Home / Romansa / Tersandung Cinta Tuan Muda / Bab 4: Masalah Datang Bertubi-tubi

Share

Bab 4: Masalah Datang Bertubi-tubi

Author: Melsya Aulia
last update Last Updated: 2025-03-06 00:22:40

Naira masih menatap layar ponselnya, membaca ulang pesan dari Adrian berkali-kali.

"Datang ke hotel La Royale pukul tujuh malam. Jangan terlambat."

Apa maksudnya? Kenapa Adrian ingin menemuinya di hotel?

Ia menggigit bibir, merasa ragu. Setelah insiden di kantor, ia tidak yakin apakah bertemu dengan pria itu adalah keputusan yang tepat. Tapi di sisi lain, menolak Adrian bukanlah pilihan yang bijak. Pria itu memiliki pengaruh besar, dan ia tidak ingin menambah masalah dalam pekerjaannya.

Tapi sebelum ia bisa memikirkan lebih jauh, ponselnya berdering.

Nomor tak dikenal.

Dengan sedikit enggan, ia menjawab, "Halo?"

"Naira!" Suara panik di seberang membuatnya langsung menegakkan punggung. Itu suara ibunya.

"Ibu? Ada apa?"

Suara ibunya terdengar bergetar. "Kita dalam masalah besar, Nak. Ayahmu… dia punya utang, dan sekarang orang-orang itu datang menagih!"

Dunia Naira langsung berputar.

"Apa? Utang apa?"

"Dia meminjam uang dari seseorang… seorang rentenir. Dan jumlahnya sangat besar, Naira. Mereka datang ke rumah, mengancam akan mengambil semuanya jika kita tidak segera melunasi!"

Naira merasakan keringat dingin mengalir di tengkuknya.

Berapa pun jumlahnya, jika rentenir yang terlibat, itu pasti bukan angka kecil.

"Ibu, tenang dulu. Aku akan cari jalan keluar," katanya, meskipun pikirannya sendiri penuh dengan kekhawatiran.

"Bagaimana, Naira? Kita tidak punya uang sebanyak itu!" suara ibunya semakin putus asa.

Naira mengepalkan tangannya. Ini terlalu mendadak. Baru kemarin ia berusaha menghadapi Adrian dan Revan, sekarang keluarganya di ambang kehancuran.

Namun, saat pikirannya kacau, pesan Adrian kembali terlintas di benaknya.

Datang ke hotel La Royale pukul tujuh malam.

Entah kenapa, firasatnya mengatakan bahwa pria itu pasti memiliki rencana.

---

Malamnya, di Hotel La Royale

Naira berdiri di depan pintu suite mewah di lantai tertinggi hotel. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu.

Tak butuh waktu lama, pintu terbuka. Adrian berdiri di sana, mengenakan kemeja hitam dengan lengan tergulung hingga siku. Matanya yang tajam langsung mengunci tatapannya.

"Kau datang," ujarnya datar.

Naira mengangguk, lalu melangkah masuk.

Ruangan itu sangat luas dan elegan, dengan lampu kristal menggantung di langit-langit serta jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota di malam hari.

Adrian berjalan ke arah sofa dan duduk dengan santai.

"Duduklah," katanya, menunjuk kursi di seberangnya.

Naira menurut, meski tubuhnya terasa kaku.

"Kenapa aku harus datang ke sini, Tuan Adrian?" tanyanya langsung.

Adrian menatapnya lama sebelum akhirnya membuka suara. "Aku mendengar keluargamu dalam masalah."

Naira terkejut. "Bagaimana Anda tahu?"

Pria itu tersenyum tipis. "Aku punya banyak cara untuk mendapatkan informasi, Naira. Dan aku tahu ayahmu memiliki utang besar yang tidak bisa dia bayar."

Naira menunduk, merasa malu.

"Jadi, apa yang Anda inginkan?" tanyanya hati-hati.

Adrian menyandarkan punggungnya ke sofa, menatapnya penuh arti. "Sederhana. Aku bisa melunasi semua utang keluargamu."

Naira menegang. "Apa?"

"Tapi tentu saja, itu bukan tanpa syarat," lanjut Adrian.

Naira sudah menduganya. Tidak ada yang gratis di dunia ini.

"Apa syaratnya?"

Adrian menatapnya dalam. "Menjadi wanitaku."

Jantung Naira hampir berhenti berdetak.

"Apa maksud Anda?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Aku ingin kau menjadi milikku, Naira. Menemani aku kapan pun aku mau. Tidak hanya dalam bisnis, tetapi juga dalam kehidupan pribadiku."

Naira membeku.

Itu bukan sekadar tawaran biasa. Ini adalah perjanjian yang akan mengikatnya dengan pria yang paling menakutkan yang pernah ia temui.

"Aku tidak bisa—"

"Sebelum kau menolak," potong Adrian, "pikirkan baik-baik. Jika kau menolak, keluargamu akan kehilangan segalanya. Tapi jika kau menerima, semua masalahmu akan hilang dalam sekejap."

Naira menggigit bibir. Ini gila.

Tapi… apa ada pilihan lain?

Ia hanya bisa menatap Adrian, menyadari bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Naira menatap Adrian dengan napas memburu. Tawaran pria itu terdengar begitu kejam dan tidak masuk akal, tetapi di saat yang sama, itu adalah satu-satunya jalan keluar yang ia miliki.

"Apa aku terlihat seperti seseorang yang bisa dijual?" Suaranya bergetar, tetapi ia tetap berusaha mempertahankan harga dirinya.

Adrian mengangkat alis, lalu menyandarkan punggung ke sofa. "Aku tidak mengatakan aku ingin membelimu, Naira. Aku hanya menawarkan kesepakatan yang saling menguntungkan."

"Saling menguntungkan?" Naira tertawa sinis. "Jadi, aku mendapatkan uang dan Anda mendapatkan… aku?"

Tatapan Adrian tetap tajam, tetapi ada sedikit ketertarikan di sana. "Kau pintar. Ya, kurang lebih begitu."

Naira menggigit bibir, pikirannya berputar. Ia tidak ingin terjerat dalam permainan pria ini. Tetapi jika ia menolak, apa yang bisa ia lakukan?

"Kenapa aku?" tanyanya akhirnya.

Adrian tersenyum tipis, lalu menatapnya lekat. "Karena kau menarik, dan aku suka wanita yang berani menantangku."

Kata-katanya membuat jantung Naira berdebar kencang, tetapi bukan karena senang—lebih karena takut.

"Tidak. Aku tidak bisa menerima ini," katanya akhirnya, mencoba berdiri.

Namun, sebelum ia bisa pergi, Adrian berbicara lagi.

"Kau yakin?"

Naira terdiam.

"Kau mungkin masih bisa bertahan hari ini, tapi besok? Lusa? Bagaimana dengan ibumu? Bagaimana jika orang-orang itu kembali dengan cara yang lebih kasar?" Adrian mencondongkan tubuh ke depan, menatapnya lekat. "Apakah kau siap kehilangan semuanya hanya karena gengsi?"

Naira meremas jemarinya. Ia membenci fakta bahwa pria ini benar. Jika ia menolak, keluarganya akan hancur. Tetapi jika ia menerima…

"Aku tidak akan tidur denganmu," katanya, suaranya sedikit gemetar.

Adrian terkekeh, seolah menikmati ketakutannya. "Siapa bilang aku menginginkan itu?" Ia berdiri, lalu berjalan ke dekat jendela, menatap pemandangan kota. "Aku hanya butuh seseorang di sisiku, seseorang yang bisa berpura-pura menjadi milikku di depan orang-orang tertentu."

Naira menatap punggung pria itu dengan bingung. "Jadi, Anda ingin aku menjadi pacar pura-pura?"

Adrian menoleh dengan ekspresi penuh misteri. "Sebut saja begitu. Tapi ingat, peranku dalam hidupmu tidak akan berakhir hanya di situ. Aku memiliki aturan, dan jika kau setuju, kau harus patuh."

Naira menggigit bibirnya. Ini jelas jebakan, tetapi apa ia memiliki pilihan lain?

"Berapa lama?" tanyanya pelan.

Adrian tersenyum, lalu berjalan mendekatinya. "Sampai aku bosan."

Naira merasa tubuhnya menegang. Jawaban itu terdengar begitu berbahaya.

Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.

"Aku… aku butuh waktu untuk berpikir," katanya akhirnya.

Adrian mengangkat bahu. "Baiklah. Kau punya waktu 24 jam. Jika kau setuju, temui aku besok di kantor."

Naira hanya bisa mengangguk, lalu segera pergi dari tempat itu. Pikirannya kacau. Apa yang baru saja ia masuki?

---

Di Rumah Naira

Saat Naira sampai di rumah, ia menemukan ibunya terduduk di sofa dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Naira, bagaimana? Apa kau menemukan solusinya?" tanya ibunya dengan suara putus asa.

Naira menatap ibunya, lalu menghela napas. "Aku sedang mengusahakannya, Bu."

"Tolong, Nak. Ibu tidak tahu harus berbuat apa lagi…" Ibu Naira menggenggam tangannya erat.

Melihat ibunya seperti ini membuat hatinya semakin berat. Jika ia menerima tawaran Adrian, ia bisa menyelamatkan keluarganya. Tetapi apakah ia siap menyerahkan hidupnya kepada pria itu?

Naira menatap ibunya sekali lagi. Dalam benaknya, hanya ada satu jawaban.

Ia tidak punya pilihan lain.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tersandung Cinta Tuan Muda   Bab 103 – Jejak Pengkhianatan

    Sudah tiga hari berlalu sejak pertemuan Naira dengan Lamia di kafe kecil itu. Dan sejak hari itu pula, pikirannya dipenuhi kalimat-kalimat ambigu yang terus berputar. Lamia memang tak lagi terlihat seperti ancaman, tapi tetap saja—masa lalu tak pernah benar-benar pergi. Naira ingin percaya. Ia sudah melihat perubahan Adrian dengan matanya sendiri. Tapi kepercayaan, sekali retak, sulit menyatu kembali tanpa bekas. Pagi itu, Naira sedang membersihkan ruang kerja kecil di rumahnya. Rak buku dirapikan, dokumen-dokumen disortir ulang. Di antara tumpukan buku, ia menemukan tablet tua milik Adrian—perangkat yang dulu sering digunakan saat mereka masih tinggal bersama sebagai pasangan kontrak. Tablet itu terkunci. Tapi entah bagaimana, saat disentuh, layar menyala dan langsung masuk ke layar utama. Tidak ada kata sandi. Mungkin karena Adrian sudah tak menggunakannya lagi, atau mungkin... karena ia tak merasa perlu menyembunyikan apa pun. Dengan jari yang ragu, Naira membuka galeri dan

  • Tersandung Cinta Tuan Muda   Bab 102 – Ujian Kesetiaan

    Langit mendung menggantung di atas taman yang hampir sepi. Pepohonan bergoyang pelan diterpa angin, dedaunan jatuh satu per satu, menambah suasana sunyi yang menyusup hingga ke dada. Di salah satu bangku kayu taman itu, Adrian duduk menunggu, mengenakan jaket gelap dan celana jeans yang mulai basah karena embun malam. Ia menatap jam tangannya. Sudah hampir satu jam sejak ia duduk di sana, namun Naira belum juga muncul. Lalu terdengar langkah. Pelan tapi pasti. Adrian mendongak dan melihat sosok yang begitu dikenalnya. Naira berdiri di depan bangku taman, mengenakan kerudung tipis dan jaket krem. Wajahnya tenang, tapi tatapannya tajam—seolah menyimpan banyak pertanyaan yang tak ingin diulang dua kali. “Aku baca suratmu,” ucapnya langsung. Adrian berdiri, gugup tapi mencoba tenang. “Terima kasih… karena sudah datang.” “Aku datang bukan karena aku sudah memaafkan, Adrian. Tapi karena aku ingin dengar langsung, tanpa gangguan, tanpa perantara. Aku ingin tahu: apa benar kamu me

  • Tersandung Cinta Tuan Muda   Bab 101 – Luka dari Masa Lalu

    Langit sore itu berwarna jingga pucat, seperti hati Naira yang sedang belajar tenang. Setelah semuanya—kontrak, luka, dan pengakuan jujur—ia dan Adrian sepakat memulai dari awal. Tak ada lagi perjanjian, hanya cinta yang mereka pilih bangun bersama. Namun, sekuat apapun seseorang ingin melupakan masa lalu, seringkali masa lalu itu sendiri tak pernah benar-benar pergi. Sore itu, mereka berjalan berdampingan di taman kota. Adrian menggenggam tangan Naira dengan tenang, sesekali melirik wajah perempuan yang kini tak lagi rapuh, tapi tetap memancarkan kelembutan yang menyentuh. “Aku masih belum percaya,” gumam Adrian, “kamu mau memberiku kesempatan kedua.” Naira tersenyum samar. “Kamu tidak sedang kuberi kesempatan, Adrian. Kita sedang memulainya bersama.” Namun kebahagiaan yang baru saja bersemi itu goyah, saat suara perempuan terdengar dari belakang mereka—tajam, familiar, dan menyelusupkan hawa dingin di udara hangat sore itu. “Adrian?” Mereka berdua menoleh. Seorang wa

  • Tersandung Cinta Tuan Muda   Bab 100 – Bukan dari Masa Lalu, Tapi dari Sekarang

    Taman itu masih sama. Rumput yang pernah diinjak oleh langkah marah, kursi kayu yang menjadi saksi pertengkaran hebat mereka, dan angin sore yang kini bertiup lembut, seakan menghapus jejak luka lama. Naira berdiri beberapa langkah di depan, mengenakan gaun sederhana berwarna putih gading. Tangannya menggenggam undangan dari Adrian—undangan tanpa agenda bisnis, tanpa tekanan keluarga, tanpa kewajiban kontrak. Ia menoleh saat suara langkah pelan mendekat. Adrian datang dengan kemeja abu-abu dan celana panjang santai. Tak ada dasi, tak ada aura dingin seorang CEO. Hanya lelaki dengan tatapan penuh penyesalan dan harapan baru. "Aku sempat berpikir kau tidak akan datang," ucap Adrian pelan. Naira tersenyum tipis. "Aku juga sempat berpikir tak akan pernah menginjakkan kaki di taman ini lagi." Keduanya tertawa kecil. Suara mereka menyatu dengan desiran angin dan kicau burung yang kembali ke sarangnya. Adrian menarik napas panjang. "Di tempat ini… kita pernah berkata hal-hal yang

  • Tersandung Cinta Tuan Muda   Bab 99 – Sebuah Undangan yang Tak Terduga

    Hujan sore itu turun ringan, mengiringi langkah Naira yang ragu saat menatap amplop undangan berwarna biru lembut di genggamannya. Nama pengirimnya jelas tertulis di pojok kanan atas: Adrian Alexander. Hatinya berdegup lebih cepat dari biasanya. Setelah malam emosional di mana Adrian memintanya memilih dengan bebas, Naira mencoba menjauh untuk menata pikirannya. Namun undangan ini—mengajaknya ke panti asuhan tempat mereka pertama kali bertemu—seolah menjadi jembatan halus yang ditawarkan Adrian tanpa memaksa. Dengan balutan dress sederhana dan scarf putih, Naira melangkah ke halaman panti asuhan yang kini lebih tertata dan cerah. Senyum anak-anak menyambutnya, membuat hatinya hangat. Tapi pandangannya langsung tertuju pada sosok pria yang berdiri di depan panggung kecil, mengenakan kemeja putih yang digulung di bagian lengan, tampak bersahaja namun tetap karismatik. Adrian. Saat mata mereka bertemu, waktu seakan berhenti. Adrian tersenyum tipis, lalu melangkah maju. “Terima ka

  • Tersandung Cinta Tuan Muda   Bab 98 – Di Ambang Perpisahan

    Hujan gerimis turun perlahan di halaman belakang rumah, mengiringi suasana hati Naira yang tak menentu. Di tangannya tergenggam secarik kertas—salinan kontrak pernikahan mereka, yang kini tinggal menghitung hari sebelum resmi berakhir. Ia duduk sendiri di kursi rotan tua yang biasa mereka gunakan untuk menikmati sore bersama. Tapi sore ini berbeda. Tidak ada Adrian. Tidak ada percakapan. Hanya diam, dan pikiran yang terus menuntut jawaban. "Aku seharusnya lega..." gumamnya pelan. "Tapi kenapa terasa justru lebih menyakitkan sekarang?" Di dalam rumah, Adrian berdiri di balik jendela, memperhatikan Naira dalam diam. Ia tahu waktunya hampir habis, dan kali ini ia tidak berniat memohon atau memaksa. Semua sudah ia serahkan kepada keputusan Naira. Beberapa hari terakhir, ia memilih menjauh secara perlahan. Bukan karena menyerah, tapi karena ingin memberikan Naira ruang—ruang untuk benar-benar mendengar suara hatinya sendiri. --- Naira membuka kembali jurnal kecil yang berisi su

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status