Tidak butuh waktu lama aku pun sampai di kosan ku.
"Alex, Lex, Lex, buka Lex pintunya!" panggil ku sambil mengetuk pintu.
"Iya bentar" Sautan Alex dari balik pintu kosan ku.
"Temani aku berobat yok Lex!" Pinta ku ke Alex usai membuka pintu kos ku.
"Lah... tapi jagoan, kok berobat?" Ledek Alex
"Orang itu beraninya keroyokan Lex, coba satu lawan satu, pasti menang aku" Jawabku.
"Iya Way, Way Dimas kan jagoan, pasti lah menang, menang...gung kekalahan maksudnya hehehe..." Ledek Alex lagi.
"Ya udah yuk berobat." Ajak Alex sambil menutup pintu kost ku.
Kami pun langsung menuju rumah sakit. Sampai di rumah sakit, kata Dokter yang memeriksa ku, tulang hidungku patah, pantas sakit di bagian hidung ku tidak hilang-hilang. Dokter pun memberikan aku obat, dan bila obat habis, sakit yang aku rasa tidak kunjung sembuh, kata Dokter harus dilakukan tindakan operasi.
Setelah aku menerima obat yang diberikan, dan membayarnya, aku langsung keluar dari ruang pemeriksaan.
"Gimana Way." Sambut Alex yang menunggu ku di luar.
"Aman Lex, ya udah ayo pulang" Jawabku.
Sampai di kosan, aku langsung minum obat dari Dokter itu, entah obat apa yang diberikan dokter itu, sehingga aku merasa ngantuk berat, dan tertidur sampai terbangun di pagi hari.
Ntah aku yang kelelahan, ntah obat itu yang buat aku tidur selama itu, untung nya bangun pagi, pas dimana aku harus berangkat kerja.
Seperti biasa, disaat aku mau berangkat kerja, aku harus menunggu angkot kuning kesayangan ku. tidak berapa lama aku menunggu, aku melihat Lina dari kejauhan.
"Lina..." sapaan ku ke Lina, tapi dia hanya melintas begitu saja, seakan dia tidak mengenalku.
" kenapa dia ya? apa dia marah sama ku karena di hotel itu?" Batin ku.
Angkot kuning kesayangan ku pun melintas, aku langsung menyetop angkot itu. Kali ini sarapan pagi ku lagu-lagu Batak yang ada di angkot kuning yang sangat aku sayangi.
Sampai di plaza millenium aku langsung menemui Lina.
"Kenapa Lin, tadi kok sombong gitu?" tanya ku.
"kenapa emang? kau mau numpang kan sama aku, maaf aku bukan ojek, lagian kalau teman-teman ku lihat nanti mereka mengira kau pacar ku pula."
"Lah... memangnya kau tidak mau apa punya pacar setampan, dan Semanis aku ini." Jawabku sambil bergaya model jaman dulu.
Lina tidak menjawab, dia hanya menaikan alis sebelah saja. Tanda dia malas menanggapi aku.
"Oh iya Lin, KTP ku mana?" tanya ku.
"Oh iya lupa aku, ada di rumah ketinggalan. Ya sudah nanti malam ke restoran 76." Jawab Lina.
"Ok siap nyonya, jemput aja aku nanti malam, aku pastikan nyonya tidak bakalan kecewa makan malam bersama ku."
"Lah... siapa yang ngajak kau makan malam, aku nyuruh kau datang ke restoran itu buat ambil KTP mu, karena aku tidak ada waktu buat mengantar ke kosan mu.
"Oh gitu..." Jawab aku kalah malu.
"Iya, ya udah mau ngapain lagi? sana masuk kerja!" kata Lina mengusir ku.
"Oh iya, yaudah sampai jumpa nanti malam ya." Salam pamit ku ke Lina untuk pergi ke gudang tempat aku kerja.
Sampai di gedung tempat aku kerja, aku langsung temui Denny dan jumpa.
"Way Denny." sapa ku pada Denny yang lagi mengisi absen.
"Eh... Way gimana kau, nggak apa-apa kan?" Tanya Denny tentang kabarku atas kejadian di ulang tahun nya.
"Nggak apa-apa Way, aman, malah aku ni mau minta maaf, karena aku acara ulang tahun mu berantakan." Jawabku
"Nggak apa-apa Way, aman. Yang penting kau baik-baik aja. Sebab aku lihat parah kali kau di hantam mereka."
"Ya udah lah Way sana kerja, susun barang-barang yang mana yang harus aku antar nanti." kata ku untuk memutuskan percakapan kami, karena kami harus bekerja.
"Ok siap Way Dimas." Kata Denny pamit pada ku untuk menyusun barang.
BERSAMBUNG DI HALAMAN SELANJUTNYA...
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA TULISAN KU.
Sedangkan aku pergi ke kantor untuk mengambil kunci mobil box, yang biasa aku gunakan untuk mengantar barang keliling kota Medan. Sebab kata pengawas perusahan, hari ini barang yang aku antar sangat banyak, dan jauh. "Sial..." Batin ku. Sebab biasanya kalau sudah dapat antaran seperti itu bakalan pulang malam. Setelah aku siap mengeluarkan mobil box itu, dan semua pekerja laki-laki mengangkat barang-barang yang akan aku kirim ini hari, aku meminta pada pengawas, untuk meminta Denny jadi temanku mengantar barang. "Pak Bos..." Sapaan ku pada pengawas. "Iya ada apa Dimas?" "Gini pak Bos, perjalanan kan jauh, aku ajak Denny ya?" Pinta ku pada pengawas. "Oh, ya
Sedangkan aku hanya diam karena perkataan Marta yang membuat ku melambung tinggi ke angkasa. "Eh... Den, Dimas, mau pesan apa?" Kata Marta menawarkan menu yang ada di restoran itu. "Udah Marta, kami kesini cuma mau ambil KTP Dimas aja kok." Jawab Denny. "We... mana bisa gitu, kalian sudah datang kesini, artinya kalian harus makan bareng kami disini!" Kata Marta. "Ya sudah, kalau gitu aku pesan nasi goreng saja, sama susu coklat hangat." Pesan ku karena berpikir lumayan lah makanan geratis. maklum anak kos-kosan. "Ah... gitu dong, masak kalian enggak mau ngerasain menu makanan restoran ku. Kalau kau Den, mau pesan apa?" kata Marta. "Lah ini restoran kau Marta? ya udah a
"Sudahlah tidak apa-apa, pokoknya hari minggu kau harus ikut datang ya Lin!" Kata Marta meminta ke Lina untuk ikut acara reunian itu. "Lah apaan?" Tanya Lina sedikit protes atas ajakan Marta. "Tidak apa-apa Lin. Teman ku SD (Sekolah dasar) banyak kok teman SMA (sekolah menengah atas) kita juga. Jadi banyak teman SD (sekolah dasar) ku yang kau kenal." Kata Marta. "Iya datang aja buat nemani Dimas, kasihan kalau dia sendirian." Kata Denny mengajak Lina. "Maaf Bu, jadi bagaimana ini hari Minggu? jadi Ibu, buat acara bersama teman-teman Ibu?" Tanya manajer kepada Marta yang memotong pembicaraan. "Iya Pak jadi." Jawab Marta.
"Hehe... Aku sangka kau yang homo Den, makannya aku goda kau tadi. Sebab kau juga jomblo, padahal kau ganteng." Balas ku terhadap candaan Denny. "Aku nggak jomblo Way, aku punya pacar, tapi saat ini dia di Jakarta. Sudah hampir dua tahun kami pacaran, tapi semenjak dia di Jakarta kami lebih sering ribut. Sakit kepala ku dibuatnya, dia curiga terus ke aku." Kata Denny yang tiba-tiba curhat ke aku. "Ini Way ya, aku tidak punya pengalaman tentang LDR (Hubungan jarak jauh) jadi aku cuma bisa mendengarkan curhatan kau aja tanpa aku bisa kasih saran ke kau. Tapi Den, curhatnya jangan sampai nyaman ya, nanti kau jadi suka pula sama aku. Aku normal Den, nggak homo." Kata ku ke Denny mencoba memecahkan suasana yang menyedihkan itu. "Way-way, lagi-lagi homo yang kau bahas Way. Yaudah lupain aja kisahku tadi." Kata Denny ya
Sebelum aku selesai bicara, Lina sudah menutup telpon nya. "Mau bicara apa si Lina ya?" Batin ku yang menemani perjalanan ku pulang kali ini, bersama mobil box yang aku bawa pulang ke kost ku. Sesampai di kust ku, aku langsung berbaring di kasur yang masi berantakan. Sebab aku merasa lelah sekali, hingga aku tertidur sampai pagi hari. Kali ini aku sengaja bangun pagi tidak seperti biasanya, aku bangun sedikit telat. Sebab hari ini ada mobil box yang akan mengantar ku untuk pergi bekerja. Sesudah mandi, dan bersiap-siap untuk berangkat bekerja aku terkejut bukan main. Sebab aku lihat ponsel ku ada lima panggilan tidak terjawab dari Lina. "Waw... ada apa ini si Lina ya?" Batin ku yang merespon lima panggilan dari Lina yang aku lewat kan karena tidur ku yang sangat lelap. Aku telpon Lina untuk menjawab pertanyaan ku yang bingung, kenapa ini ya? kok tiba-tiba aku begitu pentingnya untuk si Lina, sampai-sampai lima kali Lina menelpon ku karen
"Nih..." Kata Lina sambil melempar kunci motornya. "Mau kemana kita?" Tanya ku, sambil mengikuti Lina berjalan. "Jalan-jalan." Kata Lina yang sedang berjalan sambil memakai jaketnya. "Kemana?" Tanya ku. "Kemana aja yang kau suka." Kata Lina. "Aku tidak ada uang." Kata ku. "Aman." Kata Lina singkat. "Ok." Kata ku singkat juga. Sebab masih bingung dengan prilaku Lina. Tidak Lama kami berjalan, kami pun sampai di parkiran motor di plaza itu. Aku langsung menyalakan motor Lina yang terparkir, dan membawanya. "Ini uang parkirnya." Kata Lina yang memberikan selembar uang lima ribu rupiah sambil duduk di belakang ku. "Ok." Kata ku. Sepanjang perjalanan aku hanya diam. Sebab selain bingung mau aku bawa kemana motor ini berjalan, aku juga gerogi karena Lina diam saja di perjalanan. "Eh, eh, rampok... rampok... rampok..." Lina tiba-tiba teriak "Tadi diam terus, eh sekaliny
"Ah, sudah lah Lin tidak usah di pikiri." Kata ku santai untuk hentikan imajinasi Lina kepada tiga orang tadi. "Ah, iya juga ya." Kata Lina yang mencoba menghentikan pikirannya tentang tiga pria berjas hitam yang gagah, dan misterius itu baginya. "Iya lah Lin, yang terpenting saat ini kita selamat, ya kan?." Kata ku. "Iya selamat, berarti kau sadar tadi kita hampir saja mati gara-gara kelakuan kau?" Kata Lina dengan sedikit membesarkan kedua bola matanya. "Lah kok gara-gara aku Lin? aku kan cuma mau menyelamat kan barang mu." Jawab ku "Iya tapi kau itu sok jagoan, benar apa kata Marta rupanya! Perampok-perampok itu kan sudah menyuruh kita pergi, kenapa coba kau tetap lawan meraka? kau kira kau bisa menang apa?" Kata Lina dengan nada sedikit tinggi, dan dengan kedua bola matanya yang masih membesar. "Ini dua mangkuk baksonya Mas." Kata penjul bakso yang mengantar kan baksonya ke meja tempat kami duduk, dan karena kedatangan tukang bakso
Sepanjang perjalanan kami berdua hanya berdiam saja, sampai tiba di jalan ayahanda baru lah aku coba memecahkan suasana kami berdua yang sunyi itu. "Sudah mau sampai ni." Kata ku yang membuka pembicaraan. "Iya." Kata Lina singkat. "Dimana rumah mu, biar aku antar!" Kata ku. "Udah jangan banyak gaya, nanti setelah kau antar aku di rumah, terus kau mau pulang naik apa? ini kan motor ku." Kata Lina. "Gampang, aku bisa naik angkot atau jalan kaki kok." Jawabku. "Udah, kau turun di kost mu aja, nanti aku pulang sendiri aja. Dekat kok, nggak jauh, lagian nanti aku mau kerumah Marta dulu