Beranda / Romansa / Tesis Filantropis / Bab 1: Sebuah senyuman.

Share

Tesis Filantropis
Tesis Filantropis
Penulis: snylees

Bab 1: Sebuah senyuman.

Penulis: snylees
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-02 19:03:25

Lampu bulat di atas pintu berubah warna dari merah ke hijau, tanda operasi telah selesai dan berjalan lancar seperti yang diharapkan. Henry melangkah ke luar ruangan, tepat saat ia membuka pintu mata-mata sendu penuh harap itu langsung tertuju kepadanya. Mereka tidak berbicara tetapi Henry paham sekali apa yang mereka ingin dengar. 

"Operasinya berjalan lancar. Trent akan dikembalikan ke ruang rawat inap sesegera mungkin, dan karena dosis obat bius yang kami berikan cukup tinggi, memerlukan waktu untuk Trent siuman. Saya harap Anda sekeluarga dapat menunggu dengan sabar." Henry menjelaskan dengan nada lembut.

Keluarga Trent berbarengan menghela napas panjang. Wajah mereka tampak lebih tenang dari sebelumnya. Setelah itu, mereka semua berterima kasih pada Henry dengan mata yang berkaca-kaca. Sudah hampir 4 tahun sejak ia mengawali kariernya sebagai seorang dokter bedah namun tak pernah sekalipun ia merasa bosan melihat mata-mata tersebut, ada kehangatan tersendiri ketika menyaksikannya. Henry tersenyum di balik masker yang digunakannya.

"Terima kasih banyak, Dokter Littlejohn."

Ucapan tersebut terlontar dari mulut Ibunya Trent. Henry balas dengan anggukan. 

Henry mempersilakan kedua orang tua Trent untuk masuk lebih dulu ke dalam ruang operasi dan melihat keadaan anak mereka. Mereka menyapa Trent dengan senyum lebar meskipun Trent masih belum sadarkan diri.

"Kau sudah bekerja keras, Littlejohn."

Henry terkejut mendapati seniornya yang tiba-tiba berdiri di sampingnya. 

"Eh, Dokter Heath. Terima kasih, kau juga sudah bekerja keras," ucap Henry cengengesan. 

"Dokter Littlejohn! Dokter Theodore memintamu untuk menemuinya di kantornya," kata salah satu rekannya yang lain. 

"Pergilah, biar aku yang mengurus sisanya," sela Heath cepat. 

Henry berterima kasih pada rekan kerja sekaligus seniornya itu sebelum akhirnya pergi menuju kantor Dr. Theodore, ketua mereka. Di sepanjang lorong rumah sakit, Henry terus memikirkan apa yang mungkin ketuanya itu katakan kepadanya, apakah ia akan kena tegur? Ataukah lebih dari itu? Entahlah....

----

"Kenapa tidak mau cuti?"

Henry terdiam kebingungan. Harus dijawab apa pertanyaan tersebut? Bagaimana jika ia benar-benar menjawab 'tidak ingin mengambil cuti karena tidak ada hal apa pun yang menarik untuk dilakukan selain bekerja di rumah sakit'? Kemungkinan besar ia akan mempermalukan dirinya sendiri dan Dr. Theodore akan menganggapnya aneh sehingga menginginkan dirinya untuk cuti lebih lama. 

"Dr. Littlejohn?"

Panggilan tersebut membawa kembali kesadarannya. 

"Dr. Littlejohn, kau tidak pernah mengambil jatah cutimu sejak pertama kali bekerja di rumah sakit ini. Apa kau tidak ingin berlibur atau pulang ke kampung halamanmu?" tanya Dr. Theodore.

Kenapa Dr. Theodore seperti sedang berusaha mengusirnya dari rumah sakit? Henry lagi-lagi membatin. 

"Atau berlakon menjadi seorang detektif lagi," lanjutnya. 

Otomatis matanya menatap lurus pada Dr. Theodore. Ia hampir melupakan pekerjaan sampingannya itu akhir-akhir ini sebab daftar pasiennya yang membludak. Henry menggaris bawahi satu kata dari kalimat tersebut dan mencari tahu apa motif Dr. Theodore mengatakannya. 

"Baiklah, akan kuambil jatah cutiku setelah pasienku sembuh."

Dr. Theodore tersenyum. Tapi sejujurnya Henry sedikit meragukan senyuman tersebut yang lebih terlihat seperti sebuah seringai. 

----

Di pagi hari Henry memutuskan untuk mengunjungi kamar rawat inap pasiennya sebelum anak itu pulang.

Trent, anak lelaki berusia 10 tahun itu menderita usus buntu yang cukup parah. Namun, kini kondisi Trent sudah baik-baik saja, bahkan dari wajahnya anak itu terlihat lebih segar dari sebelumnya.

Kamar itu sepi, hanya terdengar suara pembawa berita dari televisi yang disetel tapi tidak ditonton, lalu ada Trent yang tengah membaca buku di atas ranjang seorang diri. Perlengkapannya sudah berjajar dan tertata rapi di sofa. Trent langsung melongok ke arahnya begitu Henry menutup pintu. 

"Hai, Trent. Kenapa kau sendirian?" sapa Henry.

"Orangtuaku sedang sibuk mengurusi kepulanganku," jawab Trent datar. Setelah itu matanya dialihkan lagi pada tulisan di lembaran-lembaran kertas. 

Henry duduk di kursi kosong yang terletak di sebelah ranjang Trent, "Kau suka cerita teka-teki ya?"

Trent mengangguk, matanya berbinar-binar. Bibir Henry tertarik ke atas, sepertinya Trent sangat menyukai topik ini. 

"Aku suka cerita tentang detektif. Besar nanti aku sangat ingin menjadi detektif keren seperti Sherlock Holmes dan mengungkap semua misteri. Seperti yang ada di berita itu contohnya," ucap Trent dengan nada tenangnya. 

Henry lantas menolehkan kepala pada televisi. Di sana, disiarkan berita seorang mahasiswi yang ditemukan tak bernyawa di salah satu kampus ternama di Westminster. Berita itu juga mengabarkan kalau mahasiswi tersebut meninggal karena bunuh diri dengan cara gantung diri. Henry memperhatikan dengan saksama TKP yang disiarkan oleh awak media. Mereka tidak bisa menyimpulkannya begitu saja, pikir Henry. 

Telepon genggamnya berdering, tertera nomor aparat kepolisian di layar kaca, langsung saja Henry mengangkatnya. 

"Halo?" 

"Mr. Littlejohn kami membutuhkanmu di sini!"

Henry mengerutkan kening mendengar penjelas dari sang lawan bicara. "Aku segera ke sana."

Ia mematikan sambungan teleponnya dan berpaling pada Trent yang entah sudah berapa lama menatapnya tanpa berbicara sedikit pun. 

"Trent, aku yakin kau akan menjadi seorang detektif hebat suatu hari nanti." Henry berkata sambil menepuk-nepuk bahu Trent. Ketika hendak melangkah suara Trent menghentikan pergerakannya. 

"Dokter Henry! Di masa depan, aku akan menjadi detektif hebat, sepertimu." 

Henry menyembunyikan rasa keterkejutannya setelah mendengar ucapan Trent namun senyumannya tidak dapat disembunyikan. "Aku akan menunggu itu terjadi," balas Henry sebelum benar-benar meninggalkan ruangan. 

Tepat di depan lobby, mobil polisi telah tiba. Seseorang dengan seragam polisi menunggunya di dalam. Tanpa ragu Henry memasuki mobil tersebut. 

"Selamat datang kembali, Mr. Littlejohn."

Jika hidupnya adalah sebuah buku, apa yang dilakukannya selama ini hanyalah kata pengantar. Henry belum sampai bahkan pada prolog sekalipun. Jadi sekarang, yang harus ia lakukan adalah: membuka lembaran selanjutnya dan memulai cerita. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tesis Filantropis   Bab 35: 9 tahun lalu.

    "Sembilan tahun yang lalu, saat itu Whitelaw masihlah dokter magang, bukan seperti yang sekarang. Whitelaw adalah nama yang digunakannya selama bekerja di sini, dan mungkin dia mengubah panggilannya setelah keluar dari rumah sakit ini. Whitelaw adalah seorang yang pekerja keras dan penggila kesempurnaan. Lalu, mengapa saya tahu itu semua? Karena saya adalah teman satu universitasnya dulu. Saya dan Whitelaw dulu adalah teman baik..."Henry terus mendengarkan tanpa berniat bertanya.Dr. Norman melanjutkan, "Tetapi semenjak Whitelaw gagal lulus sesuai rencananya, dia mulai agak sedikit berubah. Kala itu, memang sesuatu yang tak dapat diduga. Dia harus mengulang. Saya terus memberinya dukungan sebagai seorang teman. Awalnya, Whitelaw menanggapi tapi lama-kelamaan—semenjak saya lulus lebih dulu—dia mengubah kami menjad

  • Tesis Filantropis   Bab 34: Mengetahui siapa itu Whitelaw.

    "Sally! Sally!" Henry melesat masuk begitu saja ke dalam ruang kearsipan, di depan Sally dia langsung menghentikan langkah dan menatapnya heran sebab wanita umur tiga puluhan itu tidak membentaknya seperti yang biasa wanita itu lakukan.Sally menoleh padanya, di sebelah kiri pipinya terlihat membengkak, Henry menyimpulkan bahwa alasan di balik Sally yang pendiam hari ini adalah karena sakit gigi. Ia tidak mengerti apa yang hendak wanita itu isyaratkan padanya melalui sorot matanya yang tajam, tapi jika ditebak-tebak pasti tak jauh dari 'jangan berisik' atau 'pergilah' yang ingin dikatakannya. Lantas Henry hanya mengangguk-angguk meski tidak paham apa yang dikatakan Sally, karena wanita itu kini tengah berusaha berbicara tetapi kesulitan akibat giginya yang sakit.'Ya, ya. Aku tahu gigimu sedang sakit, maaf karena telah membuat keributan tiba-tiba...," ucap Henry.Sally bergumam tidak jelas lagi."Sudahkah kau pergi ke dokter gigi d

  • Tesis Filantropis   Bab 33: Bantuan Mr. Robert.

    Singkat cerita mengenai Henry dan Misa yang membantu Kent berbenah toko peralatan kantor milik pamannya sejak matahari baru memunculkan diri. Karena rencana mereka agar toko milik paman Kent ini akan selesai pada jam bukanya atau jam 11 pagi. Tapi Henry buru-buru menolak hal tersebut dan menambahkan syarat pada perjanjian: bahwa mereka takkan bersedia membantu Kent membereskan toko jika Kent tidak ikut bersama mereka menjenguk pamannya. Bagaimanapun juga Kent masih tetap tahanannya, dan Kent bisa melakukan apa pun untuk mengelabuinya. Kent yang sudah terlalu lengah pada akhirnya menuruti kemauan Henry. Dia bingung harus melakukan apa agar dirinya dapat terlepas dari prasangka sang Detektif. Pun si teman Detektif yang merupakan seorang detektif juga tidak berniat mempercayainya. Maka dari itu, Kent lebih memilih bergerak gesit agar semuanya dapat kembali normal. Tanpa ada detektif, kasus, polisi, bukti, atau apa pun yang berhubungan dengan itu. Setelah melalui b

  • Tesis Filantropis   Bab 32: Betapa mengejutkannya.

    Mereka menunggu sampai Kent selesai melayani pelanggannya. Sembari menunggu mereka berkeliling mencari keberadaan benda yang dicari. Walaupun Toko Peralatan Kantor ini memang tidak kelihatan seperti Toko Peralatan Kantor pada biasanya dari luar, di dalamnya tak dapat diragukan lagi kalau ini adalah sebuah Toko Peralatan Kantor. Banyak sekali buku nota, binder, map, dan sejenisnya, bahkan hingga printer tua yang namun masih terlihat berfungsi, kursi kantor, hingga loker-loker kecil dan sedang dengan harga terjangkau pun ada. Kekurangannya adalah... banyak sekali. Tampaknya pegawai di toko ini sedikit, sehingga pasti kesulitan untuk membenah barang-barang yang ada tertata rapi. Dan pasti juga ada campur tangan dari pelanggan yang seenaknya melihat-lihat ataupun mengacak-ngacak ketika mencari sesuatu tanpa dibereskan kembali setelahnya. Tapi Henry sendiri kemari bukan untuk menjadi seorang kritikus, melainkan sebagai seorang detektif.Akhirnya, 2 pelanggan terakhir yang be

  • Tesis Filantropis   Bab 31: Toko Peralatan Kantor.

    Hari ini Misa dan Violet sudah bertemu dua kali, Sebuah kebetulan yang aneh; Misa sendiri tidak menyangka kalau orang yang ditemuinya merupakan salah satu dari teman Henry, dunia seolah menyempit. Apa pun yang dia jumpai semuanya memiliki hubungan dengan Henry, entah apa pun itu."Kau mengenal Violet?" tanya Henry penasaran."Tidak. Kita baru bertemu tadi siang... tak sengaja bertemu lebih tepatnya."Henry mengangguk paham."Tampaknya pacarmu itu merajuk." Misa memperhatikan raut wajah Violet sebelum wanita itu beranjak pergi tadi."Hey? Apa maksudnya pacar? Aku tidak tertarik padanya," tangkis Henry cekatan."Perkataanmu itu akan menyakiti hatinya jika dia mendengar, benar-benar berhati dingin." Misa menyinggung Henry tanpa ragu.Mendengarnya Henry ingin sekali membelikannya sebuah kaca yang sangat besar agar gadis itu dapat melihat dirinya sendiri tak jauh seperti apa yang dia ungkapkan. Karena tidak ingin me

  • Tesis Filantropis   Bab 30: Pertemuan penting.

    "Bagaimana bis—tunggu sebentar... mengapa kau malah meneleponku? Sudahkah kaucari?"Misa merasa ada yang aneh pada Henry, ia jadi berpikir orang itu tengah membohonginya."Aku meneleponmu tanpa alasan," jawab Henry dari seberang sana.Apa yang ada di dalam kepala lelaki itu Misa selalu tidak memahaminya. "Jernihkan dulu pikiranmu. Di mana kau sekarang?" Misa bermaksud untuk mendatangi Henry saat itu juga.Henry menjawab, "Itu dia, aku masih ada jam kerja setelah ini. Temui aku di rumah sakit di ruanganku dua jam lagi.""Dua jam lagi? Yang benar saja...," gerutu Misa. "Baiklah, karena aku memiliki beberapa pertanyaan juga untukmu. Sampai jumpa dua jam lagi."Terdengar suara helaan napas dari sana, "Asal kau tahu, kau menyelamatkan otakku. Sampai jumpa dua jam lagi."Bip! Misa mematikan panggilannya lebih dulu, trolinya didorong ke kasir, butuh waktu 15-20 menit untuk Misa mengantre. Siang ini cukup ramai khalaya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status