria yang sudah tidak muda lagi itu akan segera berhenti bekerja karena dia sudah memasuki usia pensiun di masa kerjanya.

“Aku tahu itu. Harusnya kamu tidak usah pensiun. Terus bekerja saja sampai tidak bisa berdiri lagi,” tegas Wijaya Kusuma.

“Ya Tuhan. Kapan aku akan menikmati masa tua bersama cucuku?” Dodi tersenyum melihat wajah cemberut Wijaya Kusuma. Pria itu sudah menemani keluarga Wijaya dari masih muda bahkan pria berkuasa itu belum lahir kedunia. Dia masih bekerja dengan orang tua lelaki itu.

“Datanglah berkunjung ke rumahku dan bawa cucu kamu untuk bermain ketika sudah tidak bekerja lagi,” ucap Wijaya Kusuma menatap pada Dodi dengan lembut.

“Tentu saja, Tuan. Saya pasti akan sangat merindukan Anda yang telah bersama dari sejak kecil. Anda sudah saya anggap seperti anak sendiri jika diizinkan,” ucap Dodi serius.

“Kamu bisa memanggil namaku seperti Ayah kepada anaknya ketika tidak jadi asisten pribadiku lagi.” Wijaya Kusuma memalingkan wajahnya melihat ke luar jendela.

“Terima kasih.” Dodi tersenyum. Dia tahu benar bahwa pria di depannya sangat sibuk belajar dan bekerja sehingga tidak begitu mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya yang juga sangat sibuk memperkaya diri.

Mobil yang membawa Wijaya Kusuma dan Dodi sudah berhenti di halaman sebuah rumah paling mewah yang juga dijadikan kantor yang pemillik Kawasan itu. Pria tampan dan tinggi segera turun dari mobil tanpa menunggu seorang membuka pintu.

“Kita langsung berkeliling saja,” ucap Wiajay Kusuma.

“Ya.” Dodi mengikuti langkah kaki Wijaya yang panjang. Pria itu mengawasi proyek setelah bertemu dengan para pengawas dan penanggung jawab pekerjaan. Dia mengenakan helm pelindung dan jas lapangan.

“Satu bulan lagi semua akan rampung dan siap bergerak, Tuan.” Seorang pria muda melaporkan hasil pekerjaan mereka kepada Wijaya Kusuma.

“Bagus. Pastikan semua bersih sebelum proyek jalan,” tegas Wijaya Kusuma.

“Baik, Tuan.” Para mandor dan penanggungjawab menemani bos mereka berkeliling. Pria itu sangat teliti. Dia memperhatikan setiap sudut proyek dan memeriksa perumahan serta pabrik.

Amira masih berbelanja di toko yang ada di ujung perumahan. Wanita itu duduk melamun. Dia memakan cemilan yang ada di depan toko.

“Sudah lama sekali aku tidak jajan makanan pinggir jalan.” Amira tersenyum.

“Neng baru di sini ya?” tanya bibi penjual.

“Iya.” Amira tersenyum. Gadis itu sedang memakan bakwan kuah dan empek-empek ikan. Jajanan rumahan yang enak.

“Neng pasti tinggal di Kawasan elite sebelah kanan. Terlihat jelas dengan kulit putih dan bersih seperti seorang model.” Bibi penjual memperhatikan Amira. Dia bisa melihat kecantikan wanita itu, tetapi ada luka dan sedih pada tatapannya.

“Tidak. Aku tinggal di perumahan umum yang paling murah,” ucap Amira tersenyum.

“Ah, benarkah? Bagaimana bisa seorang dari kalangan biasa sangat cantik, bersih, putih dan mulus. Belum lagi tinggi badan, Neng. Itu juga seksi.” Bibi tersenyum memperhatikan tubuh montok Amira yang dilihat wanita pun sangat menggoda apalagi pria.

“Keturunan mungkin, Bi.” Amira menarik sweater untuk menutupi dadanya yang basah dan penuh oleh asi.

“Aku harus membeli sedotan dan pompa untuk membuang asi. Ini sangat menyakitkan,’ ucap Amira di dalam hati. Dia sadar bahwa dadanya jauh lebih besar dari ukuran normal karena dia sedang masa subur pemberian asi untuk anaknya yang sudah meninggal.

 Semua itu efek dari program hamil dan perawatan yang dilakukan untuk memberikan yang terbaik pada putranya. Amira memang mau memberikan asi eklusif terbaik untuk Devano.

“Berapa semua, Bi? Aku sudah lama duduk di sini,” ucap Amira.

“Tidak apa-apa. Menemani Bibi. Masih sepi juga.” Bibi tersenyum.

“Kapan kamu pindah ke sini? Beli perumahan atau kontrak saja?” tanya bibi.

“Sekarang masih kontrak, Bi. Rencana mau melamar pekerjaan juga di sini,” jawab Amira.

“Ambil bagian pabrik atau perusahaan?” tanya bibi penjual.

“Rencananya di perusahaan karena aku punya pengalaman kerja menjadi sekretaris dan bagian keuangan,” jawab Amira ramah. Dia senang bisa punya teman berbicara sehingga tidak terlalu larut dalam kesedihan.

“Wah pantas saja penampilan kamu sangat menarik karena memang pernah bekerja sebagai sekretaris.” Bibi penjual pun sangat ramah dan ramai. Selalu ingin tahu segala hal untuk dijadikan bahan pembicaraan.

“Mungkin saja, Bi. Karena kita harus menjaga penampilan selama bekerja.” Amira tersenyum.

“Ini, Bi.” Amira membayar berlanjaanya.

“Terima kasih, Neng cantik. Kalau lagi bete di rumah boleh main dan nongkrong ke sini,” ucap bibi tersenyum.

“Iya, Bi. Permisi.” Amira pamit. Dia menyalakan mesin motor meninggalkan kedai penjual. Wanita itu kembali melamun. Dia ingin ke makan putranya yang tidak tahu dimana.

“Aku harus tanya bibi Nani. Mungkin tahu dimana makan Devano. Arrrgh!” Amira yang mengendarai motor sambil melamun menabrak mobil Wijaya yang sedang parkir di jalan pulang. Pria itu berhenti untuk mengawasi rumah termurah yang tetap bagus.

“Ya Tuhan. Bagaimana ini?” Amira terjatuh, tetapi dia terluka pada lutut dan pergelangan kakinya.

“Ceroboh sekali.” Wijaya Kusuma menatap pada Amira yang sudah duduk di atas rumput. Ada darah pada lutut yang putih dan bersih itu.

“Ah.” Amira merasa sakit pada pergelangan kakinya dan lutunya yang sudah merah.

“Maaf.” Amira segera berangkat dan mengangkat motor yang rebah.

“Apa Anda baik-baik saja, Tuan?” tanya Dodi memeriksa Wijaya Kusuma yang hampir saja terhimpit pintu yang ditabrak Amira ketika pria itu akan turun dari mobil.

“Dia harus membayar mahal.” Wijaya Kusuma memperlihatkan jarinya yang terluka.

“Apa? Saya benar-benar tidak sengaja.” Amira semakin gugup. Dia tahu benar bahwa mobil yang ditabraknya sangat mahal. Wanita itu juga harus memperbaiki motor orang yang lecet.

“Maaf, Tuan.” Amira tanpa sengaja memegang tangan Wijaya Kusuma untuk memastikan jari pria itu terluka.

“Maaf.” Tanpa sadar Amira memasukan jari terlunjuk Wijaya Kusuma ke dalam mulutnya.

“Ah.” Wijaya Kusuma terkejut, tetapi pria itu hanya diam saja tanpa penolakan. Sentuhan hangat dan tulus dari Amira memberikan desiran aneh di dalam dadanya.

“Maaf.” Amira terus meminta maaf dan membungkuk. Melepaskan tangan Wijaya yang terdiam bergitu juga dengan Dodi yang ikut bingung dengan bosnya yang membeku.

“Hitung kerugian yang dibuat oleh wanita ini. Jika dia bekerja di sini potong dengan gajinya.” Wijaya Kusuma masuk ke dalam mobil dan menutup pintu.

“Apa?” Amira terkejut. Dia belum juga mendapatkan pekerjaan, tetapi sudah harus mengganti rugi mobil mahal dan motor yang dipinjamnya.

Fit Tree Fitri

Halo, Terima kasih sudah membaca karya Akak. Semoga suka.

| 99+
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (9)
goodnovel comment avatar
Yani Langkudi
sangat suka thoor karena ceritanya bagus,............
goodnovel comment avatar
Dalling Hasma
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Naniek Soegiono
ceritanya bagus ... hampir sama dng "menjadi ibu susu untuk anak presdir"
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Terperangkap Jadi Ibu Susu Bayi Presdir   Bab 337 TAMAT

    Wijaya selalu memantau kegiatan dua putranya. Dia tahu bahwa dua lelaki mudanya sedang menghancurkan keluarga Andika.“Lakukan saja apa pun yang kalian mau.” Wijaya tersenyum mendengarkan laporan dari Leon.“Tidak masalah. Biarkan mereka bersenang-senang,” ucap Wijaya.“Baik, Tuan. Dua tuan muda tidak perlu bantuan kita. Mereka jauh lebih hebat dengan ilmu yang dimiliki sehingga bisa melakukan apa pun yang mereka inginkan,” jelas Leon.“Aku tahu itu.” Wijaya melihat layar computer yang menampilkan Perusahaan Andika bangkrut. Mereka bahkan harus menjual rumah untuk bisa bertahan hidup dan membeli rumah lain yang lebih kecil dan murah.Andika dan kedua orang tuanya sudah pindah ke rumah baru yang berada di daerah terpencil. Jauh dari pusat kota.“Bagaimana ini bisa terjadi?” Andika menghempas tubuhnya di sofa.“Bukankah Devano sudah mengancam kita. Apa ini atas perintah Amira?” tanya Marni marah.“Aku rasa ini memang balas dendam dari Devano karena kita sudah menyiksa Amira di masa lalu,

  • Terperangkap Jadi Ibu Susu Bayi Presdir   Bab 336 Memberi Peringatan

    Devano dan Keano duduk berdampingan di sofa. Mereka menghadap Andika. Seorang pelayan tua datang menyajikan minuman dan cemilan.“Silakan.” Wanita itu melihat pada Devano. Bayangan wajah Amira terlihat jelas.“Den Devano.” Bibi tersenyum.“Ya.” Devano menatap pada wanita yang tidak muda lagi itu.“Bagaimana kabar Non Amira?” tanya bibi dengan mata berkaca-kaca.“Mama baik,” jawab Devano.“Masuklah, Bik!” Andika tidak suka melihat bibi dekat dengan Devano.“Baik. Permisi.” Bibi menghapus air mata yang jatuh dan kembali ke dapur.“Devano, apa kamu tahu bahwa aku adalah papa kandung kamu?” tanya Andika.“Apa Anda layak?” Devano menatap tajam pada Andika.“Apa?” Andika terkejut. “Devano, kamu tahukan siapa yang membuat kita semua berpisah? Itu adalah ulah Cantika yang tergila-gila kepada papa. Dia menukar kamu dengan bayi yang sudah meninggal,” jelas Andika.“Itu bukan alasan Anda untuk mengusir mamaku dari rumah ini dan membiarkannya terlantung-lantung di jalanan,” tegas Devano.“Untung

  • Terperangkap Jadi Ibu Susu Bayi Presdir   Bab 335 Datang ke Rumah

    Luna tertahan lagi di Amerika. Dia tidak bisa lagi meninggalkan negera itu. Ibu kandung Keano dikunci putranya sendiri sehingga tidak bisa lagi melakukan penerbangan kemana pun.“Apa Wijaya yang melakukan ini? Aku terkurung kembali di Amerika.” Luna harus mengurus lagi kewarganegaannya agar bisa menetap di Amerika.“Ma, aku mau pulang ke Indonesia,” ucap Luciana.“Kita tidak bisa kemana-mana,” tegas Luna kesal.“Kenapa Wijaya melakukan ini? Apa dia sudah tahu bahwa aku mendekati Keano? Tidak ada yang bisa lepas dari pria itu.” Luna meremas jari-jarinya.“Apa yang harus aku lakukan? Apa Keano mau memaafkanku dan menerimaku sebagai ibu kandungnya dan melepaskan Amira. Mama butuh kamu, Keano.” Luna benar-benar gelisah. Dia tersiksa karena tidak akan pernah bisa punya anak lagi untuk selama-lamanya begitu juga dengan Andika. Dua orang yang telah menerima hukuman dari alam atas kejahatan mereka.Keano dan Devano hidup tenang dengan cinta serta kasih sayang yang utuh dari kedua orang tua mer

  • Terperangkap Jadi Ibu Susu Bayi Presdir   Bab 334 Ada Dendam

    Masalah terselesaikan. Kedua anak bisa menerima kenyataan bahwa mereka berasal dari ayah dan ibu berbeda, tetapi tidak mengubah rasa cinta dan sayang diantara keduanya. Tumbuh bersama dan adil dari kecil membuat hubungan tanpa darah pun tetap layaknya saudara kandung.“Sayang, itu artinya Laura adalah Luna,” ucap Amira pada Wijaya. Keduanya telah berada di dalam kamar mereka. Wanita itu memegang tangan suaminya. Dia terlihat khawatir.“Kenapa, Sayang? Apa kamu takut pada Luna?” tanya Wijaya.“Tidak. Aku kasian kepadanya. Dia sudah melihat Keano. Pasti ada rindu di hati Luna sehingga dia terus mengikuti kita,” jawab Amira.“Kamu terlalu baik, Amira.” Wijaya menyentuh dagu Amira.“Sayang, aku juga seorang ibu. Tentu saja memahami perasaanya,” ucap Amira.“Baiklah. Apa yang kamu inginkan sekarang. Aku akan memenuhinya.” Wijaya tersenyum. Dia tahu, istrinya tidak pernah berubah. Berhati lembut dan selalu baik kepada siapa saja.“Tidak ada. Luna sudah menerima hukuman. Biarkan Keano memilih

  • Terperangkap Jadi Ibu Susu Bayi Presdir   Bab 333 Menerima Kenyataan

    Amira menatap pada Wijaya yang hanya diam saja. Kedua anaknya terlihat tidak baik-baik saja. Keano yang cemberut dan Devano yang serius. “Ada apa ini, Sayang? Kenapa anak-anak kita terlihat tegang?” tanya Amira bingung.“Apa yang ingin dijelaskan? Mama bingung dan khawatir.” Amira menatap pada Wijaya. “Keano, kamu mau bicara duluan atau Devano dengan buktinya?” tanya Wijaya.“Aku tidak ingin melanjutkan ini semua,” tegas Keano.“Tidak boleh lari dari kenyataan. Kebenaran yang menyakitkan lebih baik dari pada kebohongan yang membuat kamu tidak tenang menjalani kehidupan. Rahasia ini dijaga agar kalian berdua tidak seperti ini, tetapi kamu sendiri yang menemukannya,” tegas Wijaya yang mulai kesal dengan sikap Keano. Pria itu tidak akan sesabar Amira, tetapi dia sadar Keano adalah dirinya sendiri hanya beda dalam pengasuhan saja. Putranya lebih memiliki kasih sayang dan cinta yang cukup dari dirinya sert Amira.“Kamu adalah pria.” Wijaya memegang lengan Keano. “Sayang, ada apa ini?” Am

  • Terperangkap Jadi Ibu Susu Bayi Presdir   Bab 332 Kemarahan Keano

    Wijaya membeku. Dia mendapatkan tatapan teduh dari mata Devano yang sangat mirip dengan Amira. Begitu lembut dan lebih tenang.“Pa.” Devano memegang tangan Wijaya. Dia tahu bahwa papanya sedang gelisah untuk menjawab pertanyaannya. “Devano.” Wijaya memeluk Devano. Pria itu merasa rapuh di depan putranya.“Kamu benar-benar mirip Amira. Begitu lembut dan sabar.” Wijaya menatap Devano.“Apa bisa menunggu jawaban ini ketika ada mama?” tanya Wijaya.“Ya. Sekarang kita tidur saja, Pa.” Devano naik ke tempat tidur.“Apa Papa boleh tidur dengan kamu?” tanya Wijaya.“Ya, Pa.” Devano tersenyum.“Terima kasih.” Wijaya naik ke tempat tidur. Dia memeluk Devano. Pelukan yang sudah jarang diberikan kepada anaknya.Mereka benar-benar bertukar anak. Amira bersama Keano dan Devao dengan Wijaya. Melewati malam dengan hati yang gelisah.Amira membuka mata dan melihat Keano masih terlelap. Wanita itu mencium dahi putrinya dan turun dari kasur. Dia pergi ke kamar Devano dan melihat sang anak tidur bersama

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status