Home / Rumah Tangga / Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi / Bab 11 – Gaun dan Kata-Kata yang Mengikat

Share

Bab 11 – Gaun dan Kata-Kata yang Mengikat

last update Last Updated: 2025-08-29 07:00:43

Lampu-lampu gantung di butik pengantin itu memantulkan kilau lembut di deretan gaun putih yang tergantung rapi. Kain satin, renda, dan tulle berjejer dalam berbagai potongan—setiap helainya seolah memanggil-manggil untuk disentuh. Alisya berdiri di tengah ruangan, jemarinya meraba salah satu gaun dengan potongan A-line sederhana.

“Aku suka yang ini, Mas,” katanya pelan sambil menoleh pada Dhimas yang duduk di sofa kecil dekat cermin besar.

Dhimas mengangkat alis. “Yang itu? Kayaknya terlalu sederhana buat kamu.”

Alisya tersenyum tipis. “Sederhana tapi elegan, Mas. Nggak berlebihan.”

Dhimas bangkit, berjalan mendekat, lalu menyentuh kain gaun itu. “Tapi nanti di pelaminan, semua mata tertuju ke kamu. Aku pengen istriku kelihatan paling cantik dan beda. Coba yang ini, deh.” Ia menunjuk gaun dengan ekor panjang dan payet berkilauan di seluruh permukaannya.

Alisya menatap gaun itu. Indah, memang. Ta

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi   Bab 24 – Menanti yang Tak Kunjung Tiba

    Malam itu rumah terasa begitu lengang, hanya suara detik jam dinding yang terdengar jelas di ruang tamu. Alisya berjalan mondar-mandir, menata ulang meja makan yang sebenarnya sudah rapi sejak dua jam lalu. Di atas meja, tersaji ayam bakar madu, sambal kesukaan Dhimas, dan sayur asam yang ia buat dengan penuh perhatian. Aroma masakan itu memenuhi ruang makan, tapi tak ada siapa pun yang menyentuhnya.Alisya melirik jam lagi. Hampir pukul sepuluh malam. Sudah lebih dari tiga jam sejak ia menyiapkan semuanya.Hari ini ia sengaja pulang lebih cepat dari kantor, memohon izin pada atasannya agar bisa menyelesaikan beberapa pekerjaan di rumah. Ia bahkan menolak ajakan Nisa untuk makan malam bersama hanya demi menyiapkan kejutan kecil untuk suaminya. Hatinya dipenuhi tekad—ia ingin memperbaiki jarak yang akhir-akhir ini terasa makin melebar.Kecurigaan demi kecurigaan yang muncul dalam benaknya membuatnya tak bisa tidur beberapa malam terakhir. Percakapan singkat

  • Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi   Bab 23 – Cahaya yang Meredup

    Pagi itu, ruang administrasi universitas dipenuhi tumpukan berkas penerimaan mahasiswa baru. Alisya duduk di balik meja kayu panjang yang sudah penuh map, formulir, dan stempel. Tangannya bergerak cepat, memeriksa dokumen satu per satu, tapi pikirannya jauh tertinggal di rumah. Struk restoran itu masih membayang jelas di kepalanya, membuat setiap angka di berkas terasa kabur.“Lis, kamu nggak apa-apa?” suara Nisa terdengar, memecah lamunannya.Alisya tersentak, hampir menjatuhkan map di tangannya. “Eh… Nisa. Aku baik-baik saja.”Nisa menarik kursi, duduk di sampingnya. Pandangannya tajam, seakan bisa menembus topeng tipis yang coba Alisya kenakan. “Kamu dari tadi kelihatan murung. Padahal biasanya kalau sibuk begini, kamu malah lebih semangat.”Alisya mencoba tersenyum. “Cuma capek. Dua minggu terakhir kerjaan lagi banyak banget.”Tapi Nisa tak mudah percaya. Ia menatap wajah sahabatnya itu lama, memperhatikan mata sembab yang berusaha ditutupi bedak tipis. “Lis, aku sahabatmu. Aku bi

  • Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi   Bab 22 – Aroma yang Tidak Pernah Ada

    Malam itu udara terasa lembab. Hujan baru saja reda, meninggalkan sisa rintik di atap rumah dan aroma tanah basah yang samar masuk lewat celah jendela. Alisya duduk di ruang tamu dengan lampu temaram, memandangi jam dinding yang sudah lewat pukul sebelas.Sejak beberapa hari terakhir, pola ini berulang: Dhimas pulang larut malam tanpa kabar jelas. Dan setiap kali Alisya bertanya, jawabannya selalu sama: tugas mendadak, lembur, patroli.Alisya menarik napas panjang, meneguk air putih dari gelas yang sudah dingin. Di meja, piring makan malam masih tersisa, sup ayam yang ia masak sore tadi sudah kehilangan panasnya. Ia sempat menaruh piring itu kembali ke panci agar tidak basi, tapi perasaan kosong di dada membuatnya kehilangan nafsu.Suara motor berhenti di depan rumah. Alisya segera berdiri, jantungnya berdegup lebih cepat. Ia buru-buru membuka pintu, berharap kali ini Dhimas datang dengan wajah lelah tapi tetap ramah, bukan dengan sikap dingin seperti malam-malam sebelumnya.Pintu ter

  • Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi   Bab 21 – Membayar dengan Kesungguhan

    Pagi itu, sinar matahari menembus tirai kamar yang setengah terbuka. Burung-burung berkicau, menyambut hari baru, tapi suasana hati Alisya justru muram. Ia membuka matanya perlahan, mendapati punggung Dhimas masih membelakangi dirinya. Selimut menutupi tubuh pria itu, napasnya berat dan teratur.Alisya terdiam cukup lama. Rasa sakit di dada dari semalam belum hilang, tapi ia mencoba menyingkirkan itu semua. Mungkin memang aku yang salah. Mungkin aku terlalu sibuk, terlalu cuek… pikirnya. Ia ingin membuktikan pada suaminya bahwa ia bisa jadi istri yang lebih baik, lebih perhatian, lebih hangat.Dengan hati-hati ia bangkit dari ranjang, melangkah ke dapur. Suara piring dan sendok terdengar ketika ia mulai menyiapkan sarapan. Tangan kecilnya sibuk memotong bawang, menggoreng telur, menanak nasi, dan membuat kopi favorit Dhimas. Ia bahkan menambahkan sambal terasi—yang biasanya jarang ia buat—hanya demi melihat senyum suaminya pagi ini.S

  • Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi   Bab 20 – Kata-Kata yang Menyakitkan

    Hari itu, kampus lebih ramai dari biasanya. Penerimaan mahasiswa baru memang membuat seluruh staf administrasi sibuk luar biasa. Alisya hampir tak punya waktu untuk sekadar duduk tenang. Tumpukan berkas di mejanya terus berdatangan, telepon berdering tak henti, dan pertanyaan-pertanyaan mahasiswa baru datang silih berganti.“Bu, ini formulirnya harus ditandatangani dulu atau langsung diserahkan?”“Mbak, saya sudah transfer uang daftar ulang, bisa dicek sekarang?”Alisya menjawab satu per satu dengan sabar. Sesekali ia tersenyum, meski tubuhnya terasa remuk. Sejak pagi ia belum sempat makan, bahkan minum pun hanya seteguk. Tapi ia menahan diri, mencoba bekerja sebaik mungkin. Dalam hati, ia berharap Dhimas bisa mengerti kalau belakangan ini dirinya benar-benar kelelahan.Sore hari, setelah berkas terakhir dibereskan, Alisya menghela napas panjang. Pukul lima lewat, dan ia baru bisa pulang. Ia mengirim pesan ke Dhimas:&ldqu

  • Tertipu Rayuan Maut Pak Polisi   Bab 19 – Senyum yang Dipaksakan

    Minggu siang itu, Alisya duduk di ruang tamu rumah orang tuanya. Tangannya sibuk merapikan kerah blus yang dikenakannya, padahal tidak ada yang salah dengan blus itu. Hanya saja, ia butuh sesuatu untuk mengalihkan rasa gugup. Di meja, ibunya sudah menyiapkan teh hangat dan kue basah. Suasana rumah begitu akrab, penuh kehangatan yang berbeda dari rumah barunya bersama Dhimas.“Lis, kamu kelihatan capek sekali. Kerjaan di kampus padat, ya?” tanya ibunya sambil menuangkan teh ke gelas.Alisya tersenyum samar. “Iya, Bu. Lagi musim penerimaan mahasiswa baru, jadi agak repot.”Ibunya mengangguk, lalu menatap lebih dalam, seolah berusaha membaca hal lain dari wajah anak perempuannya. “Tapi kamu bahagia, kan, nak? Setelah menikah, harusnya makin tenang. Dhimas orangnya perhatian, ya?”Pertanyaan itu membuat Alisya tercekat. Ingatannya melayang pada malam-malam panjang ketika ia menunggu Dhimas pulang. Pada suara pintu yang tak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status