Chloe meremas jemari Nash, hanya sebuah gerakan refleks, tapi itu sukses membuat Nash membungkam mulut. Pria itu melirik Chloe yang bahkan tidak melihatnya. Ada sensasi aneh dalam diri Nash yang membuatnya enggan untuk meladeni Foster. Apa itu karena sentuhan Chloe?
“Jadi Chloe. Apa pekerjaanmu? Atau Nash cukup murah hati menjemputmu dari semacam... jalanan?”
Suasana meja makan membeku. Sialan kau, pikir Chloe, dia menatap Helena yang memotong daging di piringnya dengan santai. Chloe meletakkan garpu dengan tenang dan tatapannya masih terpaku pada wanita itu tanpa kehilangan kendali.
“Aku bekerja sebagai investigator lepas di salah satu perusahaan swasta,” sahut Chloe. “Aku tidak berasal dari jalanan, Nyonya!”
Jamuan makan siang yang seharusnya menjadi sebuah cara untuk menyatukan keluarga malah beralih menjadi panggung ketegangan. Bunyi alat makan terdengar pelan diantara sunyi yang mencekam. Helena memainkan anggur di gelas dengan ekspresi puas melihat Chloe berusaha tetap tenang.
Foster meletakkan garpunya, menyeka bibir dengan serbet lalu menatap Nash tajam. “Kapan kalian akan menikah? Kau butuh sesuatu?”
Nash tidak mengalihkan pandangan dari piringnya. “Aku tidak merasa masih menjadi bagian dari keluarga ini sejak kau sibuk menjadi suami baru alih-alih menjadi ayah yang lama. Aku tidak membutuhkan apa pun darimu.”
Helena tertawa. “Oh, Nash. Berhentilah mendramatisir keadaan. Kau selalu merasa paling tersakiti, seolah-olah kau satu-satunya anak malang di dunia ini. Padahal ibumu masih hidup, meski, yah, seperti tanaman hias yang hanya hidup jika dirawat!”
“Hentikan, Mom!” Eross berdiri, jelas dia tidak menyukai nada bicara Helena pada Nash. “Sudah ku bilang berkali-kali jangan sebut keadaan Bibi Lori di depan Nash!”
“Tutup mulutmu. Kau hanya bocah sialan yang tidak bisa mendengar didikan ibunya!” sembur Helena marah.
“Kau ingin aku mendengarmu? Kau harus membunuhku lebih dulu kalau begitu.”
“Kau...”
“Wah, ini cukup menyenangkan,” gumam Nash, tapi Chloe tahu pria itu marah. Jemari yang tak lepas dari genggamannya berubah sedingin es dan itu adalah sinyal jika dada Nash sebenarnya tersulut emosi. Chloe saja tercekik mendengarnya, mustahil pria ini tidak.
“Well, terimakasih atas sanjunganmu, Helena. Tapi aku tidak membutuhkannya!” kata Nash datar. “Dan kau harus mendengar nasehat puteramu. Jangan singgung soal Mom di depanku, karena kau tak layak!”
“Aku hanya realistis, Nash sayang,” ucap Helena lagi. “Kau masih punya tanggung jawab yaitu ibumu tapi sekarang kau menikahi seorang wanita yang manis dan sederhana.” Helena berdecak, dia mengamati Chloe dari ujung rambut hingga ke kakinya. “Orang akan mengira keluarga kita diambang kebangkrutan saat mereka melihat Chloe.”
Chloe membalas tatapan itu dengan senyuman tipis. “Tidak semua wanita mengukur nilainya dari harga pakaian, Helena. Beberapa dari kami lebih fokus pada harga diri.”
Helena membeku sejenak, Eross terlihat tersenyum puas. Tapi Helena kembali bicara, katanya, “Harga diri?” Dia mencibir. “Wanita yang menjual dirinya dalam pernikahan kontrak berbicara tentang harga diri?”
Chloe merenung. Bukankah tak ada yang tahu tentang kontrak pernikahan ini? Atau, Helena hanya menebak-nebak dan berharap aku lepas kendali? Chloe tersenyum tipis. Sayangnya, kau bukanlah tandinganku, Helena.
“Setidaknya aku menikahi pria single. Aku tidak mengincar pria kaya dan menikahinya hanya demi sebuah gelar. Dan kau berbicara padaku tentang kehormatan?” balas Chloe tenang, suaranya tidak meninggi.
Nash diam-diam melirik. Ada sebuah kepuasan tersendiri padanya dan dia cukup terkejut bagaimana tenangnya Chloe mengatasi Helena. Wanita bermulut tajam itu sepertinya telah bertemu pawangnya kali ini.
Helena meletakkan gelasnya dengan bunyi keras, wajahnya memerah karena amarah. “Berani-beraninya kau...”
“Aku hanya menjawab pertanyaan yang kau ajukan dan menanggapinya,” potong Chloe cepat dan dia tersenyum. “Jika aku menyinggungmu, aku minta maaf. Kau tidak akan menaruh dendam pada wanita sederhana sepertiku, bukan?”
Foster menatap Nash. “Kau akan membiarkan istrimu bicara seperti itu di meja makan keluargamu?”
“Well, memangnya kenapa?” Nash menegakkan tubuh. “Dia tidak melakukan sesuatu yang buruk, bukan? Hanya meladeni istrimu bicara. Apa salah?”
“Kau tidak akan bisa menjalani hidupmu dengan dendam, Nash. Cepat atau lambat, kau akan kembali ke akarmu.”
“Apa kau lupa? Akar itu sudah membusuk sejak kau menyiramnya dengan pengkhianatan dan kebohongan!” balas Nash tajam.
Suasana berubah menjadi makin sesak. Hening yang menyakitkan menelan ruangan dan Chloe akhirnya tahu, pundak tegang pria itu ternyata membawa cukup banyak beban. Apa ini alasan di balik sikapnya yang dingin dan semena-mena?
“Aku rasa kita harus berhenti saling menyakiti di meja makan,” gumam Eross lirih, dia menatap Nash. “Aku selalu menghormatimu Nash. Aku tahu apa yang dilakukan ibuku tidak akan pernah bisa kau maafkan.”
“Omong kosong apa yang kau ucapkan?” Helena memekik menatap Eross. “Aku sungguh menyesal memiliki anak pembangkang sepertimu!”
“Menurutmu aku tidak menyesal dilahirkan oleh wanita sepertimu? Kalau kau bertanya penyesalan terbesarku apa, aku akan menjawab memiliki ibu sepertimu!” sahut Eross marah.
Nash menatap Eross singkat. “Kau masih terlalu muda untuk memahami semua ini.” Dia meletakkan sarbetnya, berdiri dan tangannya tidak melepas tangan Chloe sejak tadi. “Aku rasa makan siang ini cukup sampai di sini,” katanya, dia menatap Chloe. “Ayo.”
Chloe berdiri, menyusulnya tanpa ragu. Tak ada ketakutan dalam langkahnya, hanya kebisuan yang penuh keteguhan. Saat mereka melangkah keluar dari ruang makan, Helena berseru dari belakang mereka dengan nada tajam.
“Jangan terlalu nyaman, Chloe. Dunia Nash tidak diciptakan untuk wanita sepertimu.”
Chloe berhenti, dia menoleh sekilas sambil menahan senyum. “Aku tidak datang untuk merasakan kenyamanan, Nyonya. Aku datang untuk bertahan!”
Lalu dia kembali melangkah pergi bersama Nash. Mereka seperti dua sosok yang berbeda, namun sama-sama terbakar oleh luka masa lalu yang belum selesai.
SUV hitam itu melaju dengan mulus di jalanan aspal yang basah karena sisa hujan pagi tadi. Suasana di dalam mobil terasa tebal oleh keheningan. Chloe duduk diam menatap ke luar jendela, menyembunyikan lelah dan sisa-sisa ketegangan di meja makan barusan.
Nash duduk di sebelahnya, sesekali dia melirik Chloe dari ekor matanya. beberapa menit berlalu, hingga akhirnya Nash bicara dengan nada suara yang santai, tapi penuh sindiran yang tersembunyi.
“Harus ku akui, kau cukup mengesankan di meja makan tadi.”
Chloe menoleh perlahan, mengangkat alis tanpa bicara. Nash melanjutkan dengan senyum kecil yang tak sepenuhnya hangat. “Tenang, tajam, tidak menangis walau Helena hampir menggigit lehermu. Aku nyaris mengira kau sedang menjalani audisi jadi nyonya bangsawan, bukan gadis biasa yang datang menawarkan diri untuk dijual.”
Jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari ketika Nash membuka pintu rahasia di sisi Timur kediamannya. Pintu rahasia itu mengarahkannya ke ruang bawah tanah, tempat Nash lebih banyak menghabiskan waktu.Dinding bata abu-abu itu terlihat biasa saja bagi siapa pun, kecuali bagi dia yang tahu persis letak panel tersembunyi di balik lukisan klasik yang menggantung diam. Dia menekan kombinasi angka di keypad kecil dan pintu besi terbuka perlahan.Udara steril dan dingin menyambutnya. Lorong itu remang-remang dan sunyi. Hanya bunyi alat monitor dan detak pelan yang terdengar dari ruangan paling ujung. Nash berjalan pelan, jaketnya sudah dia lepas, lengan kemejanya digulung.Ruangan itu terlihat seperti ruang perawatan VVIP, lengkap dengan mesin pendukung hidup, sistem sirkulasi udara mandiri, dan ranjang medis elektronik. Seorang wanita paruh baya terbaring di sana, rambutnya yang dulu gelap kini memutih si sisi pelipis.Wajahnya tenang, tapi mata itu tak pernah terbuka lagi sejak hari dia
Hari pertama sebagai istri Nash Sullivan diawali bukan dengan ucapan selamat pagi atau ciuman hangat di kening. Ketika Chloe bangun, Nash sudah tidak ada di sofa. Sambil melihat pantulan dirinya di cermin, Chloe sadar, sebenarnya Nash tidak sepenuhnya brengsek.Pria itu memang menyakiti perasaannya tanpa Chloe tahu sebabnya apa. Tapi mungkin dia sedang menghadapi trauma, bisa jadi karena keluarganya. Mungkin bersikap kasar dan semena-mena adalah pelarian dari semua penderitaannya selama ini.Chloe menoleh ke arah pintu, cukup terkejut ketika Nash mendorong pintu lebar-lebar. Mata tajamnya langsung mengarah pada Chloe yang sedang menggulung rambutnya. Di tangannya dia memegang selembar kertas.“Aku tidak memintamu berdandan,” ucap Nash datar, dia mengenakan setelan jas hitam dan jam tangan mewah. “Kita punya jadwal untuk sore ini.”Chloe kembali memperbaiki rambutnya di depan cermin. “Aku tahu. Aku hanya tidak ingin mempermalukanmu.”Nash menatapnya selama beberapa detik, lalu di
Chloe melangkah keluar dari sedan hitam yang membawanya kembali ke kediaman Nash, tanpa kata sedikit pun. Gaun putihnya diangkat agar tidak menyentuh lantai. Dia terlihat lelah, tapi kedua matanya masih tetap menyala, bukan karena harapan, tapi karena keputusasaan.Nash berjalan di depannya, membukakan pintu besar tanpa menoleh. Dia tidak bicara, hanya memberi isyarat pada para pelayan agar mereka menyingkir dari hadapannya. Pria itu naik, Chloe menyusul setelahnya.Chloe berdiri di ambang pintu kamar utama, matanya menyapu ruangan, lalu terhenti pada Nash yang berdiri di sudut kamar sambil melepas dasi.“Jangan khawatir,” kata Nash akhirnya, suaranya rendah tapi tajam. “Aku tidak akan menyentuhmu. Setidaknya bukan malam ini.”Chloe masuk, dia berdiri di dekat ranjang. Siapa yang ingin disentuh olehmu? Sungutnya. Aku tidak rela. Bahkan jika kau adalah cinta pertamaku, aku tidak akan sudi bersentuhan denganmu. Membayangkannya saja membuatku muak.“Orang akan berpikir kau menghormatiku,
Chloe mengalihkan pandangannya, tapi bibirnya melengkung samar. “Aku tidak sedang mencari pengakuan darimu,” katanya pelan dan tegas. “Dan aku tidak menjual diriku. Aku membayar harga.”Nash tertawa pendek. “Oh, Chloe. Kau benar-benar berkembang. Dulu kau gadis yang mengaku cinta padaku dan hampir menangis waktu ku tolak. Sekarang, kau berubah menjadi lebih tangguh.”“Kau akan berubah menjadi tangguh ketika kau kehilangan arah hidupmu,” gumam Chloe, dia memejamkan matanya. “Kalau tidak keberatan, aku ingin tidur sebentar.”Mata Nash menyipit, tapi tatapannya tak lepas dari wajah Chloe. Teduh, damai, dan tenang. Jika tidak melihat video itu, Nash mungkin akan terkecoh oleh paras Chloe. Dia mengalihkan tatapannya, langit makin bergulung oleh awan hitam. Tidak. Chloe adalah penyebab ibunya koma. Tujuannya menikahi Chloe adalah untuk membalas dendam, tidak ada alasan lain di balik itu.***Langit sore berangsur-angsur pucat ketika sinar matahari harus kalah oleh gulungan awan yang makin b
Chloe meremas jemari Nash, hanya sebuah gerakan refleks, tapi itu sukses membuat Nash membungkam mulut. Pria itu melirik Chloe yang bahkan tidak melihatnya. Ada sensasi aneh dalam diri Nash yang membuatnya enggan untuk meladeni Foster. Apa itu karena sentuhan Chloe?“Jadi Chloe. Apa pekerjaanmu? Atau Nash cukup murah hati menjemputmu dari semacam... jalanan?”Suasana meja makan membeku. Sialan kau, pikir Chloe, dia menatap Helena yang memotong daging di piringnya dengan santai. Chloe meletakkan garpu dengan tenang dan tatapannya masih terpaku pada wanita itu tanpa kehilangan kendali.“Aku bekerja sebagai investigator lepas di salah satu perusahaan swasta,” sahut Chloe. “Aku tidak berasal dari jalanan, Nyonya!”Jamuan makan siang yang seharusnya menjadi sebuah cara untuk menyatukan keluarga malah beralih menjadi panggung ketegangan. Bunyi alat makan terdengar pelan diantara sunyi yang mencekam. Helena memainkan anggur di gelas dengan ekspresi puas melihat Chloe berusaha tetap tenang.F
Rumah pribadi Nash lebih mirip istana daripada tempat tinggal. Dinding-dinding terbuat dari marmer yang berkilau, lampu gantung kristal, dan tangga melingkar tinggi yang menjulang ke lantai dua. Tapi tidak ada kehangatan di dalamnya, hanya keheningan dan gema langkah Chloe ketika dia memasuki rumah itu dengan koper kecilnya.“Nyonya Chloe, Tuan Nash memintaku untuk membawa Anda ke kamar.” Seorang pelayan datang menemuinya.“Bisakah kau membawaku ke kamar tamu?” tawar Chloe.“Tapi Tuan Nash berpesan agar Anda tidur di kamar utama, Nyonya!”Chloe akhirnya mengangguk. Dia berjalan di belakang si pelayan dan naik ke kamar utama yang ditempati Nash. Ruangan itu luas, bahkan sepertinya lebih luas dari apartemennya sendiri. Chloe duduk di tepi ranjang besar dan memandang ke luar jendela. Dadanya terasa berat. Dia akan menjadi istri dari pria yang dia sukai, tapi anehnya pria itu sangat membencinya.Chloe tidak tahu bagaimana Nash bisa begitu memusuhinya, seolah mereka memiliki dendam yang be