Rumah pribadi Nash lebih mirip istana daripada tempat tinggal. Dinding-dinding terbuat dari marmer yang berkilau, lampu gantung kristal, dan tangga melingkar tinggi yang menjulang ke lantai dua. Tapi tidak ada kehangatan di dalamnya, hanya keheningan dan gema langkah Chloe ketika dia memasuki rumah itu dengan koper kecilnya.
“Nyonya Chloe, Tuan Nash memintaku untuk membawa Anda ke kamar.” Seorang pelayan datang menemuinya.
“Bisakah kau membawaku ke kamar tamu?” tawar Chloe.
“Tapi Tuan Nash berpesan agar Anda tidur di kamar utama, Nyonya!”
Chloe akhirnya mengangguk. Dia berjalan di belakang si pelayan dan naik ke kamar utama yang ditempati Nash. Ruangan itu luas, bahkan sepertinya lebih luas dari apartemennya sendiri. Chloe duduk di tepi ranjang besar dan memandang ke luar jendela. Dadanya terasa berat. Dia akan menjadi istri dari pria yang dia sukai, tapi anehnya pria itu sangat membencinya.
Chloe tidak tahu bagaimana Nash bisa begitu memusuhinya, seolah mereka memiliki dendam yang belum usai.
Ketika Chloe bangun keesokan harinya, dia melihat seisi ruangan itu hanya ada dirinya. Dia menyadari sepertinya Nash tidak pulang semalam. Itu bagus, Chloe tidak perlu melihat wajahnya. Dengan langkah kaki berat dia membersihkan diri dan turun ke lantai satu.
Ternyata Nash sudah menunggunya di bawah. Dia duduk santai di ruang makan, membaca dokumen sambil menyeruput kopi. “Akhirnya kau bangun juga, Nyonya Sullivan,” ucapnya tanpa menoleh. “Aku pikir kau terlalu menyukai ranjangnya.”
“Lumayan,” sahut Chloe singkat, dia mencoba menahan diri. Dia duduk di seberang meja dan mengangkat cangkir teh yang telah disiapkan untuknya. Pelayan menyajikan sarapan di meja selagi dia mendengar suara Nash lagi.
“Kita akan bertemu keluargaku. Berpakaianlah seperti seharusnya,” katanya datar setelah dia melihat Chloe. “Aku sudah menyiapkan beberapa potong gaun untukmu dan kau jangan pernah memakai pakaian lusuh itu lagi selamanya.”
Chloe menatap dirinya sendiri. Ini bahkan gaun yang baru dua kali dipakainya dan Nash menghina dirinya? Gadis itu urung memakan sarapannya, selera makannya segera lenyap. Dia menatap Nash diam-diam dan pria itu masih terlalu berkharisma dalam balutan kemeja putih yang setengah lengannya digulung.
“Jangan jatuh cinta padaku lagi, Nyonya.” Nash mengangkat wajah, dia tahu jika Chloe diam-diam melihatnya. “Lupakan ide liar itu dan cepatlah ganti pakaianmu. Kita berangkat setengah jam lagi.”
“Pria brengsek,” sungut Chloe, tapi Nash bisa mendengarnya samar.
“Kau bilang apa?”
“Tidak apa-apa!”
Mansion tua keluarga Sullivan menyimpan kesan klasik dan kemewahan konservatif. Saat mobil berhenti di halaman depan, Chloe bisa melihat seorang wanita berusia akhir 40-an berdiri di dekat jendela, namun langsung pergi begitu saja.
“Hubunganku dan ayahku tidak begitu baik,” kata Nash sebelum mereka turun dari mobil. “Kau harus tahu jika aku punya ibu tiri dan satu orang adik tiri. Ingat, berpura-puralah seperti sepasang kekasih yang saling mencintai.”
Chloe mengangguk. Dia turun, menatap sekali lagi mansion mewah itu dan berdecak kagum. Pikirannya teralih ketika Nash mengulurkan tangan dan dia harus menggenggamnya. Mereka berjalan masuk bersisian seolah mereka memang sepasang kekasih sungguhan.
“Well, dia jauh lebih cantik dari yang bisa ku bayangkan.” Helena Sullivan menyambut mereka di pintu dan Chloe tahu itu adalah cibiran.
Sekarang Chloe bisa mengerti kenapa Nash selalu menghinanya. Rupanya dia memang tinggal di kediaman yang tak memiliki norma seperti ini.
“Halo, Nyonya...”
“Panggil saja Helena,” potong Helena cepat. “Nash juga memanggilku dengan namaku sendiri. Kau bisa mengikutinya. Lagipula aku tak ingin terdengar lebih tua di hadapan wanita muda dan ... sederhana sepertimu.”
Chloe hanya tersenyum tipis, memilih untuk tidak terpancing. Nash tidak mengatakan apa pun selain menyeretnya menuju meja makan. Di sana, pria yang seluruh rambut di kepalanya sudah berubah putih duduk di ujung meja.
Foster Sullivan terlihat tegang, terlihat dari caranya memegang gelas anggur di tangannya. “Berani-beraninya kau membawa wanita ini ke sini. Bukankah sudah ku bilang aku tidak akan pernah merestuimu?”
Nash memindahkan tangannya, kali ini dia meraih pinggang Chloe dan menyeretnya ke tubuhnya. “Aku tak butuh restumu soal pernikahanku sendiri!”
“Kau...”
“Foster, bagaimana kalau kita makan dulu?” Helena menengahi. “Nash, Chloe, duduklah!”
Wanita itu jelas beracun, dan dia hanya berpura-pura lembut di depan Chloe. Dia tersenyum seolah dia wanita yang hangat untuk keluarganya, padahal hanya melihat sekilas saja, Chloe tahu jika dia sama jahatnya dengan Nash.
“Aku tidak percaya saat pelayan mengatakan kakakku kembali.”
Chloe menoleh, seorang remaja datang dengan pakaian kasual dan celana panjang denim. Dia tersenyum hangat dan langsung duduk di samping kursi Chloe. Dia mengulurkan tangan, berkata, “Hai, Chloe. Namaku Eross, adik tiri Nash!”
Dia berbeda, pikir Chloe selagi dia menerima jabatan tangan Eross. Senyumnya tidak dibuat-buat. Dia sungguh berbeda dari semua orang yang duduk di sini. Sepertinya, dia satu-satunya orang yang normal.
“Bukankah sudah ku bilang kau tidak perlu datang?” Suara Helena terdengar berat dan penuh kemarahan.
“Nash kembali, aku sudah tidak melihatnya selama bertahun-tahun. Kau tahu aku merindukannya.”
“Jangan bicara seolah kita dekat,” ujar Nash dingin, tapi disambut senyuman oleh Eross.
“Dia memang seperti itu.” Eross memainkan matanya pada Chloe.
“Eross...”
“Aku tak butuh izinmu untuk kembali,” potong Eross cepat saat Helena berdiri dengan wajah memerah menahan marah. “Aku seorang Sullivan dan ini rumahku juga, kau yang mengatakannya dulu. Jadi aku bisa keluar masuk sesuka hatiku.”
Makan siang macam apa ini? batin Chloe. Kenapa semua anggota keluarga saling mencabik? Apa ini sisi kelam keluarga Sullivan yang tak pernah terendus oleh dunia luar?
“Hentikan.” Foster menepuk meja makan tiga kali. “Ada orang asing di sini, bisakah kalian menjaga sikap?”
Ini memuakkan, pikir Chloe. Semua keluarga ini sama saja. Mereka bisa menghina dengan sangat halus hanya dengan satu tarikan kalimat dari mulut. Apa mereka tidak bisa hidup tanpa saling menjatuhkan?
“Dia istriku, Foster,” sahut Nash santai, namun cukup membuat Chloe shock sampai-sampai sendoknya nyaris jatuh.
Foster? Dia tidak memanggilnya dengan sebutan ayah, dad, papa atau sejenisnya? Foster?
Nash meraih tangan Chloe. Dia meletakkannya di pangkal pahanya, menggenggamnya erat-erat seolah sedang menunjukkan pada Foster apa yang dia maksud barusan. Foster hanya tertawa, tapi tawa itu mengejek!
“Aku hanya tidak percaya. Aku pikir mentalmu sudah terlalu rusak untuk menghindari keluarga seumur hidupmu!”
“Percayalah, aku menuruni separuh sifat buruk darimu,” balas Nash tajam, dan Eross tertawa kecil mendengarnya.
“Kau...”
Sepi menggantung ditengah mereka. Nash menggaruk kepalanya. “Benarkah? Aku tidak ingat bagian itu.”Chloe terhenyak, tangannya mengepal di balik gaun pendek yang dipakainya. Tapi tangan kekar Nash langsung menggenggamnya, diam-diam, tanpa melirik Chloe. Dia terus bertatap muka dengan Daisy seolah dia sedang memfokuskan dirinya pada wanita itu.Jangan bilang kau berbohong padaku, pinta Chloe dengan lirih dalam hati ketika dia menemukan ekspresi Nash yang datar. Jangan bilang keputusanku untuk memulai lagi sejak awal denganmu adalah sebuah kesalahan.Tolong, Nash.Jika kau menghancurkanku sekarang, aku tidak bisa percaya padamu lagi selamanya, dan aku akan bercerai darimu.“Kita bahkan ...” Daisy mulai bertingkah panik. “Kau ...”“Aku kenapa?” Nash mengangkat alis.Air mata Daisy kembali jatuh, dia menggeleng, menangis sesenggukan. Mila mengernyit, mulai merasa jengah dengan tingkah Daisy. Dan melihat Nash juga Adrian bahkan tidak melakukan apa pun pada wanita ular itu membuat emosi dal
Nash menyerbu masuk ketika Chloe hendak menutup pintu kamar mandi. Pria itu menatapnya dengan mata sensual, seolah sudah tidak sabar untuk menunggu hal yang ditahannya selama ini. Namun Chloe tahu, dia baru saja kehilangan janin dan melewati proses kuretase.Dia tidak bisa mewujudkan hasrat Nash, dan dia belum siap.“Kau mau apa?” Chloe mendelik.“Kita mandi berdua saja, lebih cepat!”“Kau mau cepat? Kau bisa mandi lebih dulu.”Nash berdecak, dia menyandarkan tubuhnya di sisi pintu kamar mandi. “Kau pikir aku buru-buru?”“Jadi?” Chloe pura-pura tidak mengerti. “Adrian dan yang lain ada di bawah. Kau ingin menemani mereka, kan?”“Mereka bisa menunggu, Chloe,” gumam Nash putus asa.“Lalu?” Alis Chloe naik.Nash mendorong Chloe lalu menutup pintu kamar mandi dengan cepat. Dia menangkup wajah gadis itu, menciumnya lagi dan mendorong tubuh Chloe hingga menempel di dinding. Tangannya dengan cepat meraih kancing gaun Chloe tapi gadis itu menghentikannya.“Kau tidak menginginkannya?” bisik Na
Petir menyambar cukup dekat, menciptakan cahaya lebih terang selama beberapa detik, mengalahkan sinar matahari yang terhalang awan-awan gelap. Chloe dan Nash masih berdiri berhadap-hadapan, jarak diantara mereka makin tertutup usai Chloe memberikan penawaran pada Nash.Tidak ada perceraian.Tidak ada perpisahan.Semuanya akan kembali seperti awal.“Tentu saja.” Chloe menghela napas, melihat Nash justru tidak bereaksi apa-apa. “Jika kau menginginkan Daisy, kau bisa menceraikanku secepatnya.”Nash mengernyit. “Kenapa kau membawa nama Daisy?”“Oh? Aku lupa, kau adalah tiang penyangga gadis itu. Aku tak bisa menyebut namanya tanpa izinmu,” dengus Chloe makin kesal.Nash tersenyum, untuk pertama kali sejak kemarin dia mengetahui kebenaran itu. Ditariknya pinggang Chloe untuk memupus jarak diantara mereka sampai tubuh gadis itu menempel padanya. Nash menatap wajah Chloe yang damai dan tenang, tangannya perlahan naik untuk menggantikan gadis itu memegang payung.Tangannya meraba punggung Chl
Gerimis perlahan turun. Bunyi guruh sahut menyahut di langit, awan hitam bergulung malas menaungi tempat pemakaman khusus yang telah disiapkan oleh Nash beberapa tahun lalu. Berada di atas perbukitan, hanya ada makam ibunya di sana, berikut makam dirinya sendiri yang juga telah disiapkan Nash.Foster dan Helena tidak terlihat di sana, hanya ada Eross, juga Alex, Adrian, Mila dan Chloe. Gadis itu memastikan dirinya tetap berada di sisi Nash, berusaha menjadi titik tumpuan pria itu di fase terendahnya.Nash tidak banyak bicara. Pun setelah peti diturunkan dan petugas menutup liang lahat, pria itu tetap diam. Namun sorot mata itu menceritakan semuanya. Bagaimana kepedihan hati Nash melepas ibunya, walau sejak beberapa tahun terakhir dia sudah mempersiapkan diri.“Kak ...” Eross berdiri di samping Nash, menatap batu nisan yang terpasang sempurna dan cantik. “Bibi Lori telah menemukan kehidupannya yang lebih baik. Aku ... minta maaf atas nama ibuku. Jika tidak ada kami, kau pasti masih mer
Nash tersenyum, dia mengangguk setuju alih-alih menolak. Adrian mengangkat alis, tidak percaya Nash justru memberinya reaksi santai seperti itu. “Kau bersedia?”“Kenapa tidak?”“Kau? Seorang Nash Sullivan?”“Jika menjadi pelayan Chloe, seumur hidup pun aku bersedia!”Adrian menggelengkan kepala sambil berdecak. “Kau sungguh tak tertolong lagi, Nash. Otakmu benar-benar sudah diekspansi oleh Chloe.”Nash tertawa pelan, keduanya saling berpandangan lagi ketika mendengar suara jerit Daisy lebih kencang. “Pria itu bermain cukup kasar sepertinya,” kelakar Adrian. “Daisy bahkan berteriak seperti itu.”Dia mengeluarkan ponselnya, mengatur sudut untuk menangkap dirinya dan Nash yang tergeletak di atas tempat tidur.“Kau mau apa?” lirik Nash tajam.“Tentu saja membuat bukti untuk mematahkan tuduhan Daisy,” sahutnya santai. “Kau tahu kan, dia pasti datang besok dan menangis tersedu-sedu. Dia akan mengatakan kau melecehkannya.”Nash tertawa kecil, dia mengangguk setuju. “Setelah ku pikir-pikir, d
Begitu Daisy pergi, Nash duduk dengan tegak. Diambilnya sapu tangan dari sakunya, lalu melap lehernya dengan kasar, begitu juga dengan kedua telapak tangannya. Dia memungut jasnya. Dengan tatapan dingin, pria itu turun dari ranjang dan keluar.Di ambang pintu, dia bertemu Adrian dan seorang pria yang perawakannya persis Nash. Sahabatnya itu tertawa kecil, dia menepuk lengan pria itu dan berkata, “Gantikan Nash untuk memuaskan nafsu wanita itu!”“Tapi bagaimana kalau ketahuan?” Pria itu sedikit khawatir.“Buat saja suara mendesah dan gumaman yang dibuat-buat, seolah kau mabuk berat. Katakan lampunya tidak boleh menyala, atau Daisy tak boleh menyentuh wajahmu. Bilang saja kau yang akan memuaskannya sendiri. Ingat, kau tak perlu banyak bicara jika tidak diperlukan,” sahut Adrian.“Aku akan menjaminmu,” tambah Nash lagi. “Dia tidak akan bisa menyentuhmu selama ada aku.”“Kalau begitu, aku akan masuk.” Pria itu bergumam riang dan nada bicaranya lebih santai.Adrian dan Nash mengangguk bers