Share

Berangkat

Dua koper perlengkapan dari Dini sudah siap berada di dalam koper. Sebagian besar isi dari koper itu adalah pakaian serta alat kosmetik yang memang sudah disiapkan oleh Dini selama di desa. Bi Sanih pun sudah tidak sabar untuk mengantar Dini menuju ke kampung halamannya. Di mana tempat itu akan menjadi rumah baru bagi Dini dalam menemukan jati dirinya.

Darmawan pun terlihat turut gembira dengan kepergian Dini ke desa tempat bi Sanih tinggal. Darmawan merasa tempat baru yang Dini akan tinggali itu, tentu saja akan menjadi tempat yang bagus untuk Dini bisa belajar banyak. Apalagi desa tempat tinggal bi Sanih merupakan desa yang belum tersentuh kehidupan modernisasi yang cukup parah. Sehingga Dini bisa hidup jauh lebih baik lagi di sana.

Sudah hampir 10 tahun, Dini melakukan perang dingin dengan ayahnya sendiri. Tidak ada kata apapun yang Dini ucapkan saat akan pergi. Dini hanya berpamitan pada ibunya saja. Sekalipun ibunya sendiri tidak mengenali Dini sebagai anaknya.

Darmawan pun terlihat bersedih saat melihat bagaimana Dini yang tidak tertarik untuk berpamitan pada dirinya. Padahal Darmawan berharap Dini akan mencium tangan kanannya untuk mendapatkan restu dari Darmawan. Tetapi Dini tidak melakukan itu, dia langsung naik ke dalam mobil. Saat ia sudah mencium tangan kanan ibunya.

Deni merasa sedih melihat bagaimana ayahnya yang sudah tidak dihargai kembali oleh Dini. Deni tidak bisa menyalahkan Dini, sebab itu bagian dari rasa kecewa dari Dini akan Darmawan yang dirasa sudah menjadi penyebab ibunya depresi. Oleh sebab itu, Deni hanya bisa memberikan dukungan pada Darmawan. Dia pun menepuk pundak dari Darmawan, berharap Darmawan bisa lebih tenang lagi dalam menghadapi kondisi yang saat ini sedang dihadapinya.

"Ayah yang sabar, Deni yakin. Suatu hari nanti. Dini pasti akan memaafkan Ayah. Ini hanya soal waktu saja. Jadi Ayah harus sabar dengan semua ini," ucap Deni.

Darmawan pun langsung mengangkat jempol kanannya. Tanda di mana ia baik-baik saja dengan semuanya. Dia hanya berdoa akan keselamatan dari Deni dan Dini untuk sampai di tempat tujuan. Di mana tempat itu akan menjadi tempat yang belajar baru bagi Dini.

Dini lebih memilih untuk duduk di kursi belakang bersama dengan bi Sanih. Sementara kursi bagian depan, di samping Deni di biarkan kosong begitu saja. Deni yang tidak tidak memiliki teman ngobrol sepanjang perjalanan. Akhirnya lebih memilih untuk melakukan panggilan telepon dengan pacarnya. Sepanjang perjalanan itu, Deni terus mengobrol dengan pacarnya. Hingga beberapa kali Deni hampir menabrak mobil lain. Saking Deni yang tidak bisa konsentrasi saat menyetir mobil.

Paling parah tentu saja saat sudah berada di jalanan desa. Di mana Deni tanpa sengaja menyenggol motor butut milik seorang pemuda desa. Sontak pemuda desa itu pun langsung jatuh, usai tersenggol mobil yang dibawa oleh Deni.

Merasa bersalah dengan apa yang sudah dilakukan. Deni segera menghentikan laju mobilnya. Dia menghampiri pemuda desa yang terjatuh tersebut. Deni pun langsung menolong pemuda desa itu. Di mana Deni berharap tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi padanya.

Tidak hanya Deni saja yang turun, bi Sanih pun turut turun untuk melihat kondisi dari pemuda desa yang tersenggol mobil Deni. Bi Sanih penasaran dengan pemuda desa yang tersenggol oleh mobil Deni.

Pemuda berpeci serta berpakaian muslim itu ternyata adalah Fachri. Sosok pemuda sholeh yang menjadi dambaan perempuan desa. Selain parasnya yang rupawan, Fachri juga memiliki kemampuan yang mumpuni dalam perkara agama. Tidak heran Fachri menjadi dambaan para kaum hawa di desa.

Deni langsung membantu Fachri mengangkat motor butut Fachri. Dia merasa tidak enak pada Fachri. Sebab berkat kelalaian yang sudah dilakukan oleh dirinya. Motor Fachri pun akhirnya terjatuh.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Deni dengan wajah bersalah.

"Alhamdulillah. Saya baik-baik saja. Mas tidak perlu khawatir," jawab Fachri dengan lembut.

Bi Sanih yang mengenali sosok Fachri. Seketika mulai terkejut melihat Fachri yang sudah jauh berubah. Sudah hampir 7 tahun bi Sanih tidak pulang ke kampung halamannya. Tentu sudah banyak perubahan yang terjadi pada Fachri. Di mana fisik dari Fachri yang sudah semakin terlihat sempurna.

"Kamu Fachri cucunya kiayi Musthofa Abraham, bukan?" tanya bi Sanih dengan wajah antusias.

"Benar sekali Bibi. Saya Fachri Abraham, anak dari Firmansyah Abraham. Dan cucu kiayi Musthofa Abraham," Fachri memperkenalkan diri.

Bi Sanih yang kagum dengan perubahan wajah dari Fachri. Langsung menyentuh pipi Fachri dengan begitu lembutnya. Dia terlihat begitu antusias dengan Fachri yang semakin terlihat begitu tampan. Persis seperti sosok ayahnya, sosok kiayi muda yang memiliki karisma tersendiri.

"Perkenalkan Fachri, ini adalah Deni. Dia adalah anak majikan Bibi di Jakarta," ucap bi Sanih menarik tangan Deni.

"Perkenalkan nama saya Fachri Abraham," Fachri menyodorkan tangan kanannya.

"Saya Deni Januar. Kamu bisa panggil saja Deni," Deni menjabat tangan Fachri dengan begitu eratnya.

Dini yang mulai penasaran dengan kejadian yang ada di luar. Segera melepaskan sabuk pengaman yang mengikat tubuhnya. Dia bergegas keluar untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi di luar. Sehingga Deni dan bi Sanih tidak kunjung kembali ke dalam mobil.

Dini pun langsung terkejut saat melihat sosok Fachri. Pemuda tampan yang langsung membuat dia terlihat terpesona dengan ketampanan dari Fachri. Seperti ada sesuatu hal yang berbeda dari sosok Fachri. Ada aura tersendiri yang membuat Dini terlihat begitu terpesona padanya. Tidak biasanya Dini terpesona pada sosok pria muda. Selama ini dia mengagumi sosok pria dewasa yang memiliki umur diatasnya.

"Oh iya Fachri. Perkenalkan juga, ini adalah kembarannya Deni. Namanya Dini Januar," ucap bi Sanih merangkul pundak Dini.

Dini yang antusias untuk bisa berkenalan dengan Fachri. Langsung menyodorkan tangannya. "Dini."

Fachri yang merasa bukan muhrim dari Dini. Tidak menjabat tangan Dini. Dia menaruh tangan kanannya di atas dada. Kemudian dia memperkenalkan nama lengkapnya pada Dini. "Fachri Imam Abraham."

Gayung tidak berambut, Dini pun terlihat malu-malu saat kembali menarik tangan kanannya yang sudah disodorkan pada Fachri untuk berkenalan. Dini tidak tahu, jika menyentuh tangan lawan jenis. Tentu menjadi sebuah perkara yang haram bagi Fachri yang kental akan nilai-nilai agama.

Tidak ada yang harus dikhawatirkan oleh Deni. Fachri tidak mengalami apapun. Sehingga tidak ada biaya ganti rugi yang harus dibayar oleh Deni. Deni pun kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah bi Sanih. Di mana mereka akan istirahat sejenak di rumah bi Sanih. Sebelum nantinya Dini akan tinggal di rumah kontrakan yang sudah di pesan oleh Darmawan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status