Dina terkejut, tidak mungkin Anton pergi begitu saja tanpa ada kata pamit terlebih dulu."Pasti dia masih ada di sini, Ayah." Dina masih bersikeras kalau calon suami Yuliani belum pergi."Ayah sendiri yang melihatnya tadi malam. Dia sudah pergi meninggalkan rumah ini. Jadi, jangan harap pria itu mau bertanggung jawab setelah apa yang sudah terjadi." Mark berbicara tegas."Gak mungkin, Ayah. Ibu gak ingin semua ini terjadi, aku tidak mau keluarga kita di permalukan untuk yang ke sekian kali." Dada Dina terasa sesak tiba-tiba, hingga sulit untuk bernapas."Faktanya memang begini, Bu. Gak mungkin berubah!" cetus Mark kesal. Pria itu pergi dari kamar yang ditempati Anton, lalu Dina menyusul. "Sekarang Ayah mau ke mana?" tanya sang Istri penasaran."Aku mau mencari pria itu, Bu. Jika Anton tidak ditemukan juga, terpaksa Yuliani harus menerima semua keputusan yang sudah Ayah pikirkan secara matang," sahut Mark tegas.Dina tidak tahu rencana apa yang dimaksud oleh suaminya, yang jelas saat i
Yuliani dan Dina saling pandang satu sama lain."Jangan mengarang cerita, Mbak. Mana mungkin mas Anton memiliki istri? Kalau kedatangan Mbak ke rumah ini cuma untuk membuat keributan. Lebih baik Mbak pergi sekarang juga!" usir Yuliani tidak ingin ada keributan di hari bahagianya."Aku gak bohong, pria itu suamiku. Aku dan dia tidak pernah cerai, kenapa juga aku harus berbohong? Apa untungnya aku berbicara dusta?" Wanita cantik berambut sedikit ikal tetap ngotot mengakui kalau Anton adalah suaminya."Mending Mbak pergi saja dari sini sekarang juga!" usir Dina angkat bicara."Aku ingin bertemu dengan Anton, dia harus pulang sekarang juga." Wanita cantik terus memaksa. Karena tidak mau pergi, akhirnya Dina memberikan kesempatan wanita tersebut bertemu dengan Anton."Mending kamu panggil saja Anton, biar dia yang memberikan penjelasan. Dengan begitu kita tahu, siapa yang berbicara benar." Dina memberikan usulan."Gak usah, Bu. Ngapain juga meladeni wanita ini, mending kita usir saja," uca
Mark naik pitam mendengar ucapan Yuliani. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran putri semata wayangnya, kenapa juga tertarik pada pria yang sudah pernah menikah sebelumnya."Aku mencintainya, Ayah. Tidak peduli meski Anton sudah pernah menikah," ucap Yuliani melihat raut wajah Mark. Wanita itu mengenal betul siapa ayahnya, jadi semua bisa digambarkan lewat wajah sang Ayah. Apalagi keduanya pernah berbincang bersama mengenai calon pria idaman Yuliani.Mark mendengus kesal. "Ayah merasa kecewa padamu, Yuliani. Bukan hanya satu kali saja, ini sudah ke sekian kalinya." Mark melihat tajam ke arah Yuliani."Untuk kamu, rahasia apalagi yang tidak aku ketahui tentangmu?" tanya Mark mengalihkan atensinya pada Anton.Jelas saja pria yang diberikan pertanyaan hanya diam saja, menundukkan kepala karena masih banyak rahasia yang tidak diketahui oleh keluarga Mark. "Sudah, Ayah. Kondisikan amarahmu sekarang, keluarga yang akan menjadi saksi pernikahan akan datang," ujar Dina yang tidak ingin suam
Dina terharu karena acara akad nikah berjalan dengan lancar dan sesuai seperti rencana. Usaha Mark dan istrinya mengatur segalanya tidak sia-sia. Penghulu serta tamu undangan yang dilakukan secara mendadak. Sedangkan untuk berkas pernikahan juga, meskipun buku nikah Yuliani dan Anton akan segera menyusul.Pun Anton yang juga bisa bernapas dengan lega, orang suruhannya datang tepat pada waktunya. Satu persatu keluarga besar pulang ke rumah masing-masing seusai memberikan selamat kepada Yuliani, tidak banyak yang mendo'akan kebaikan untuk wanita itu sebab ada yang tidak sudi karena mengetahui kehamilan Yuliani."Bibi pulang dulu, Yuliani. Semoga pernikahanmu langgeng dan sakinah mawadah warahmah." Anita memberikan sebuah bingkisan kado kepada Yuliani."Terima kasih do'anya, Bi." Yuliani mengambil bingkisan tersebut."Harusnya Bibi tidak perlu repot-repot membawakan bingkisan kado untukku," imbuhnya."Gapapa kok, Bibi gak repot juga. Lagian isinya juga tidak mahal, semoga saja kamu suka
Anton menyembunyikan handphonenya saat menyadari Yuliani melirik. "Aku angkat telepon balik saja ya. Sebentar, kayaknya penting," ujar Anton sedikit gugup."Baik, Mas." Yuliani sebenarnya curiga, tapi masih berusaha untuk berpikir positif.Hasrat pria itu tiba-tiba sirna melihat nomor yang mengirimnya pesan. Terlebih isi dari pesan tersebut sebuah ancaman. "Kamu mau ke mana?" tanya Mark membuat Anton terkejut."Mau ke luar sebentar, Ayah. Mau beli rokok," ujar Anton ngasal. Padahal pria itu tidak merokok."Oh!" Hanya itu yang keluar dari mulut Mark.Anton menjauh dari rumah Yuliani, melangkahkan kaki ke jalan yang sepi. Kemudian mulai menelepon orang yang mengirimkan pesan. Sedangkan di kamar, Yuliani berpikir liar. Wanita yang sedang mengganti pakaian terngiang akan masa lalu, bahkan dia rindu pelukan pria yang saat ini sudah sah menjadi suaminya."Kalau sudah menikah, kenapa sulit sekali cuma melakukan pemanasan saja?" pikir Yuliani mulai bertanya-tanya pada diri sendiri. Sebelu
Kepergian Anton membuat Yuliani kesepian, meskipun ada kedua orang tuanya di sana. Dia masih belum terbebas rindu kepada suaminya. "Apa ini yang dinamakan ngidam? Kenapa seakan aku gak ingin jauh-jauh dari mas Anton?" pikir Yuliani sembari menikmati rindu. Padahal belum sampai satu jam, rasa rindu sudah hadir. Untuk mengalihkan perasaannya, wanita itu pergi ke ruang keluarga untuk menonton televisi."Dari pada bengong, mending aku nonton saja. Siapa tahu saja rindu ini bisa sirna," gumam Yuliani sembari menyambar remote yang ada di atas meja.Pikirannya mulai tidak fokus, raganya saja ada di sana. Namun, jiwanya justru ke mana-mana. "Acaranya seru ya, kok sampai gak berkedip gitu?" tanya Dina tiba-tiba duduk di samping Yuliani."Eh, Ibu. Iya, lagi asik." Yuliani menyahut singkat. Dia menoleh ke arah ibunya sebentar, lalu melihat ke layar televisi kembali."Suamimu ke mana?" tanya Dina karena tidak melihat Anton berkeliaran."Dia bekerja, Bu." Yuliani menyahut pelan."Bekerja? Memang
Selesai memarahi Karin, panggilan telepon diputus begitu saja."Sabar, Yuliani. Ada apa?" tanya Dina berusaha menenangkan hati putrinya."Si Karin, Bu. Dia belum kapok juga berusaha untuk memisahkan aku dengan Anton. Maksudnya apa coba kirim-kirim foto kayak gini?" cetus Yuliani menyodorkan handphone yang ada digenggaman tangannya. Dina meraih handphone Yuliani, lalu melihat gambar yang dikirim Karin."Ini 'kan, Anton. Kenapa harus marah sama Karin, Yul. Harusnya kamu bersyukur punya teman kayak dia. Masih peduli sama kamu, meskipun kamu sudah tidak menganggapnya teman," bela Dina geram melihat menantunya bersama wanita lain."Gak mungkin dalam foto itu Anton, Bu. Pasti ini akal-akalan Karin, dia yang ngedit foto suamiku." Yuliani masih berprasangka buruk pada Karin. "Gak mungkin Karin melakukan semua itu, Yul. Kamu lebih mengenalnya dari pada Ibu. Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu? Dia wanita baik-baik. Lagian apa untungnya dia memfitnah suamimu?" cetus Dina berusaha untuk me
Mark memperhatikan Yuliani serta gerak-geriknya."Dia masih memiliki istri?" tanya Mark butuh penjelasan.Yuliani menggelengkan kepala. "Yang aku tahu dia sudah berpisah dengan istrinya, Ayah. Dia seorang duda tanpa anak." Yuliani mulai menjelaskan. "Ayah lihat ada yang aneh dari gerak-gerik Anton, apa mungkin perasaanku saja?" ujar Mark mulai terbuka pada putrinya."Apanya yang aneh, Ayah?" Yuliani penasaran."Gak penting juga sih, lebih baik kamu fokus saja pada kehamilanmu." Mark tidak ingin pikiran Yuliani terbebani hanya karena kecurigaannya. Pria yang masih kelihatan segar itu memutuskan untuk mencari bukti terlebih dulu agar semua jelas. Yuliani terlihat kecewa karena sang Ayah tidak mau memberikan penjelasan atas keanehan Anton. 'Apa mungkin pikiran ayah sama denganku? Anton berselingkuh?' gumam Yuliani tidak berani berbicara terlebih dulu. Wanita yang tengah hamil mengerti. Menikah dengan Anton adalah impiannya. Jadi, dia harus mau menerima resiko dan konsekuensinya. Suas