Home / Romansa / Terpikat Pesona Ayah Temanku / 3. Kehadirannya di Kampus

Share

3. Kehadirannya di Kampus

Author: CeliiCaaca
last update Last Updated: 2025-10-08 12:03:25

Besok paginya, Alessia kembali ke kampus seperti biasa, menjalani aktivitas rutin sebagai mahasiswi semester enam.

Ia berjalan menyusuri koridor dengan langkah ringan sambil membawa beberapa buku di pelukannya. Rambutnya masih sedikit lembap, sisa dari perjalanan yang tergesa.

Beberapa mahasiswa menatapnya ketika dia lewat. Pandangan itu terasa berbeda dari biasanya—terlalu lama dan terlalu menilai.

Alessia mencoba mengabaikan pandangan itu dan mengira itu hanya perasaannya sendiri. Namun, bisikan-bisikan lirih mulai terdengar dari sudut-sudut lorong.

“Katanya, semalam dia pulang bersama ayahnya Gabby.”

“Yang pengusaha itu?”

“Ya. Kudengar mereka satu mobil. Aneh sekali, bukan?”

Alessia berhenti sesaat lalu melanjutkan langkah tanpa menoleh. Ia berharap semua itu hanya kesalahpahaman kecil.

Tapi semakin dia berjalan menuju ruang kelas, semakin kuat perasaan bahwa sesuatu telah beredar tanpa kendali.

Begitu memasuki ruang kelas, suasana terasa ganjil. Percakapan berhenti sejenak, lalu berganti dengan bisikan yang lebih tajam.

Beberapa mahasiswa berpura-pura sibuk dengan catatan, sementara yang lain menatapnya sambil menahan tawa.

Dan di tengah kerumunan itu, Thomas duduk bersandar di kursinya. Ia tersenyum puas sambil memainkan pulpen di antara jari-jarinya.

“Oh, Alessia sudah datang,” katanya dengan nada sengaja keras hingga membuat semua kepala menoleh. “Bagaimana rasanya diantar pulang Paman Leonardo semalam?”

Seluruh ruangan mendadak riuh. “Serius? Jadi gosip itu benar?”

“Tidak kusangka, Alessia.”

“Wah, cepat sekali dia menarik perhatian pria dewasa.”

Alessia memandang mereka satu per satu dan matanya langsung membulat karena terkejut sekaligus marah. Dari mana mereka tahu kalau dia diantar pulang oleh Leonardo?

“Itu tidak benar,” ujarnya tegas. “Paman Leonardo hanya menolongku karena hujan. Tidak ada hal lain di antara kami.”

Thomas menegakkan tubuhnya lalu tersenyum sinis. “Menolong? Bahkan dia menolongmu juga saat aku mengajakmu dansa, Alessia. Apa itu hanya kebetulan? Sampai dua kali?” desak Thomas dengan senyum miring masih tersungging di bibirnya.

“Ya, memang hanya kebetulan. Mana mungkin aku dekat dengan pria yang usianya jauh lebih tua dariku, apalagi dia adalah ayah temanku sendiri!” seru Alessia membela dirinya dengan gigih.

Beberapa mahasiswa tertawa pelan. “Ayolah, Alessia,” lanjut Thomas dengan nada mengejek.

“Banyak perempuan yang berlagak polos tapi ternyata pandai memanfaatkan keadaan. Kau pikir kami tidak tahu?”

Alessia menahan napas dalam-dalam. Pipinya terasa panas, tetapi dia berusaha tetap tenang mendengar ejekan dan juga tuduhan yang tak mendasar itu.

Meski ingin sekali dia menampar wajah Thomas saat itu juga, tapi jika dia melakukannya, sama saja dengan mengakui gosip yang dibuat pria itu.

“Aku tidak perlu membuktikan apa pun kepada siapa pun,” katanya pelan namun mantap.

Ia mengambil tasnya dan berjalan keluar dari kelas tanpa menoleh lagi. Enggan mendengarkan apa lagi menjelaskan lebih pada mereka yang kini tengah menuduhnya.

Namun di belakangnya, tawa Thomas menggema pelan. Pria itu menatap punggung Alessia yang menjauh lalu bibirnya terangkat dengan kepuasan yang dingin.

“Rasakan itu,” gumamnya pelan, mengingat bagaimana gadis itu menolak ajakannya di pesta semalam dan membuatnya malu setengah mati karena diejek beberapa tamu lain.

Setibanya di perpustakaan, Alessia berjalan perlahan di antara lorong buku tengah mencari tempat yang sepi untuk menenangkan diri.

Namun langkahnya berhenti mendadak. Di ujung ruangan, di depan meja baca besar berdiri sosok yang sangat dikenalnya. Leonardo.

Pria itu mengenakan jas abu-abu gelap dengan kemeja putih, penampilannya tetap tenang dan berwibawa.

Rambutnya disisir rapi ke belakang dan sorot matanya tajam seperti biasa. “Kenapa dia ada di sini?” bisik Alessia dengan pelan.

Ia segera memutar badan, berniat pergi sebelum terlihat oleh pria itu. Namun suara bariton yang dalam dan tenang memanggil namanya.

“Alessia?”

Tubuhnya langsung menegang. Ia perlahan menoleh, dan benar—Leonardo sedang menatapnya dari seberang ruangan. Tatapan itu tidak keras, tetapi cukup membuat jantung Alessia berdetak lebih cepat.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya dengan suara datarnya. “Tidak ada kelas pagi?”

Alessia menggeleng sambil tersenyum canggung. “Tidak ada. Mengapa Paman ada di sini?” tanyanya ingin tahu.

Leonardo mendekat dengan langkah teratur. “Rapat mingguan. Aku adalah salah satu investor di yayasan kampus ini.”

Mata Alessia sontak membesar. “Benarkah?” ucapnya seolah tak percaya.

Leonardo tersenyum tipis. “Tampaknya kabar itu belum sampai padamu.”

“Tidak sama sekali,” jawabnya dengan cepat, sebab Gabby tak pernah memberitahu soal ini padanya. Karena mungkin tidak penting untuk diceritakan.

Pria itu menatap wajahnya beberapa detik lalu berujar pelan, “Wajahmu tampak marah. Ada sesuatu yang terjadi?”

“Tidak ada apa-apa, Paman,” jawab Alessia buru-buru.

“Benarkah?”

“Iya. Aku hanya sedikit lelah.”

Namun, tampaknya Leonardo tidak terlihat yakin. Ia menatap dalam ke arah matanya, seolah berusaha membaca sesuatu di balik kebohongan lembut itu.

“Alessia,” katanya dengan nada suara yang menurun. “Jujurlah padaku. Apa yang sebenarnya terjadi, hm?”

Alessia menelan ludahnya, dia enggan memberitahu Leonardo tentang gosip yang tersebar di kelasnya tentang dia dan Leonardo.

“Aku bisa mencaritahu sendiri kalau kau tidak mau memberitahuku, Alessia,” ucap Leonardo kembali mendesak juga mengancam Alessia agar wanita itu jujur padanya.

Alessia menghela napas kasar. Lagi-lagi pria itu selalu berusaha keras dan membuatnya jadi serba salah. “Ada gosip di kampus tentang aku dan Paman,” jawabnya akhirnya.

Leonardo diam dengan alis mengkerut dalam. “Gosip?” ulangnya datar.

Alessia mengangguk. “Seseorang mengatakan kita memiliki hubungan pribadi. Hanya karena semalam Paman mengantarku pulang dan menolongku di pesta Gabby semalam.” 

Rahang Leonardo langsung menegang. Ekspresi wajahnya berubah menjadi dingin. Seolah tidak nyaman dirinya harus jadi bahan gosip hanya karena hal yang menurutnya biasa saja.  

“Siapa yang menyebarkan kabar itu?” tanyanya datar.

“Thomas,” jawab Alessia pelan. “Pria yang memaksaku untuk dansa di pesta semalam. Tapi, entah dari mana dia dia tahu kalau aku diantar pulang olehmu.” 

Suasana di antara mereka langsung berubah. Hening, namun bukan hening yang nyaman. Melainkan karena aura Leonardo yang tampaknya semakin berubah saat tahu siapa yang menyebarkan gosip tersebut.

Leonardo menatap ke arah jendela, lalu berbalik dengan gerak cepat. “Ikut aku.”

“Ke mana, Paman?”

“Jangan banyak bertanya. Ayo.”

Sebelum Alessia sempat menolak, tangannya telah digenggam oleh Leonardo. Sentuhan itu mengejutkannya—hangat, namun juga membuat tubuhnya tegang.

“Paman, tunggu! Orang-orang bisa semakin salah paham,” katanya dengan gugup.

“Biarkan saja,” jawabnya pendek tanpa menoleh.

Mereka melangkah keluar dari perpustakaan melewati koridor panjang menuju taman belakang kampus yang sepi. Alessia mencoba menarik tangannya, tetapi Leonardo tidak melepaskannya.

Beberapa mahasiswa menoleh memperhatikan, dan salah satunya—Thomas—berdiri di ujung tangga dengan ponsel di tangan.

Senyum miring muncul di wajahnya. Ia menunggu hingga keduanya cukup dekat, lalu menekan tombol kamera.

Suara klik terdengar pelan, disusul kilatan cahaya singkat dari layar ponsel.

Thomas langsung memeriksa hasilnya. Dalam foto itu, tangan Leonardo tampak memegang pergelangan Alessia, seolah mereka tengah berjalan beriringan.

Dia lalu tersenyum puas. “Kena kau sekarang, Alessia,” bisiknya sambil menekan tombol kirim.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpikat Pesona Ayah Temanku   92. Tak ingin Tinggal di Sana Lagi

    Di dalam kamarnya, Alessia menutup pintu dan memutarnya sampai bunyi klik terdengar jelas, seolah itu satu-satunya hal yang bisa melindunginya dari seluruh dunia yang tiba-tiba runtuh.Begitu pintu terkunci, tubuhnya melemas. Ia jatuh berlutut, tangannya gemetar saat meraih figura kecil di meja samping tempat tidur, foto kedua orang tuanya, satu-satunya hal yang selalu ia bawa sejak semuanya berubah bertahun-tahun lalu.Begitu jari-jarinya menyentuh bingkainya, air mata langsung pecah.“Papa, Mama,” suaranya retak dan pecah bukan lagi seperti suara seorang perempuan dewasa, melainkan anak kecil yang kehilangan tempat pulang.Alessia memeluk figura itu erat-erat ke dadanya, seperti ingin menempelkan bayangan kedua orang tuanya kembali ke dalam rongga hatinya yang kini hancur berantakan.Tangisannya memecah hening malam, jeritan lirih yang teredam oleh dinding kamar namun cukup keras untuk membuat pundaknya terguncang hebat.“Aku bodoh,” isaknya, suara terputus-putus. “Bodoh sekali.”Ai

  • Terpikat Pesona Ayah Temanku   91. Rasa Kecewa yang Mendalam

    Pintu ruang kerja baru saja tertutup ketika Leonardo melangkah masuk. Jas masih melekat di tubuhnya, dasi sedikit longgar, wajah lelah.Begitu melihat Alessia berdiri di tengah ruangan, dia tersenyum tipis dan mengulurkan tangan, berniat hendak memeluknya.Tetapi Alessia mundur. Mata mereka bersitatap dengan hening yang menggigit di ruangan itu.“Ada apa?” tanya Leonardo dengan lembut.Alessia tidak membalas. Tubuhnya tegang, bibirnya bergetar, matanya penuh sesuatu yang menghantam ke dalam.Leonardo merasakan hawa berbeda hingga akhirnya senyumnya lenyap. “Alessia?” panggilnya pelan.Wanita itu mengangkat koran yang terlipat. Sudut-sudutnya kusut, bekas jemarinya yang gemetar masih terlihat. Dia mengangkatnya setinggi dada Leonardo.“Apa ini?” tanyanya dengan nada yang begitu tajam dan dalam. Leonardo sontak membeku. Selama sekejap, dia tidak bernapas. Koran itu, yang seharusnya tidak ditemukan, sekarang berada di tangan Alessia. Mata pria itu memudar, seperti seseorang yang tiba-ti

  • Terpikat Pesona Ayah Temanku   90. Sesuatu yang Alessia Temukan

    Jam dinding di ruang tamu menunjukkan pukul sembilan malam.Alessia baru saja tiba di rumah, memeluk cardigan tipisnya erat-erat.Udara malam terasa lebih menusuk daripada biasanya, seolah rumah itu sendiri sedang menyimpan sesuatu. Leonardo belum pulang, masih ada urusan dengan klien yang muncul mendadak.Sebelum pergi, dia sempat menunduk, mencium kening Alessia, dan berkata pelan namun tegas, “Ada beberapa dokumen di ruang kerja, tolong rapikan. Aku akan cek malam ini.”Alessia mengangguk, tanpa berpikir apa pun. Itu bukan permintaan yang aneh karena Leonardo sering meminta hal semacam itu.Dia sudah terbiasa masuk ke ruang kerjanya, menata berkas, menyiapkan materi, atau menambahkan sticky notes di sudut-sudut dokumen sesuai instruksinya.Namun kini, ketika dia berdiri di depan pintu kayu gelap menuju ruang kerja Leonardo, rasanya berbeda.Seakan ruangan itu memancarkan aura misterius yang tak pernah ia sadari sebelumnya.Lampu di lorong remang, dan suara langkah sepatu Alessia te

  • Terpikat Pesona Ayah Temanku   89. Gabby Mengetahuinya?

    Rafael duduk bersandar di atas matras tebal yang belum sempat dilipat sejak sore.Angin malam dari arah danau berembus pelan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang digesek angin.Suasana berkemah itu seharusnya membuatnya rileks, tapi matanya justru terpaku pada dua sosok yang sedang tertawa pelan di tepi air.Leonardo dan Alessia.Keduanya duduk di batu besar dekat tepian, bercanda tentang entah apa, namun Rafael bisa mendengar tawa ringan Alessia yang kadang pecah.Leonardo terlihat jauh lebih santai daripada yang pernah ia lihat di kantor—bahkan terlalu santai untuk ukuran seorang pria yang begitu disiplin di ruang kerja.Rafael menghela napas pelan, pandangannya tak lepas dari dua sosok yang tampak terlalu menyatu itu. “Bagaimana bisa mereka menjalin hubungan?” gumamnya tanpa memandang ke arah lain.Gabby, yang sedang menyeruput cokelat panas dari termos kecil, menoleh dan menaikkan alisnya. “Menurutmu kenapa?” Dia menirukan nada aneh Rafael.“Serius, Gab. Maksudku, bagaiman

  • Terpikat Pesona Ayah Temanku   88. Deep Talk

    Angin malam di tepi danau bergerak lembut, mengibaskan ujung rambut Alessia ketika waktu sudah menunjuk pukul sepuluh malam.Langit gelap tampak bersih, bulan bulat menggantung besar dan terang, memantulkan sinarnya ke permukaan air yang tenang dan membuat danau tampak seperti kaca perak yang berkilauan.Leonardo dan Alessia duduk berdampingan di sebuah dermaga kayu kecil yang menjorok ke danau.Suara jarak jauh pesta kecil Rafael, Gabby, dan Anthony yang masih membereskan barang-barang terdengar samar, namun dunia di sekitar mereka sendiri terasa sunyi, hangat, dan tenang.Alessia menarik lututnya sedikit, menyandarkan sedikit tubuhnya ke arah Leonardo.Tatapannya mengarah pada pantulan cahaya bulan yang bergetar lembut mengikuti riak air.Tapi pikirannya tidak sepenuhnya ada di sana.Dia menoleh, memandang profil wajah Leonardo, garis tegas rahangnya, siluet hidungnya, dan mata pria itu yang tak berkedip memandang permukaan danau.Ada sesuatu yang berbeda dari raut wajah itu. Sesuat

  • Terpikat Pesona Ayah Temanku   87. Sok Perfeksionis

    Asap tipis mulai naik dari panggangan ketika jam menunjukkan hampir pukul sebelas siang.Cahaya matahari memantul di permukaan danau, membuat suasana piknik menjadi hangat dan cerah.Di tengah harumnya bumbu seafood yang mulai terkena panas, terdengar suara kecil cesss ketika potongan fillet salmon menyentuh permukaan besi panas.Alessia berdiri dengan celemek kain bergambar lemon yang dipinjamnya dari tas piknik Gabby.Sementara Gabby sibuk mengoleskan bumbu pada udang-udang besar yang ditata rapi dalam baskom stainless kecil.Rafael dan Anthony duduk tak jauh dari situ, mengawasi panggangan sambil sesekali mengipasi bara dengan kipas lipat.Semuanya berjalan normal, sampai Leonardo mendekat.Dengan langkah penuh percaya diri, seolah dia seorang chef bintang lima, Leonardo menyingsingkan lengan kemejanya dan menatap panggangan seperti medan perang yang sudah dipetakan dalam pikirannya.“Aku yang urus ini,” katanya sambil mengambil spatula.Gabby spontan mendelik. Alessia mengernyit.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status