“Kamu apanya Faisal?”
Luna mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan wanita yang menjadi kekasih, ralat mantan kekasih tetangganya yang juga sahabat kakaknya. Hubungan mereka memang membingungkan, tapi lebih membingungkan ketika wanita datang ke toko hanya bertanya hubungan mereka berdua. “Kenapa, mbak?” tanya Luna sopan. “Kalian berdua itu ada hubungan apa? Faisal sering beli roti disini, pasti kalian punya hubungan lebih karena nggak mungkin bisa beli di satu toko terlalu sering bahkan pakai promosiin segala.” Rachel berkata sambil menatap sekitar. “Kenapa mbak nggak tanya sama orangnya sendiri?” tanya Luna masih dengan nada sopan sambil menahan emosi. “Apa sulitnya jawab pertanyaan yang saya berikan?” Rachel menatap tajam pada Luna. “Saya juga nggak ada kewajiban menjawab pertanyaan anda. Anda yang mempunyai hubungan dengan dia, harusnya bisa tanya secara langsung. Disini hanya toko kue, melayani orang-orang yang membeli kue bukan masalah percintaan. Kalau tidak ada yang dibeli mungkin bisa keluar dari tempat ini, masih banyak pembeli yang antri.” Luna menahan diri agar tidak emosi tapi tampaknya kalimat yang keluar dari bibirnya sudah sedikit emosi. Menatap Rachel yang keluar dari toko, menggelengkan kepalanya melihat sikap wanita yang telah menjadi mantan tetangganya itu. Memilih masuk kedalam dengan melanjutkan pekerjaannya, tampak beberapa pegawai sedang membuat bentuk roti sebelum masuk kedalam oven. Luna membantu mereka dan melupakan kedatangan Rachel yang ke toko, bahkan tidak memberitahukan informasi pada Faisal. “Rachel kemarin datang ke tokomu?” tanya Faisal saat mereka bertemu didepan. “Begitulah, dia cerita?” Faisal menggelengkan kepalanya “Teman aku cerita, terus kamu diapain? Nggak papa?” “Dia cuman tanya aku ini siapanya mas, cuman itu aja. Aku nggak suka cara dia tanya, jadi aku suruh tanya sama mas langsung. Mas masih blokir dia?” Faisal menganggukkan kepalanya “Mas kayaknya harus bicara sama dia, terkait hubungan kalian berdua.” “Hubungannya siapa, Lun?” mereka berdua secara otomatis menatap kearah Eni yang tampak penasaran “Faisal punya pacar?” “Bukan, bu..” Faisal menjawab cepat dengan memberi kode agar Luna berangkat “Ibu mau tungguin tukang sayur?” “Luna berangkat dulu, bu.” Luna memilih kabur jika tidak mamanya akan keluar dan semakin heboh, meninggalkan Faisal yang sibuk dengan ibunya. Perjalanan dari rumah ke toko memang tidak terlalu lama, membeli toko dekat rumah agar bisa cepat jika terjadi sesuatu. Menatap tidak percaya jika Rachel sudah berada di toko, tampaknya sedang menunggu dirinya. Kode yang diberikan pegawainya membuat Luna juga melakukan hal yang sama agar meminta untuk menunggu, bagaimanapun ada hal penting yang harus dilakukan. “Bisa dibantu?” tanya Luna dengan nada sopannya dan duduk dihadapan Rachel. “Aku tahu kamu kenal Faisal dengan baik. Aku mau minta tolong untuk kasih tahu Faisal agar bisa bertemu.” Rachel memberikan tatapan memohon. Luna merasakan perbedaan emosi antara Rachel kemarin dan sekarang, mencerna apa yang ada didalam pikiran wanita dihadapannya. Pembicaraan dengan Faisal tadi semoga mendapatkan respon yang bagus, lagipula tidak menghadapi wanita dihadapannya setiap saat dan memang mereka harus menyelesaikan masalahnya. “Sudah hubungi lagi?” tanya Luna membuka suara. “Masih di blokir.” Rachel menjawab dengan ekspresi sedihnya. “Seseorang jika melakukan itu artinya orang yang di blokir melakukan kesalahan besar.” Luna memberikan pendapatnya. “Aku tidak butuh kalimat itu, sekarang yang aku butuhkan bertemu dengan Faisal.” Rachel tampak tidak peduli dengan kalimat Luna. “Aku nggak bisa bantu apapun, kedatangan kamu disini salah.” Meninggalkan Rachel dengan mengerjakan pekerjaannya, hidupnya bukan mengurus masalah orang lain, walaupun orang itu dikenalnya dengan sangat baik. Setidaknya sudah memberitahukan jika orang tersebut dicari, tapi jika masih tetap berkelanjutan sudah bisa dipastikan Luna akan memarahinya dan tidak peduli dengan masalah usia. “Baru pulang?” Faisal menatap Luna yang keluar dari mobil. “Mas juga, banyak kerjaan?” Faisal menganggukkan kepalanya “Dia datang lagi, mas belum hubungi?” Faisal menggelengkan kepalanya “Aku sibuk, jadinya nggak sempat.” Luna memutar bola matanya malas “Aku kaya selingkuhan, dia datang lagi ke toko.” “Maaf.” Faisal menatap tidak enak. “Jangan hanya maaf, mas. Mas harus hubungi, aku nggak mau terlibat dalam hubungan kalian.” Luna mengatakan dengan tegas yang hanya diangguki Faisal “Mas udah ketemu cewek yang dikenalin sama ibu?” “Udah, aku nggak tertarik.” Luna mengangkat alisnya “Kenapa?” “Setiap kita bicara selalu bahas mantannya yang pernah begini dan begitu, dikira aku peduli sama mantannya? Kenal juga nggak. Kalau aku sama dia yang ada nanti membandingkan antara aku dan sang mantan.” “Cantik?” Luna menaik turunkan alisnya. “Cantik kamu sama Nuri. Udah sana masuk!” Faisal memberi kode pada Luna agar masuk kedalam rumah. Menatap punggung Luna yang sudah masuk, langkah Faisal juga masuk kedalam rumah yang tampak sepi. Kedua orang tuanya pasti sudah tidur, langkahnya menuju kamar setelah mengambil air di dapur untuk dibawa kedalam kamar. Hembusan napas panjang dikeluarkan, permasalahan dengan Rachel sudah membawa orang lain dan itu yang tidak disukainya. Membuka ponsel dan pastinya membuka blokiran, sedikit ragu mengirim pesan pada Rachel agar mereka bertemu dan mengakhiri semuanya. Hubungan mereka sudah tidak bisa diperbaiki, perselingkuhan adalah hal yang tidak bisa di maafkan. Hembusan napas panjang kembali dilakukan setelah berhasil mengirim pesan dan tidak menunggu waktu lama karena Rachel langsung membalasnya. “Ibu yakin kalau cewek ini nggak kaya kemarin.” Eni memberikan ponsel dimana foto wanita yang dimaksud ada disana. Faisal menerima dan melihat sekilas “Berapa banyak wanita lagi, bu?” “Mungkin sampai kamu sudah punya kekasih dan menuju pernikahan baru ibu berhenti.” Eni menjawab dengan penuh keyakinan. “Aku masih mau kerja, bu. Lagian masih banyak yang mau aku persiapkan, rumah yang aku beli belum dibangun juga.” Faisal menjelaskan hal yang sama berulang kali dengan menatap wajah ibunya “Baiklah, ibu atur waktunya. Faisal berangkat.” Mengingat permintaan kedua wanita yang salah satunya sang adik membuat Faisal akhirnya mengalah, setidaknya membuat ibunya bahagia. Bukan hal yang sulit mengikuti permintaannya, bertemu dan berbicara singkat, hal yang bisa dianggap bertemu dengan calon pegawai. “Syukurlah, belum berangkat.” Faisal menatap Indah dengan tatapan tanda tanya. “Ada apa?” suara ibunya menyadarkan Faisal. “Luna, demam dan mau bawa ke dokter tapi nggak kuat angkat.” Indah menjelaskan dengan ekspresi khawatir “Bisa minta tolong gendong Luna dan antar kita ke dokter?” Indah mengalihkan pandangan kearah Faisal dengan tatapan memohon yang langsung diangguki tanpa ragu. Menatap Luna yang pucat, padahal semalam tampak baik-baik saja atau dirinya yang tidak peka. Perjalanan menuju rumah sakit yang tidak terlalu jauh berjalan dengan cepat dan Luna langsung mendapatkan perawatan. Menunggu diluar dengan duduk di kursi tunggu pasien, membiarkan mamanya Luna didalam seorang diri. “Kamu kenapa disini?” suara seseorang membuat Faisal menatap kearahnya. “Kamu sendiri?” tanya Faisal penasaran “Sakit? Sakit apa?” “Periksa dan memastikan,” jawab Rachel yang semakin membuat penasaran. “Apaan?” Faisal masih dengan tatapan ingin tahu. “Hamil, aku hamil.”“Semoga saja dia nggak melakukan hal gila lagi, apa yang terjadi ini kaya teguran dari Tuhan.” Mereka semua mengamiinkan kalimat yang keluar dari bibir Raka, tidak ada yang membuka suaranya kembali. Orang tua Dewi sudah mengatakan apa yang seharusnya dilakukan sang anak pada mereka, tapi tampaknya semua nasehat hanya dianggap sebagai angin lalu. Obsesi membuat Dewi tidak bisa berpikir dengan jernih, bahkan membuat mereka berdua harus bersabar menghadapinya. “Aku dengar kalau kecelakaannya parah, bahkan hampir angkat rahimnya.” Ismi memberikan informasi membuat semua menatap tidak percaya. “Pantas orang tuanya minta maaf,” ucap Heri yang diangguki Raka. “Suaminya gimana?” tanya Raka menatap Akbar yang hanya bisa mengangkat bahunya “Dia kapan datang?” “Secepatnya, tapi nggak tahu kapan. Dewi rencananya akan dibawa ke rumah orang tuanya.” Akbar menjawab apa yang diketahuinya “Orang tua
“Mantanmu itu ada aja gebrakannya.” Faisal berdecih mendengar kalimat yang keluar dari bibir Heri, ditambah anggukan Raka. Informasi yang diberikan Nisa memang tidak mengarah pada Dewi, tapi tidak tahu pikirannya secara seketika mengarah kesana setelah semua kejadian. Sekarang ketika berkumpul bersama dua sahabatnya yang datang ke rumah orang tuanya membuat Faisal menceritakan semuanya, kepalanya sudah penuh dengan permasalahan yang dibuat Dewi. “Kamu nggak pernah ketemu sama Dewi?” tanya Heri “Maksudku sekali lagi? Kasih penegasan gitu.” “Dia bilang kalau aku nikahnya sama wanita lain nggak masalah, tapi ini Luna yang aku nikahin. Dia tahu kalau selama ini hanya pelarian agar aku nggak memikirkan Luna.” “Salah kamu sendiri dulu bilang begitu.” Raka menanggapinya santai “Malah sekarang adikku yang harus menjalani semua kesalahanmu.” “Untungnya Luna sabar dan cinta sama kamu, coba
“Rekan kerja? Yakin?” Eni memicingkan matanya mendengar jawaban Faisal. “Ibu kalau nggak percaya bisa tanya sama Heri, aku juga udah bilang sama Luna kerjaan sekarang lagi ngerjain konseling dan dia rekan kerja.” Faisal menatap Eni dengan tatapan meyakinkan. “Kamu harus menyelesaikan masalah ini sama dia.” Eni mengatakan dengan nada serius. “Sudah, bu. Aku sampai nggak tahu lagi gimana ngomongnya.” Faisal mengusap wajahnya kasar. “Gimana kalau ketemu sama ibu? Apa kamu ketemu orang tuanya?” Faisal mengerutkan keningnya “Ngapain? Kurang kerjaan banget aku ketemu orang tuanya, bu. Aku sama Luna sudah bicara sama dia dan suaminya tapi malah menjadi. Kita sampai bingung harus gimana, bahkan dia memberi kabar kalau pesan kue di Luna secara langsung bisa dapat diskon banyak. Luna sampai lelah jawab permintaan tetangga, lagian Luna mau kasih diskon berapa banyak? Luna juga perlu membayar gaj
“Jangan terlalu serius, mas. Mereka pada takut sama kamu.” Faisal mengerutkan kening mendengar kalimat Nisa “Konseling memang harus serius, kamu lupa? Lagian kita harus memberi batasan sama mereka, aku juga tahu waktu dan tempat untuk serius dan santai. Kurang berapa lagi? Masih banyak?” “Mungkin dua atau tiga orang, tapi besok kayaknya banyak.” Nisa menatap catatan yang ada diatas meja. “Baiklah, semangat. Setelah ini kita makan-makan.” “Bener, mas?” Nisa menatap tidak percaya yang hanya diangguki Faisal “Ok, semangat.” Faisal tahu pekerjaan saat ini memang melelahkan, dimana mereka harus melakukan tes lalu memberikan penilaian dan berakhir dengan konseling. Mereka dipisah menjadi beberapa, Faisal dan Nisa kebagian sekolah yang jaraknya jauh dari rumah dan kantor, tempat konseling mereka selalu berubah tergantung dari jadwal dan permintaan yang masuk. “Aku ngga
“Mulai sibuk, mas?” Faisal menganggukkan kepalanya “Kamu udah tahu kalau mulai konseling.” “Mas sendiri atau sama siapa?” “Penanggung jawab aku dan Nisa, tapi kita ada tim sekitar enam orang.” “Nisa? Aku nggak pernah dengar.” “Dia udah mau nikah, sayang.” Faisal mencium pipi Luna sekilas “Nggak usah cemburu.” Luna berdecih sambil memutar bola matanya malas “Waktu kita nikah dia datang?” “Pertanyaan macam apa itu? Jelas datang, kenapa memang?” Faisal menatap bingung “Jamgan bilang kamu cemburu. Kamu sama Rebecca aja nggak cemburu, masa sekarang cemburu.” “Kamu sama Rebecca itu hubungan kita hanya tetangga, mas. Kalau sekarang beda, lagian aku nggak cemburu tapi hanya bertanya nggak lebih, tapi reaksi kamu malah aneh.” Luna menggelengkan kepala dengan tatapan penuh selidik. “Ya...ya...maaf kalau kal
“Nggak usah kepikiran hamil, sayang. Kalau memang sudah waktunya pasti dikasih, bisa jadi kamu belum hamil karena masih ada yang Tuhan rencanakan tentang usaha kamu itu.” “Padahal kita lakuinnya sebelum menikah, mereka-mereka diluar sana lakuin sebelum menikah udah langsung hamil terus kenapa aku belum? Nggak mau coba cek kah, mas?” Faisal menatap dalam kearah Luna “Kamu kenapa? Apa yang ada dalam pikiranmu? Nggak ada hubungan sama Dewi, kan?” Luna terdiam, mengalihkan pandangan kearah lain “Entah, kehadiran mantan kamu itu sering buat aku berpikir tentang kehamilan. Kalau aku hamil pastinya mas nggak mikir dia.” “Kapan aku mikirin dia?” Faisal seketika tidak terima dengan kalimat Luna. “Bukan mikir yang begitu, tapi mikir tentang kehamilan. Aku takut aja kalau ada apa-apa sama kita sampai belum hamil.”