LOGIN"Mas tidak apa-apa?"
Sekar menghampiri suaminya yang hanya melamun di ruang tengah. "Tidak, aku hanya memikirkan Gala semarah itu. Aku tidak ingin dia bersikap seperti itu apalagi karena diriku.""Itu hal wajar Mas, tidak masuk akal saja saat ibu kalian datang untuk mencari keuntungan. Maaf aku bicara seperti ini, karena aku sendiri juga kecewa. Awalnya aku pikir ada alasan yang membuat ibu kalian seperti ini, namun setelah dengar dengan telingaku sendiri, aku jadi paham. Luka hati yang Mas rasakan begitu dalam, dan hebatnya Mas hanya diam tanpa ingin membalas atau berkata buruk pada ibu kalian.""Jujur aku marah, tapi aku tidak bisa meluapkan itu. Aku tidak bisa seperti Gala, diam hal yang aku lakukan ketika itu terlalu menyakitkan. Maaf jika itu membuatmu tidak nyaman.""Berhenti meminta maaf, Mas, karena maaf tidak bisa mengobati hatimu yang terluka." Sekar tidak ingin lagi melihat Wira meluapkan emosinya seperti kemarin, di"Kenapa kalian hanya diam ketika dia melakukan ini. Lihat sekarang yang terjadi. Tetap dia yang terluka."Gala tampak marah pada Samuel dan juga Ivan setelah tau kebenaran akan apa yang Wira lakukan. Sekar sendiri termenung menatap wajah pucat suaminya yang terbaring tidak berdaya di brankar rumah sakit."Tidak perlu memarahi mereka, ini semua keputusan Mas Wira, entah kenapa dia selalu keras kepala dengan dirinya. Jika memang mendonorkan, tidak kah mengantakan setelahnya, dia malah memforsir tubuhnya setelah tindakan itu. Apa kita berarti untukmu, Mas? Rasa khawatir yang kita rasakan tidak berguna, apa seperti itu?"Wira yang memang sudah sadarkan diri mulai membuka mata dan melihat Sekar yang sudah menangis di sampingnya dengan Asmaratungga digendongan. "Aku hanya tidak ingin dengan ibu yang terus ingin bertemu denganku lalu menjadi masalah. Apa kamu pikir saat masa kampanye seperti ini tidak akan menjadi sensitif.""Itu buka
Kondisi Wira malah menurun setelah proses biopsi. Dia terbaring lemah sekarang, tidak bisa ikut kegiatan kampanye. Dia tidak berani untuk bilang jika ini efek dia melakukan pengambilan cairan sumsum tulang belakang kemarin. Dia hanya memejamkan mata dan berharap segera membaik agar Sekar tidak curiga."Tubuhnya demam, Mas Wira memaksakan diri untuk membantu ayah padahal juga masih masa pemulihan. Dokter sudah ingatkan tentang luka di pundaknya, tapi dia tetap keras kepala saja," tutur Sekar pada ibunya."Tidak di bawa ke rumah sakit saja, Nak? Agar lebih tau keluhan apa yang di rasakan, apa tidak tentang tensinya turun atau lukanya yang kembali terasa sakit. Apalagi dia memiliki riwayat tensi rendah, jadi harus lebih menjaga.""Entahlah, Bu, dia itu memang keras kepala sekali."Setelah proses kemarin dia ikut melakukan kegiatan, padahal Dokter sudah ingatkan kan harus lebih menjaga diri karena memiliki efek."Titi
"Anda sudah siap?"Hari ini sebelum Kampanye, Wira mendapatkan hasil jika dia bisa melakukan Biopsi setelah mengecek kondisi tubuhnya, yang harus dilakukan selanjutnya, pengambilan sampel cairan dari sumsum tulang menggunakan spuit yang dipasang pada jarum. Proses yang panjang untuk Wira yang terburu-buru ingin segera menyelesaikan ini karena dia beralasan pergi ke Yonif untuk mengambil sesuatu."Setelah ini istirahat saja, jangan melakukan kegiatan berat sampai 2 hari ke depan. Jika merasa sakit atau terjadi perdarahan di bekas pengambilan cairan, segera pergi ke rumah sakit. Akan merasa tidak nyaman atau nyeri, jadi lebih baik istirahat."Setelah proses Biopsi, Wira harus menyusul Adi untuk kampanye, mana bisa dia istirahat. Setelah dari ruang tindakan, Wira berjalan keluar. Ada sedikit rasa nyeri di bekas pengambilan cairan, namun dia coba untuk membiarkan."Terima kasih, kamu menepati janji mendonorkan sumsum tulang belakan
"Aku datang tidak ingin Ibu membuat kegaduhan ketika mertuaku sedang melakukan Kampanye. Aku menjaga itu dan melakukannya dengan sangat hati-hati. Dengan datang ke istana kepresidenan seperti itu, Ibu hanya akan memancing mereka ingin tau.""Istrimu melarang untuk bertemu, jadi—""Itu karena dia khawatir padaku. Gala bahkan akan sangat marah jika tau aku bertemu dengan ibu. Tapi kembali lagi, aku tidak ingin dengan tindakan Ibu akan membuat masalah untuk mertuaku. Aku akan melakukan tes kecocokan itu, jika aku bisa menjadi pendonor, maka aku donorkan. Tapi aku mohon untuk tidak membuat keributan."Wira hanya tidak ingin Sutanto tau tentang ibunya, dan menjadikan kelemahan untuk Adi. Jika Wira menuruti sang ibu, setidaknya akan membuat ibunya tenang dan mengikuti permainannya."Aku harap Ibu tidak perlu bicara pada Gala ataupun istriku. Cukup kita saja, apalagi pada siapapun yang coba membuat hubungan kita akan menjadi masalah.
"Tanyakan pada Janggala, apa dia membolehkan Anda bertemu dengan kakaknya atau tidak. Apa yang Anda berikan pada Mas Wira sudah keterlaluan. Anda berharap dia mati, ketika dia berjuang untuk adiknya. Dia tidak menyerah meski harus meneteskan keringat darah, tapi apa yang dia dapat dari Anda. Penolakan karena hal yang tidak dia lakukan. Anak mana yang membenci ibunya, Mas Wira tidak pernah berbicara buruk tentang Anda. Sedikit pun tidak pernah.""Iya, aku yang bersalah, tapi tolong pertemukan aku dengannya. Aku mohon." Triana sampai berlutut di hadapan Sekar yang mundur 2 langkah karena tidak ingin mertuanya itu berlutut."Berdirilah, aku tetap tidak bisa memberikan jawaban untuk itu ketika Gala melarang. Dia begitu marah, karena dia tau kakaknya akan tetap mau melakukan apa yang ibunya minta meski balasan yang dia dapat cacian dan kebencian. Sebaiknya Anda pulang, aku tidak bisa membuat Anda bertemu dengan Mas Wira.""Aku mohon!" Triana berh
"Mas tidak apa-apa?"Sekar menghampiri suaminya yang hanya melamun di ruang tengah. "Tidak, aku hanya memikirkan Gala semarah itu. Aku tidak ingin dia bersikap seperti itu apalagi karena diriku.""Itu hal wajar Mas, tidak masuk akal saja saat ibu kalian datang untuk mencari keuntungan. Maaf aku bicara seperti ini, karena aku sendiri juga kecewa. Awalnya aku pikir ada alasan yang membuat ibu kalian seperti ini, namun setelah dengar dengan telingaku sendiri, aku jadi paham. Luka hati yang Mas rasakan begitu dalam, dan hebatnya Mas hanya diam tanpa ingin membalas atau berkata buruk pada ibu kalian.""Jujur aku marah, tapi aku tidak bisa meluapkan itu. Aku tidak bisa seperti Gala, diam hal yang aku lakukan ketika itu terlalu menyakitkan. Maaf jika itu membuatmu tidak nyaman.""Berhenti meminta maaf, Mas, karena maaf tidak bisa mengobati hatimu yang terluka." Sekar tidak ingin lagi melihat Wira meluapkan emosinya seperti kemarin, di







