Share

2. Biarkan Terjadi

Demitrio dan Renata tengah menunggu kliennya di resto Orchid, tak berapa lama datang tiga orang laki-laki tegap dan seorang wanita cantik dengan langkah elegan mendekati Demitrio.

Melihat kliennya datang Demitrio langsung berdiri menyambut, cipika-cipiki dengan wanita cantik di depan Renata yang masih begong melihat kelakuan atasannya.

Renata hanya bisa meracau melihat kejadian hari ini, melihat kebiasaan sang atasan yang kadang mesum tidak tahu tempat.

Ingin rasanya Renata mengakhiri sore ini, karena sudah begah dengan pemandangan yang mengotori matanya.

"Sudah nunggu dari tadi, Dem?" tanya seorang wanita cantik.

Demitrio tersenyum manis, menatap manik indah wanita yang terus menatapnya. Demitrio mendorong kursi dan mempersilahkan kliennya untuk duduk di sampingnya, dia adalah Nyonya Velove. Nyonya Velope tertarik menanamkan modal di perusahaan Agashi Building Company.

"Gak kok, baru sampai...," ucap Demitrio.

"Kamu, mau makan?" tanya Demitrio matanya terus menatap manis Nyonya Velope.

"Kamu sudah tahu, apa yang aku mau, Dem?" Nyonya Velope menjawab dengan pertanyaan kembali.

Demitrio mengerti dengan pertanyaan Velope, karena dia tahu betul apa yang diinginkan kliennya ini.

Obrolan tentang bisnis dengan Demitrio bagi Nyonya Velope yang terkenal dengan bisnis raksasanya di periklanan, mungkin hanya sebuah alasan untuk berdekatan dengan Demitrio.

Ketika Renata mengeluarkan file kontrak kerjasamapun, Nyonya Velope tidak melihatnya dengan seksama. Dia hanya melihat sesaat dan langsung menandatangani dengan cepat.

Setelah satu jam berlalu, pertemuan mereka selesai. Dan menghasilkan kontrak kerja dengan nominal yang fantastis.

Renata hanya bisa melihat aneh dengan pertemuan yang baru saja terjadi, aneh ya memang aneh. Pantas saja atasannya tidak pernah mengajak Renata, ketika meeting dengan klien. Biasanya Alex yang setia menemaninya.

Mungkin seperti ini yang terjadi, duh orang kaya mah bebas mau ngapain aja.  Tinggal jentikkan jari semua yang diinginkan akan didapat, batin Renata terus membeo.

"Aku tunggu nanti jam delapan malam di hotel, untuk louncing brand food. Aku harap kamu datang tepat waktu...," kata Demitrio mengingatkan Nyonya Velope.

"Aku pastikan, aku tepat waktu. Dan kamu harus ingat setelah acara berakhir, kita akan kemana?" jelas Nyonya Velope, menanyakan sesuatu.

Dalam hati Renata hanya bisa bergidik melihat dan mendengar kejadian di depannya. Renata hanya tahu bosnya ini selalu berganti wanita, tapi menjerat wanita untuk bisnis, dia tidak pernah mengetahuinya.

Setelah Nyonya Velope pergi, Renata dengan cekatan membereskan semua file kedalam tas khusus.

"Maaf Pak ... Setelah ini, bapak mau ke apartemen atau langsung ke hotel?" tanya Renata yang masih sibuk membenahi tasnya.

"Kita ke butik!" jawab Demitrio singkat.

"Kenapa butik?" tanya Renata, jarinya terus menggaruk leher yang tak gatal.

"Saya tidak ingin pergi dengan wanita yang kumal dan lusuh, kayak gini!"

Renata melihat sesaat tubuhnya, dia merasa tidak ada yang salah dengan penampilannya. Walaupun baju yang dia beli tidak pernah menggunakan merek-merek terkenal, tapi cukup sopan untuk dipakai.

"Memang apa yang salah dengan pakaian saya, Pak?" tanya Renata masih bingung dengan ajakan atasannya.

"Nona Renata Prameswari kamu mau kemana? Kerja? Kita menghadiri acara besar dan di sana banyak klien saya. Muka saya mau ditaruh di mana, kalau saya bawa perempuan macam kamu!" jelas Demitrio seperti petasan merepet di telinga Renata.

"Terserah bapak saja." Tangan Renata mengambil tas dengan kasar.

Demitrio berjalan menuju parkiran diikuti Renata.

Di dalam mobil Renata masih bingung, takut sesuatu terjadi padanya. Wajah ayu Renata terlihat tegang duduk di samping Demitrio.

Demitrio melihat Renata dari kaca spion yang tergantung di mobil sedan mewah nya.

"Kenapa kamu?" Santai saja, saya tidak tertarik dengan perempuan kerempeng kayak kamu...," ejek Demitrio dengan santai.

Apa kerempeng? Badan langsing gini, dibilang kurang makan. Ahh ... Andai ada pilihan lain, Renata lebih memilih bekerja dengan setumpuk file daripada menemani manusia minus rasa di sampingnya ini.

"Terserah bapak mau ngomong apa? Saya tidak akan sakit hati dengan ucapan bapak, yang penting bapak kasih bonus lebih ke rekening saya!" ucap Renata dengan tegas.

Hahahaha ... Tawa Demitrio semakin membuat kesal Renata.

"Apa? Kamu sakit hati karena ucapan saya ... Saya kira kamu perempuan terbuat dari tembok," sindir Demitrio.

Renata menyampingkan badan, matanya tajam melihat Demitrio.

Demitrio masih terkekeh, melihat Renata yang semakin kesal karena perkataannya.

"Bapak bisa gak sih, sehari saja gak bikin saya kesal...,"

Pletak ... Satu jitakan mendarat mulus di dahi Renata.

"Jangan ngomong yang aneh-aneh!" bentak Demitrio, matanya fokus melajukan mobil.

Tak berapa lama mereka telah berada di sebuah butik yang terkenal dengan barang-barang brandednya.

"Tolong pilihkan gaun malam untuk perempuan ini," ujar Demitrio kepada pegawai butik dengan name tag Meta.

"Mbak mau pilih yang mana? Saya bantu pilihkan untuk mbak?" tanya meta yang sibuk memilihkan gaun yang pas untuk Renata.

"Terserah Mbak saja, yang penting nyaman dipakai," balas Renata, yang masih celingukan melihat gaun-gaun indah yang tertata rapih.

Dengan cepat Meta memilihkan gaun hitam panjang dengan manik kecil tersulam indah, belahan sampai lutut tampak mewah dan berkelas.

"Coba dulu, Mbak," kata Meta menawarkan.

Renata masuk ke dalam ruang ganti, sesaat kemudian keluar dengan gaun yang cantik. Lengan putih, samar terlihat di balik kain tipis yang membalutnya.

Demitrio masih setia menunggu Renata berganti pakaian, melihat Renata keluar dengan gaun indah. Sesaat menghipnotis, cantik kata yang tercetus dalam benaknya.

"Pak, gimana? Saya ambil yang ini saja,"

"Ya sudah, kalau kamu nyaman berarti ambil yang ini. Jangan buang-buang waktu!" jawab Demitrio dengan nada tinggi.

***

Demitrio dan Renata telah sampai di hotel yang dituju, Renata dibawa ke kamar deluxe.

"Pak, mau apa? Bukannya acara diadakan di Ballroom, kenapa jadi ke lorong kamar?" tanya Renata dengan cemas.

Demitrio tidak mendengarkan semua perkataan Renata, kakinya melaju dengan cepat menuju kamar.

Ceklek ... Pintu kamar hotel dibuka Demitrio.

Renata ikut masuk ke dalam kamar, yang tampak indah di matanya. Baru kali ini Renata masuk dalam kamar mewah, dia hanya melihat di sinetron televisi. Sedangkan Demitrio berlalu meninggalkan Renata, menuju kamar mandi.

Renata terus berjalan melihat hiasan-hiasan indah, menyejukkan mata. Memang dengan uang, kita bisa membeli apa yang kita mau? Renata membayangkan, dia mempunyai pasangan yang kaya raya. Membawa dirinya tertidur lelap, di kasur king size hotel dengan taburan bunga. Senyum terus terkembang, di bibir tipisnya.

Demitrio keluar dari kamar mandi, dengan kimono handuknya. Dia melihat Renata yang sedang duduk di depan cermin.

"Malah ngelamun, mandi sana!"

Renata tersentak melihat Demitrio yang berdiri di hadapannya, wajah segar dan  aroma soft gentle sesaat menghipnotis indra penciuman Renata.

"Hah, Bapak! Kenapa mengotori mata dengan pakaian seperti itu?" teriak Renata memekakkan telinga.

"Kenapa, kamu suka?"

Demitrio mendekati Renata, dia terus berjalan mendekat. Renata mundur beberapa langkah, tanpa terasa bulir-bulir bening mengalir di pipi mulusnya.

"Tolong Pak! Jangan kayak gini...," lirih Renata. Tangan kecilnya menyilang memberi kode, supaya Demitrio menjauh.


Komen (1)
goodnovel comment avatar
S Rohmah
Mulai tegang,akan kah renata baik² saja,setelah dia masuk kamar hotel bersama boss nya🤭🤭🤭
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status