Salah satu dari teman Johan langsung menahan ku, memelukku dengan erat dari belakang, hingga aku tidak bisa bergerak. Sementara salah satu lagi teman Johan memukul tepat di hidungku dengan tangannya, hingga hidungku berdarah, dan dilanjutkan dengan 3 teman Johan yang lain juga ikut memukul, menendang ku dengan membabi buta. Sampai tiba warga sekitar termaksud keluarga Denny datang menarikku, agar aku terbebas dari pembantaian itu. Disaat itu hidung, bibirku berdarah, dan mata sebelah kanan ku lebam parah.
Warga berhasil membebaskan ku dari pembantaian yang hampir saja merenggut nyawa ku.
Terbebas dari pembantaian itu, aku langsung menarik Lina yang sedang mabuk parah untuk membawanya pergi dari tempat itu sambil mengacungkan jari tengah ke hadapan teman-teman Johan.
"Gila kau Way, hampir aja kau mati". Alex menegur ku yang sedang membopong Lina yang mabuk.
"Kan hampir Lex hehehe. Parah kau Lex, nggak kau bantuin aku ya". Kata ku ke Alex.
"Kepala otak kau itu, kalau nggak aku panggil warga, sudah mati kau disusun orang-orang itu". Jawab Alex
"Oh... Makasih Lex, aku kira kau diam aja, ya sudah bantu aku susun barang-barang ku, dan bawa ke kosan ku. Aku mau Bawa Lina ke hotel dulu, aku pinjam Vespa mu ya".
"Ya sudah nih kuncinya, selamat bersenang-senang kawan bersama wanita mabuk itu di hotel". Jawab Alex sambil memberi kunci motor Vespa busuk kesayangannya.
"Brengsek kau Lex". Jawabku
"Hehehe..." Alex tertawa sambil berjalan untuk menyusun alat DJ ku yang tertinggal di panggung.
Aku pun langsung menyalakan motor Vespa Alex, untuk membawa Lina ke salah satu hotel yang ada di kota Medan. Sesampainya di dalam hotel, aku langsung baringkan Lina, dan menyelimuti nya dengan selimut yang tersedia di atas kasur, dan aku juga berbaring di sebelah Lina sambil menikmati rasa sakit yang amat perih di bibir, hidung, dan mata ku, hingga aku juga tertidur.
"Ahhh..." Terik Lina di pagi hari karena melihat aku tidur di sebelahnya.
"Ha. ha. ha... Ada apa, ada apa?" Kata ku terkejut karena teriakan Lina yang membangunkan ku.
"Aku Akan laporkan kejadian ini ke polisi, biar kau membusuk di penjara laki-laki cabul". Kata Lina sambil menangis.
Aku bangun dari tempat tidur dan mengambil dua gelas air putih.
" Nih, minum dulu!" kata ku sambil memberikan gelas berisi air minum ke Lina. Tapi Lina diam tidak mengambil air minum yang aku tawarkan untuknya sambil menangis.
"Sudah lah Lina, diam jangan nangis terus, lebih baik sekarang buka selimutmu, lihat semua pakaianmu adakah yang terlepas? bahkan sepatumu, dan sepatuku tidak terlepas. Lihat juga muka ku yang luka dan lebam-lebam ini". Kata ku ke Lina untuk menenangkan nya.
"Kenapa muka mu itu?" Tanya Lina
"Tidak apa-apa. Oh iya Lin, ternyata janji itu sangat pahit di lidah ya, sehingga tidak dapat ditelan, hanya sanggup sampai di bibir saja. Janji tidak akan minum, ternyata minum sampai teler". Kata ku menyinggung janji Lina di saat pergi bergabung bersama temannya di acara malam itu.
Lina hanya diam mendengar kata ku, sambil memperhatikan pakaiannya.
"Jadi ini benar kau tidak ambil kesempatan di kasur ini?" Tanya Lina yang mulai sadar tidak ada keganjalan pada dirinya.
"Iya lah Nyonya Lina, tadi malam itu kita dua hampir mati di kamar ini, kau karena mabuk, sedangkan aku nahan luka, dengan kondisi seperti itu mana lah aku sanggup melakukan hal-hal seperti itu." Jawabku
"Jangan-jangan karena kau tidak selera wanita ya, Kau homo ya?" Kata Lina
"Apa... kau mau bukti kalau aku normal?" kata ku ke Lina sambil membuka kancing celana ku
Lina berdiri dari ranjang sambil mengacungkan jari tengahnya ke arah ku, dan berjalan mengambil tasnya yang terletak di meja.
"Mobil ku dimana?" Tanya Lina
"Manalah aku tahu, tinggal di rumah Denny lah mungkin. Tadi malam aku cari-cari motormu tapi tidak aku lihat, yaudah aku pinjam Vespa si Alex untuk kesini, oalah rupanya kau bawa mobil" Jawabku
"Ya udah ayo antar aku." Minta Lina
"Ok nyonya." Jawabku
Aku antar Lina ke kantor polisi terdekat.
"Ngapain kesini." Tanya Lina
"Loh tapi tadi kau bilang mau buat laporan ke polisi, ya udah di sini bisa kok buat laporan." Jawabku sambil menundukkan muka ku
"Ya sudah ayo masuk." Jawab Lina sambil menarik tangan ku.
Sampai di pintu kantor polisi Lina bertanya pada polisi yang berjaga,
"Pak, saya mau buat laporan. Teman saya ini tadi malam di aniaya"
"Ya... Silahkan masuk dulu." Jawab polisi.
"Tidak pak, tidak jadi, ini salah paham. Dia tidak tahu apa-apa, tadi malam itu saya cuma jatuh naik motor saja." Jawab ku ke polisi itu sambil menarik tangan Lina untuk mengajaknya pergi.
"Loh kenapa? Itu luka bukan luka jatuh itu luka pasti dipukul, kalau luka jatuh tidak seperti itu. Kata Lina
"Udah lah ini urusan ku bukan urusanmu, mendingan kita ambil mobilmu." Jawabku ke Lina.
"Siapa yang urusi urusan mu, dari awal aku minta kau antar aku untuk ambil mobil ku, ini malah kau ajak aku ke kantor polisi."
"Oh... Alah Manalah aku tahu Lin."
"Ya sudah cepat jalan, aku mau cepat-cepat pulang."
Aku pun jalan menuju rumah Denny, dan benar, sampai di sana mobil Lina ada. Lina pun langsung turun dan menghampiri mobilnya sambil bilang.
"Yaudah aku pulang duluan ya, kau juga pulang sana, obati lukamu." Kata Lina, dan dia pergi dengan mobilnya
"Ok siap nyonya." Jawabku sambil pergi juga takut ada teman-taman Johan yang melihat ku.
BERSAMBUNG DI HALAMAN BERIKUTNYA.
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA TULISAN KU.
Tidak butuh waktu lama aku pun sampai di kosan ku. "Alex, Lex, Lex, buka Lex pintunya!" panggil ku sambil mengetuk pintu. "Iya bentar" Sautan Alex dari balik pintu kosan ku. "Temani aku berobat yok Lex!" Pinta ku ke Alex usai membuka pintu kos ku. "Lah... tapi jagoan, kok berobat?" Ledek Alex "Orang itu beraninya keroyokan Lex, coba satu lawan satu, pasti menang aku" Jawabku. "Iya Way, Way Dimas kan jagoan, pasti lah menang, menang...gung kekalahan maksudnya hehehe..." Ledek Alex lagi. "Ya udah yuk berobat." Ajak Alex sambil menutup pintu kost ku. Kami pun langsung m
Sedangkan aku pergi ke kantor untuk mengambil kunci mobil box, yang biasa aku gunakan untuk mengantar barang keliling kota Medan. Sebab kata pengawas perusahan, hari ini barang yang aku antar sangat banyak, dan jauh. "Sial..." Batin ku. Sebab biasanya kalau sudah dapat antaran seperti itu bakalan pulang malam. Setelah aku siap mengeluarkan mobil box itu, dan semua pekerja laki-laki mengangkat barang-barang yang akan aku kirim ini hari, aku meminta pada pengawas, untuk meminta Denny jadi temanku mengantar barang. "Pak Bos..." Sapaan ku pada pengawas. "Iya ada apa Dimas?" "Gini pak Bos, perjalanan kan jauh, aku ajak Denny ya?" Pinta ku pada pengawas. "Oh, ya
Sedangkan aku hanya diam karena perkataan Marta yang membuat ku melambung tinggi ke angkasa. "Eh... Den, Dimas, mau pesan apa?" Kata Marta menawarkan menu yang ada di restoran itu. "Udah Marta, kami kesini cuma mau ambil KTP Dimas aja kok." Jawab Denny. "We... mana bisa gitu, kalian sudah datang kesini, artinya kalian harus makan bareng kami disini!" Kata Marta. "Ya sudah, kalau gitu aku pesan nasi goreng saja, sama susu coklat hangat." Pesan ku karena berpikir lumayan lah makanan geratis. maklum anak kos-kosan. "Ah... gitu dong, masak kalian enggak mau ngerasain menu makanan restoran ku. Kalau kau Den, mau pesan apa?" kata Marta. "Lah ini restoran kau Marta? ya udah a
"Sudahlah tidak apa-apa, pokoknya hari minggu kau harus ikut datang ya Lin!" Kata Marta meminta ke Lina untuk ikut acara reunian itu. "Lah apaan?" Tanya Lina sedikit protes atas ajakan Marta. "Tidak apa-apa Lin. Teman ku SD (Sekolah dasar) banyak kok teman SMA (sekolah menengah atas) kita juga. Jadi banyak teman SD (sekolah dasar) ku yang kau kenal." Kata Marta. "Iya datang aja buat nemani Dimas, kasihan kalau dia sendirian." Kata Denny mengajak Lina. "Maaf Bu, jadi bagaimana ini hari Minggu? jadi Ibu, buat acara bersama teman-teman Ibu?" Tanya manajer kepada Marta yang memotong pembicaraan. "Iya Pak jadi." Jawab Marta.
"Hehe... Aku sangka kau yang homo Den, makannya aku goda kau tadi. Sebab kau juga jomblo, padahal kau ganteng." Balas ku terhadap candaan Denny. "Aku nggak jomblo Way, aku punya pacar, tapi saat ini dia di Jakarta. Sudah hampir dua tahun kami pacaran, tapi semenjak dia di Jakarta kami lebih sering ribut. Sakit kepala ku dibuatnya, dia curiga terus ke aku." Kata Denny yang tiba-tiba curhat ke aku. "Ini Way ya, aku tidak punya pengalaman tentang LDR (Hubungan jarak jauh) jadi aku cuma bisa mendengarkan curhatan kau aja tanpa aku bisa kasih saran ke kau. Tapi Den, curhatnya jangan sampai nyaman ya, nanti kau jadi suka pula sama aku. Aku normal Den, nggak homo." Kata ku ke Denny mencoba memecahkan suasana yang menyedihkan itu. "Way-way, lagi-lagi homo yang kau bahas Way. Yaudah lupain aja kisahku tadi." Kata Denny ya
Sebelum aku selesai bicara, Lina sudah menutup telpon nya. "Mau bicara apa si Lina ya?" Batin ku yang menemani perjalanan ku pulang kali ini, bersama mobil box yang aku bawa pulang ke kost ku. Sesampai di kust ku, aku langsung berbaring di kasur yang masi berantakan. Sebab aku merasa lelah sekali, hingga aku tertidur sampai pagi hari. Kali ini aku sengaja bangun pagi tidak seperti biasanya, aku bangun sedikit telat. Sebab hari ini ada mobil box yang akan mengantar ku untuk pergi bekerja. Sesudah mandi, dan bersiap-siap untuk berangkat bekerja aku terkejut bukan main. Sebab aku lihat ponsel ku ada lima panggilan tidak terjawab dari Lina. "Waw... ada apa ini si Lina ya?" Batin ku yang merespon lima panggilan dari Lina yang aku lewat kan karena tidur ku yang sangat lelap. Aku telpon Lina untuk menjawab pertanyaan ku yang bingung, kenapa ini ya? kok tiba-tiba aku begitu pentingnya untuk si Lina, sampai-sampai lima kali Lina menelpon ku karen
"Nih..." Kata Lina sambil melempar kunci motornya. "Mau kemana kita?" Tanya ku, sambil mengikuti Lina berjalan. "Jalan-jalan." Kata Lina yang sedang berjalan sambil memakai jaketnya. "Kemana?" Tanya ku. "Kemana aja yang kau suka." Kata Lina. "Aku tidak ada uang." Kata ku. "Aman." Kata Lina singkat. "Ok." Kata ku singkat juga. Sebab masih bingung dengan prilaku Lina. Tidak Lama kami berjalan, kami pun sampai di parkiran motor di plaza itu. Aku langsung menyalakan motor Lina yang terparkir, dan membawanya. "Ini uang parkirnya." Kata Lina yang memberikan selembar uang lima ribu rupiah sambil duduk di belakang ku. "Ok." Kata ku. Sepanjang perjalanan aku hanya diam. Sebab selain bingung mau aku bawa kemana motor ini berjalan, aku juga gerogi karena Lina diam saja di perjalanan. "Eh, eh, rampok... rampok... rampok..." Lina tiba-tiba teriak "Tadi diam terus, eh sekaliny
"Ah, sudah lah Lin tidak usah di pikiri." Kata ku santai untuk hentikan imajinasi Lina kepada tiga orang tadi. "Ah, iya juga ya." Kata Lina yang mencoba menghentikan pikirannya tentang tiga pria berjas hitam yang gagah, dan misterius itu baginya. "Iya lah Lin, yang terpenting saat ini kita selamat, ya kan?." Kata ku. "Iya selamat, berarti kau sadar tadi kita hampir saja mati gara-gara kelakuan kau?" Kata Lina dengan sedikit membesarkan kedua bola matanya. "Lah kok gara-gara aku Lin? aku kan cuma mau menyelamat kan barang mu." Jawab ku "Iya tapi kau itu sok jagoan, benar apa kata Marta rupanya! Perampok-perampok itu kan sudah menyuruh kita pergi, kenapa coba kau tetap lawan meraka? kau kira kau bisa menang apa?" Kata Lina dengan nada sedikit tinggi, dan dengan kedua bola matanya yang masih membesar. "Ini dua mangkuk baksonya Mas." Kata penjul bakso yang mengantar kan baksonya ke meja tempat kami duduk, dan karena kedatangan tukang bakso