Share

Bab 6

TERUNTUK MANTAN ISTRI SUAMIKU 6

"Arini tunggu?!" 

Eh, ngapain dia manggil? 

Ngajak gelud? Jabanin! 

Aku sudah siap siaga. Ikan yang tadi aku beli, sudah aku simpan di motor terlebih dahulu.

Melihat Hena semakin mendekat, aku semakin menegakkan badan.

"Rin, aku pinjam duit, buat bayar ikan."

"Hah?!" ujarku kaget.

Ah, elah .... Kirain mau ngajak gelud, taunya mau minjem duit.

"Pinjem duit, seratus ribu doang," ujar Hena semakin memperjelas ucapannya.

"Aku gak salah dengar, 'kan? Kamu mau pinjam uang, padaku?"

"Iya, aku mau bayar ikan yang tadi sudah di timbang. Cuma seratus ribu doang, nanti juga diganti kalau sampai rumah."

Hena minta tolong, tapi gayanya seperti orang malak. Tidak ada sopan-sopannya, juga tidak bicara dengan kata-kata yang lembut, yang bisa meluluhkan hatiku. 

Malah sebaliknya, dia berdiri angkuh dengan melipat kedua tangan di perut. Wajahnya ditekuk seperti Ibu kos-kosan yang sedang menagih utang. 

Tidak enak dilihat.

"Cepetan, Rin. Kalau kamu gak pinjemin, nanti aku bilangin sama ...."

"Sama Mas Andri? Cih, kamu itu tidak tahu malu, Hen. Sudah jadi mantan, tapi masih keganjenan," ujarku meledek.

"Heh, jaga, tuh mulut. Aku tidak keganjenan, tapi memang suamimu yang belum bisa move on dariku. Eh, tunggu, bukan tidak bisa, tapi tidak akan pernah bisa. Andri itu cinta mati padaku," ujarnya dengan percaya diri.

"Seperti itu?" 

Aku menatap Hena dengan melebarkan pupil mata, melangkah lebih mendekati wanita masa lalu suamiku.

"Kamu bilang dia mencintaimu?" 

"Iya, sangat. Dan asal kamu tahu, dia menikah denganmu hanya karena ingin hidup senang banyak uang, bukan karena dia mencintaimu."

Seperti air laut yang menyirami luka, hatiku perih mendengarkan ucapan Hena. Namun, cuma sedikit. Aku sudah melatih hatiku untuk tidak mudah patah, meski hantaman demi hantaman akan datang untuk merobohkan pertahanan. Aku harus tetap kuat.

"Lalu ... untuk apa dulu kalian bercerai, kalau masih saling mencintai?" 

Aku mengambil kunci motor dari saku jaketku. Aku buka lipatan cutter kecil yang menjadi gantungannya. 

Mata Hena terbelalak melihat ada benda tajam di tanganku. Dia kembali memundurkan langkahnya menghindar dariku.

"Apa yang akan kau lakukan padaku, Rin? Kamu akan membunuhku?" Hena bertanya dengan wajah yang tak biasa.

Dia ketakutan.

Orang-orang tidak terlalu peduli pada kami. Meski ramai, tapi tak ada satu pun yang datang menghampiri. Semua sibuk dengan urusannya masing-masing. 

"Tergantung. Jika aku mau, aku bisa membunuhmu. Tapi ... sepertinya sekarang belum saatnya. Aku ingin terus bermain denganmu. Merobek mulutmu, misalnya."

Hena meneguk ludah, dadanya kembang kempis dengan keringat yang mulai keluar dari pori-pori kulitnya.

"Jangan macam-macam kamu, Rin. Aku akan teriak sekencang mungkin," ujar Hena dengan terus memundurkan kakinya. 

"Aku tidak takut. Sebelum kamu berteriak, cutter ini akan lebih dulu merobek mulutmu!" Tidak berteriak, tapi aku mengucapkannya dengan penuh penekanan.

Wajah Hena semakin memucat, membuatku ingin tertawa terbahak melihatnya. Namun, aku tidak ingin berhenti sebelum aku sampai pada tujuan awal. 

Permainan ini sangat menyenangkan. Saat aku melangkah dengan sedikit lebar, Hena pun mundur dengan langkah yang tak kalah lebar. Aku berhenti, dia pun berhenti dengan tubuh yang gemetar. 

Aku tahu, kalau dia itu tidak memiliki nyali yang besar untuk melawanku secara one by one. Bisanya hanya bersandiwara mencari perhatian dari banyak orang. 

"Arini, berhenti, Rin. Kamu akan masuk penjara, jika kamu melukaiku." Hena kembali berkata, bibir merahnya bergetar saat berucap.

Aku menulikan pendengaranku. Enggan menanggapi ocehan Hena yang tengah membujuk, agar aku luluh dan mengakhiri permainan ini. Namun, aku tidak akan berhenti. Aku masih ingin bermain.

"Rin, stop. Berhenti."

Aku menggeleng.

"Arini, aku akan teriak sekarang."

"Aku gak peduli," kataku seraya menghentikan langkah kakiku.

Kulihat, kaki Hena hampir menyentuh sesuatu di belakangnya. Dan ini, memang yang aku inginkan.

"Dengar, Hen. Kau itu murah. Caramu mendapatkan uang dengan meminta pada suamiku, itu salah. Dan kamu tau, di mana tempatmu seharusnya berada?" 

Aku menyimpan sebelah telapak tanganku di dada Hena.  Lalu kemudian ....

Byuurrr ....!

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status