Share

Tesis Filantropis
Tesis Filantropis
Penulis: snylees

Bab 1: Sebuah senyuman.

Lampu bulat di atas pintu berubah warna dari merah ke hijau, tanda operasi telah selesai dan berjalan lancar seperti yang diharapkan. Henry melangkah ke luar ruangan, tepat saat ia membuka pintu mata-mata sendu penuh harap itu langsung tertuju kepadanya. Mereka tidak berbicara tetapi Henry paham sekali apa yang mereka ingin dengar. 

"Operasinya berjalan lancar. Trent akan dikembalikan ke ruang rawat inap sesegera mungkin, dan karena dosis obat bius yang kami berikan cukup tinggi, memerlukan waktu untuk Trent siuman. Saya harap Anda sekeluarga dapat menunggu dengan sabar." Henry menjelaskan dengan nada lembut.

Keluarga Trent berbarengan menghela napas panjang. Wajah mereka tampak lebih tenang dari sebelumnya. Setelah itu, mereka semua berterima kasih pada Henry dengan mata yang berkaca-kaca. Sudah hampir 4 tahun sejak ia mengawali kariernya sebagai seorang dokter bedah namun tak pernah sekalipun ia merasa bosan melihat mata-mata tersebut, ada kehangatan tersendiri ketika menyaksikannya. Henry tersenyum di balik masker yang digunakannya.

"Terima kasih banyak, Dokter Littlejohn."

Ucapan tersebut terlontar dari mulut Ibunya Trent. Henry balas dengan anggukan. 

Henry mempersilakan kedua orang tua Trent untuk masuk lebih dulu ke dalam ruang operasi dan melihat keadaan anak mereka. Mereka menyapa Trent dengan senyum lebar meskipun Trent masih belum sadarkan diri.

"Kau sudah bekerja keras, Littlejohn."

Henry terkejut mendapati seniornya yang tiba-tiba berdiri di sampingnya. 

"Eh, Dokter Heath. Terima kasih, kau juga sudah bekerja keras," ucap Henry cengengesan. 

"Dokter Littlejohn! Dokter Theodore memintamu untuk menemuinya di kantornya," kata salah satu rekannya yang lain. 

"Pergilah, biar aku yang mengurus sisanya," sela Heath cepat. 

Henry berterima kasih pada rekan kerja sekaligus seniornya itu sebelum akhirnya pergi menuju kantor Dr. Theodore, ketua mereka. Di sepanjang lorong rumah sakit, Henry terus memikirkan apa yang mungkin ketuanya itu katakan kepadanya, apakah ia akan kena tegur? Ataukah lebih dari itu? Entahlah....

----

"Kenapa tidak mau cuti?"

Henry terdiam kebingungan. Harus dijawab apa pertanyaan tersebut? Bagaimana jika ia benar-benar menjawab 'tidak ingin mengambil cuti karena tidak ada hal apa pun yang menarik untuk dilakukan selain bekerja di rumah sakit'? Kemungkinan besar ia akan mempermalukan dirinya sendiri dan Dr. Theodore akan menganggapnya aneh sehingga menginginkan dirinya untuk cuti lebih lama. 

"Dr. Littlejohn?"

Panggilan tersebut membawa kembali kesadarannya. 

"Dr. Littlejohn, kau tidak pernah mengambil jatah cutimu sejak pertama kali bekerja di rumah sakit ini. Apa kau tidak ingin berlibur atau pulang ke kampung halamanmu?" tanya Dr. Theodore.

Kenapa Dr. Theodore seperti sedang berusaha mengusirnya dari rumah sakit? Henry lagi-lagi membatin. 

"Atau berlakon menjadi seorang detektif lagi," lanjutnya. 

Otomatis matanya menatap lurus pada Dr. Theodore. Ia hampir melupakan pekerjaan sampingannya itu akhir-akhir ini sebab daftar pasiennya yang membludak. Henry menggaris bawahi satu kata dari kalimat tersebut dan mencari tahu apa motif Dr. Theodore mengatakannya. 

"Baiklah, akan kuambil jatah cutiku setelah pasienku sembuh."

Dr. Theodore tersenyum. Tapi sejujurnya Henry sedikit meragukan senyuman tersebut yang lebih terlihat seperti sebuah seringai. 

----

Di pagi hari Henry memutuskan untuk mengunjungi kamar rawat inap pasiennya sebelum anak itu pulang.

Trent, anak lelaki berusia 10 tahun itu menderita usus buntu yang cukup parah. Namun, kini kondisi Trent sudah baik-baik saja, bahkan dari wajahnya anak itu terlihat lebih segar dari sebelumnya.

Kamar itu sepi, hanya terdengar suara pembawa berita dari televisi yang disetel tapi tidak ditonton, lalu ada Trent yang tengah membaca buku di atas ranjang seorang diri. Perlengkapannya sudah berjajar dan tertata rapi di sofa. Trent langsung melongok ke arahnya begitu Henry menutup pintu. 

"Hai, Trent. Kenapa kau sendirian?" sapa Henry.

"Orangtuaku sedang sibuk mengurusi kepulanganku," jawab Trent datar. Setelah itu matanya dialihkan lagi pada tulisan di lembaran-lembaran kertas. 

Henry duduk di kursi kosong yang terletak di sebelah ranjang Trent, "Kau suka cerita teka-teki ya?"

Trent mengangguk, matanya berbinar-binar. Bibir Henry tertarik ke atas, sepertinya Trent sangat menyukai topik ini. 

"Aku suka cerita tentang detektif. Besar nanti aku sangat ingin menjadi detektif keren seperti Sherlock Holmes dan mengungkap semua misteri. Seperti yang ada di berita itu contohnya," ucap Trent dengan nada tenangnya. 

Henry lantas menolehkan kepala pada televisi. Di sana, disiarkan berita seorang mahasiswi yang ditemukan tak bernyawa di salah satu kampus ternama di Westminster. Berita itu juga mengabarkan kalau mahasiswi tersebut meninggal karena bunuh diri dengan cara gantung diri. Henry memperhatikan dengan saksama TKP yang disiarkan oleh awak media. Mereka tidak bisa menyimpulkannya begitu saja, pikir Henry. 

Telepon genggamnya berdering, tertera nomor aparat kepolisian di layar kaca, langsung saja Henry mengangkatnya. 

"Halo?" 

"Mr. Littlejohn kami membutuhkanmu di sini!"

Henry mengerutkan kening mendengar penjelas dari sang lawan bicara. "Aku segera ke sana."

Ia mematikan sambungan teleponnya dan berpaling pada Trent yang entah sudah berapa lama menatapnya tanpa berbicara sedikit pun. 

"Trent, aku yakin kau akan menjadi seorang detektif hebat suatu hari nanti." Henry berkata sambil menepuk-nepuk bahu Trent. Ketika hendak melangkah suara Trent menghentikan pergerakannya. 

"Dokter Henry! Di masa depan, aku akan menjadi detektif hebat, sepertimu." 

Henry menyembunyikan rasa keterkejutannya setelah mendengar ucapan Trent namun senyumannya tidak dapat disembunyikan. "Aku akan menunggu itu terjadi," balas Henry sebelum benar-benar meninggalkan ruangan. 

Tepat di depan lobby, mobil polisi telah tiba. Seseorang dengan seragam polisi menunggunya di dalam. Tanpa ragu Henry memasuki mobil tersebut. 

"Selamat datang kembali, Mr. Littlejohn."

Jika hidupnya adalah sebuah buku, apa yang dilakukannya selama ini hanyalah kata pengantar. Henry belum sampai bahkan pada prolog sekalipun. Jadi sekarang, yang harus ia lakukan adalah: membuka lembaran selanjutnya dan memulai cerita. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status