Share

Pria Aneh

“June?” tanya Drake sekali lagi, menyadarkan June dari lamunannya.

“Oh, hmmm... Anda mungkin akan sukar percaya, tapi... Saya dipecat karena istri direktur tidak mau suaminya mempunyai sekertaris seorang wanita muda,” jawab June jujur.

“Sebuah alasan yang menarik,” kata Drake.

“Ya, tapi memang begitulah yang terjadi,” jawab June.

“Baiklah. Sekarang kita berangkat. Bawa laptopnya dan semua peralatan yang diperlukan,” ujar Drake.

June kemudian berdiri, ia membereskan laptop yang ada di meja Drake. Saat ia mendekat seperti itu, Drake dapat mencium aroma parfum yang dikenakan June. Rasanya ia pernah mencium wangi parfum seperti ini, tapi ia tidak bisa mengingatnya sekarang. Mungkin nanti, pikir Drake.

“June...” katanya lagi.

“Ya, Pak?” tanya June.

“Apakah kita pernah bertemu di suatu tempat sebelumnya?” tanya Drake mulai curiga. Jantung June melompat-lompat tak karuan mendapatkan pertanyaan itu. Ia hampir menjatuhkan mouse komputer karenanya.

“Eh... Tidak, Pak. Tentu saja tidak,” jawab June.

“Oh, okay,” sahut Drake sambil mengantongi telepon genggamnya ke saku jasnya. Ia kemudian berdiri sambil menunggu June selesai membereskan barang-barangnya.

“Kita naik mobilku saja,” kata Drake lagi.

“Baik, pak,” jawab June.

Saat June selesai membereskan barang-barangnya, Drake berjalan mendahului June keluar dari ruangan. June mengikutinya sambil membawa tas laptop dan juga tasnya sendiri. Mereka berdua masuk ke dalam sebuah elevator yang isinya kebetulan hanya mereka berdua. Karyawan lain tidak ada yang berani satu elevator dengan Drake. Jantung June berdegup kencang saat kilasan memori setahun lalu tiba-tiba muncul kembali di otaknya. Ia mengingat bagaimana ia bersandar di dinding elevator yang dingin dan Drake memeluknya erat, menciumi leher hingga dadanya. Saat itu mereka ada di elevator hotel.

June menelan ludah, ia berusaha menghilangkan bayangan itu dari pikirannya. Kini ia sudah membayangkan naik mobil mewah dengan supir yang mengantar kemana-mana. Namun, alih-alih berhenti di lobi dan menunggu supir datang membawakan mobil, Drake malah langsung turun ke basement. June bertanya-tanya, tapi ia tidak berani melontarkannya.

Saat pintu elevator terbuka, Drake berjalan langsung menuju ke sebuah mobil sport mewah berwarna merah tua berkilauan. Mobil mewah itu hanya punya satu kursi penumpang. Mata June melebar, jadi dia akan duduk di samping Drake di mobil sport mewah itu? Bukankah ini terlalu akrab? Tapi June lagi-lagi memutuskan untuk mengunci mulutnya rapat-rapat.

“Ayo masuk,” kata Drake sambil membuka kunci mobilnya.

June menurut, ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam mobil. Dengan sudut matanya, Drake melihat kaki jenjang June yang terbalut stocking hitam. Tapi ia segera memalingkan wajah. Drake pantang memiliki hubungan khusus dengan wanita yang adalah karyawannya sendiri. Sebagaimanapun cantiknya June, Drake tidak akan pernah menyeretnya ke atas ranjang.

“Jangan kacaukan meeting ini. Kamu hanya bertugas untuk mencatat semua notulensi meeting,” kata Drake saat mobil sudah melaju.

“Baik, Pak,” jawab June.

“Setelah itu kita makan siang,” kata Drake lagi.

“Eh?” Pikiran June sudah mulai berkelana.

“Aku tidak mau terlambat makan hanya karena jalanan yang macet, jadi setelah meeting kita langsung makan di restoran itu. Terserah kalau kamu tidak mau makan,” kata Drake ketus.

“Baik, pak,” jawab June akhirnya. Dalam hati ia mengumpat kelakuan ketus Drake itu.

Mereka sampai di sebuah restoran mewah dan Drake langsung keluar dari mobil tanpa aba-aba begitu sampai di pintu utama. Petugas vallet parking sudah mengenal Drake, ia langsung memberi hormat dan segera berjalan masuk ke dalam mobil. June terburu-buru keluar dari mobil sambil membawa semua peralatan yang harus ia bawa.

June berlari-lari kecil mengikuti langkah-langkah Drake yang panjang menuju ke sebuah ruang VIP yang sudah disediakan untuk mereka di dalam restoran mewah itu. Sebuah layar LCD sudah terpasang di salah satu dinding ruangan. Para peserta meeting rupanya sudah datang lebih dulu, mereka berdiri lalu menjabat tangan Drake sambil tersenyum. June hanya tersenyum dan bersikap seprofesional yang ia bisa. Sudah lama ia tidak menghadiri meeting-meeting seperti ini.

June duduk di sebelah Drake, ia segera menyiapkan laptop, menghubungkannya ke LCD projector. Ia kemudian membuka file presentasi yang sudah dipersiapkan barusan. Drake tersenyum tipis. Meeting berjalan dengan lancar. June mencatat semua hasil meeting tersebut dengan cepat dan akurat. Hingga tak terasa meeting telah usai. Para peserta meeting pergi satu per satu, hanya tinggal Drake dan June saja di dalam ruangan.

“Kerja yang bagus, June. Cukup impresif untuk hari pertama. Aku akan mentraktirmu, ambilkan buku menu,” kata Drake sambil tersenyum. Di dalam ruangan yang redup seperti ini, June dapat bersumpah, ia seperti melihat mata Drake bersinar bagai api meskipun hanya sekilas saja. Setelah June berkedip, mata Drake yang coklat itu kembali seperti semula. June kemudian menghela napas. Mungkin karena terlalu banyak kejadian mengejutkan hari ini, June jadi berkhayal.

“Baik, Pak. Tunggu sebentar,” kata June. Ia kemudian berjalan keluar dari ruang VIP untuk mengambil buku menu. Mata Drake mau tidak mau memperhatikan saat June keluar dari ruangan. Kedua kaki jenjang berbalut stocking itu, Drake rasanya pernah melihatnya sebelumnya. Ah, tapi banyak sekali wanita dengan kaki indah seperti itu. Entah sudah berapa banyak yang ditemui Drake dalam hidupnya.

Tak lama kemudian, June kembali dengan buku menunya bersama dengan seorang pelayan yang siap mencatat semua pesanan mereka.

“Kamu mau makan apa? Apa saja boleh,” kata Drake.

“Baiklah kalau begitu, aku mau Foie Grass,” jawab June sambil tersenyum. Ia memesan menu termahal di restoran ini, setidaknya itu caranya untuk membalas dendam kecil-kecilan. Meskipun sebenarnya ia tahu, membeli seporsi Foie Grass tidak akan membuat Drake bangkrut.

“Satu Foie Grass untuknya dan satu Beef Cordon Bleau untukku. Minumannya, orange juice untukku. Kamu mau apa, June?” tanya Drake.

“Orange Juice terdengar segar,” jawab June sambil tersenyum.

“Baiklah, dua orange juice,” kata Drake pada pelayan itu.

“Aku permisi hendak ke toilet dulu, Pak,” kata June tepat setelahnya. Drake mengangguk, lalu memperhatikan kembali saat June keluar dari ruangan. Ia kemudian tersenyum sendiri karena pikiran nakalnya. Itu tidak akan terjadi, katanya pada dirinya sendiri.

June berjalan lurus menuju toilet, tapi tiba-tiba seseorang berteriak sambil menunjuk ke arah atas June. Sebuah balok kayu besar yang merupakan hiasan di atas pilar terjatuh tepat ke atas June. Kejadian itu terlalu cepat dan June sudah tidak mungkin sempat menghindar. June berteriak sambil menutup matanya, bersiap menerima rasa sakit yang akan diterimanya.

Namun tiba-tiba, June merasakan ada tangan kuat yang merangkul bahunya. Bunyi berdebam keras terdengar setelahnya. June membuka mata dan mendapati Drake sedang merangkul tubuhnya dan balok kayu itu sudah terjatuh di lantai. Balok itu kira-kira sepanjang dua meter dan sangat berat. June tidak dapat membayangkan jika ia sampai tertimpa balok kayu itu.

“Kamu tidak apa-apa, June?” tanya Drake.

“B-Bagaimana mungkin?”

Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut June tanpa bisa ditahannya. Balok kayu itu jelas-jelas berada tepat di atasnya tadi. Bagaimana mungkin, balok itu bisa bergeser dan jatuh sejauh satu meter dari tempatnya berdiri. Apakah mungkin, Drake bisa mendorong balok kayu seberat itu dalam waktu sesingkat itu? Bukankah tadi Drake masih berada di dalam ruangan meeting? Pertanyaan-pertanyaan itu membuat June bingung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status