"Bersihkan mulai dari lantai atas sampai bawah, tidak boleh ada satu debu yang menempel!" seru Demitrio, matanya menyasar setiap inci lekukan tangga dan barang-barang mewah yang tersusun rapih.
"Saya sudah bersihkan semuanya, Pak! Masa diulang lagi?" keluh Renata yang meresa terperdaya oleh atasannya.
"Saya katakan sekali lagi, saya tidak suka bantahan! Sekali lagi kamu mengeluh, pekerjaan kamu sebagai sekertaris di Agashi Groups hanya akan menjadi kenangan," sarkas Demitrio pada Renata.
Ya, beginilah keseharian Renata bekerja sebagai sekertaris CEO muda tampan tapi memiliki perangai arogan.
Demi membiayai ibunya yang terbaring karena koma, dia tidak segan mengerjakan tambahan sebagai Asisten rumah tangga di rumah bosnya sendiri."Baik, Pak bos...," ucap Renata seperti suara ejekan di telinga Demitrio.
"Kamu ngejek saya!"
"Ih, siapa yang ngejek bapak. Mana berani saya ngejek bapak!" seru Renata tidak mau kalah.
"Bereskan semuanya, jangan lebih dari jam sembilan. Kasian tuh Mang Ade kalau nganter kamu kemalaman!" ketus Demitrio.
Demitrio berlalu meninggalkan Renata, yang mencebik di balik punggungnya.
***
Agashi Groups Company"Re, dipanggil Bigg Bos," ucap Alin teman satu kantor yang selalu kepo mengulas berita ter-up date bosnya.
Renata masih sibuk dengan laptop, dia mengacuhkan apa yang dikatakan Alin.
Sebagai sekertaris sang atasan, Renata harus selalu siap menyediakan kebutuhan dan menjadwalkan kegiatannya.
Tap ... Tap ... Tap ...
Langkah kaki seorang pria mendekati kubikel Renata. Dia tidak menyadari seorang pria tengah berdiri melipat tangan di dada bidangnya.
Braak ...
Suara meja dipukul dengan keras.
"Sudah berapa kali saya katakan, segera temui saya di ruangan!" bentak Demitrio.
Keseharian Renata seakan terpasung dengan atasannya ini, hanya mengangguk dan mengiyakan, apabila bosnya sudah berucap "tidak ada kata bantahan".
Demitrio Agashi blasteran Jawa Amerika, kulit putih, rambut hitam ikal dengan rahang tegas. Dia tidak bisa menerima pekerjaan yang asal-asalan, di matanya kesempurnaan yang harus selalu diutamakan.
"Baik Pak, sebentar lagi saya ke ruangan, Bapak," jawab Renata yang masih kaget mendengar gebrakan di atas meja kerjanya.
"Saya tunggu lima menit dari sekarang, Renata Prameswari." Mata hazelnya semakin mengintimidasi.
Demitrio berlalu meninggalkan Renata menuju ruangannya.
"Dasar tukang nyuruh, awas aja. Kalau aku udah kaya, aku akan menginjak dan menyuruhnya bersujud" gumam Renata dengan tawa licik, membayangkan seorang Demitrio memelas kepadanya.
Tanpa Renata sadari, gumamnya masih terdengar oleh pendengaran Demitrio yang sangat tajam.
"Barusan, apa yang kamu katakan?" tanyanya semakin menggetarkan tubuh ramping Renata.
Renata hanya tertunduk apabila Demitrio memandang dengan tatapan tajam, daripada hukuman makin bertumpuk lebih baik diam walau hati ingin menjambak rambut tebalnya.
"Maaf pak ... Saya tidak bicara apa-apa. Mungkin pendengaran bapak yang salah mengartikan," imbuh Renata.
"Ikut saya, jangan lelet!"
Demitrio pergi menuju ruangan diikuti Renata yang mengekor di belakangnya.
Demitrio membuka pintu ruangannya, aroma khas gentle menyeruak menusuk hidung. Renata sangat suka dengan aroma ini. Walaupun Demitrio selalu membuatnya kesal, tapi apabila masuk keruangannya seakan terhipnotis.
Renata tersadar dari lamunannya, ketika satu jitakan berhasil mendarat mulus di dahinya.
"Siang-siang melamun, mau kesambet kamu yah! Kerja!" bentak Demitrio.
Demitrio melangkah menuju meja kerja, menyandarkan punggung di kursi empuk kebanggaannya.
Renata duduk tepat di depan Demitrio, yang semakin menyebalkan di matanya.
"Kamu tahu kan Re, Alex tidak bisa menemani saya ke acara louncing food produk kita yang baru," kata Demitrio menjelaskan.
Alex adalah kaki tangan Demitrio yang selalu setia menemaninya kemanapun bosnya pergi. Namun saat ini Alex masih terbaring lemah di rumah sakit karena terkena demam berdarah.
"Pulang kerja kamu ikut saya...,"
"Maaf Pak, pulang kerja kan saya bersihin apartemen Bapak?" tanya Renata menegaskan.
"Jangan banyak bantahan Renata,saya akan tambah bonus kamu. Itukan yang kamu inginkan?" tanya Demitrio yang berhasil melemahkan pertahanan Renata.
Renata pada saat ini memang membutuhkan biaya yang sangat besar untuk kesembuhan ibunya yang tengah koma karena kecelakaan lima bulan yang lalu.
Pada saat Renata mengajukan pinjaman yang sangat besar, dengan kuasanya Demitrio menawari Renata dengan pekerjaan yang tidak wajar.
Tapi bagi Renata untuk berbakti kepada ibunya, dia rela menjalani segala pekerjaan. Walaupun pulang sampai rumah dalam keadaan yang sangat melelahkan.
"Ya pak. Jadi apa yang harus saya lakukan?" tanya Renata memainkan pulpen di tangannya.
"Ikuti saja!" Demitrio memerintah.
"Sore ini, bapak harus menemui Nyonya Velope di Resto Orchid," jelas Renata.
"Ya saya mengerti. Selama Alex belum bisa masuk kantor, kamu harus menggantikan Alex,"
"Apa Pak? Kenapa saya lagi? Terus pulangnya saya juga yang harus bersih apartemen, Bapak," tanya Renata dengan suara tinggi.
"Yah, siapa lagi kalau bukan, kamu!"
Renata masih terdiam tidak percaya, apa yang diperintahkan atasannya ini sudah diluar perjanjian.
"Kenapa masih diam? Tidak setuju! Mau saya tambah bonus lagi atau kamu keluar dari Agashi Groups," tegas Demitrio mengancam.
Ingin rasanya berteriak tepat di kuping atasannya ini, yang semakin hari semakin menyebalkan.
"Tidak pak. Saya akan ikuti bapak, sampai ke kutub pun saya ikut, asal bonus tetap lancar," imbuh Renata menetralisir keadaan yang sangat kaku.
"Lancang kamu! Sekali lagi kamu berbicara seperti itu, saya pastikan kamu pergi dari kantor ini...," ucap Demitrio dengan tatapan tajamnya.
Renata tertunduk kembali, terbuat dari apa ini orang? Tidak bisa diajak bercanda sedikitpun. Tapi sudahlah, Renata tidak pernah sakit hati dengan perlakuan atasannya ini, kuat karena ingat ibunya yang masih terbaring karena koma.
***
Jam telah menunjukkan lima sore, karyawan satu persatu meninggalkan meja kerjanya.
Renata masih menunggu Demitrio keluar dari ruang kerja. Setengah jam berlalu tapi Demitrio tidak muncul juga.
Dia mulai berhalusinasi dengan sepinya kantor yang telah ditinggalkan karyawan. Kalau dia tetap bertahan di ruang kerjanya, bagaimana kalau ada penampakan hantu gentayangan? Dengan secepat kilat, dia menuju ruangan atasannya.
Kaki Renata hendak beranjak dari kursinya, tiba-tiba dia dikagetkan dengan kedatangan seorang perempuan cantik memakai atasan v neck dengan belahan dada yang tampak mengotori mata Renata, dia makin terbelalak melihat rok yang sangat minim.
"Mau cari siapa, Mbak?" tanya Renata menyapa.
"Mbak? Emang aku siapa kamu? Asal kamu tahu saya tamu penting!" sarkas perempuan cantik, menghujat Renata yang masih risih melihat penampilannya.
"Oh. Sudah buat janji mau ketemu, Pak Demitrio? Kalau boleh tahu nama Mbak siapa?" tanya Renata sopan menahan amarah.
"Bilang sama bos kamu, Nitta sudah datang!" bentaknya.
"Silahkan Mbak tunggu disini,"
Renata melangkah pergi meninggalkan Nitta, yang masih berdiri dekat meja.
Renata masuk ke dalam ruangan Demitrio, tampak dia sedang memasukan berkas ke dalam tas.
"Kenapa masuk, apa ada masalah, Re?" tanya Demitrio, tanpa melihat wajah Renata.
"Ada Mbak Nitta, cari Bapak...,"
"Ngapain ke sini?" ungkap Demitrio, bertanya tapi bukan untuk Renata. Mendengar Demitrio bergumam, Renata langsung membalikkan badannya.
"Saya ulang ya pak. Saya ke sini, hanya memberi tahu kalau ada Mbak Nitta," jawabnya kesal.
Demitrio hanya tersenyum, karena Renata sudah salah sangka.
"Maksud saya kenapa Nitta ke sini? Haduh Renata Prameswari, otak udang kamu disimpan di mana?" tanya Demitrio mengejek.
Kalau bukan bosnya, mungkin pada saat ini satu tendangan maut sudah mendarat di bibirnya yang menjengkelkan, hati Renata terus membeo kesal dengan perlakuan Demitrio.
Ceklek ... pintu ruangan terbuka.
Tanpa dipersilahkan, Nitta masuk ke dalam ruangan Demitrio. Tangannya menghambur ke dada bidang Demitrio. Tanpa malu bibirnya, menyambar bibir Demitrio yang sedang berdiri di depan Renata.
"Sayang aku kangen sama kamu...," ucap Nitta manja.
Ihh ... Renata bergidik mendengar suara manja. Mungkin sebantar lagi, aura adegan dewasa tercium. Tapi bukan Renata kalau tidak protes, apabila melihat hal yang janggal.
"Maaf Mbak, sopan dikit dong. Masih ada saya di ruangan ini!" tegas Renata memotong kegiatan panas Nitta.
"Emang siapa kamu! Kamu tidak tahu siapa saya?" timpal Nitta tidak suka dengan perkataan Renata.
"Maaf Mbak, saya tidak tertarik dengan identitas Mbak!" tegas Renata masih dengan perlawanan sengit.
"Renata! Dia, Nitta klien baru kita!" bentak Demitrio.
Renata berasa tersambar petir mendengar perkataan Demitrio, 'Apa klien? Oh my lord ... Aku butuh penutup muka atau terjun bebas ke laut untuk menutupi rasa malu,' batin Renata lirih.
"Maaf atas kelancangan saya, Mbak," lirih Renata.
Renata melangkah pergi, namun naas Nitta mungkin masih dendam padanya. Kaki kanannya sengaja dijulurkan menghalangi Renata.
Mata Renata tidak melihat ke bawah, karena merasa akan terjatuh dengan gerak refleks Renata menarik jas Demitrio.
Bugh ...
Renata dan Demitrio terjatuh di atas sofa dan sialnya bibir mereka saling menempel. Demitrio sengaja memperdalam ciuman di bibir Renata yang tidak pernah tersentuh.
"Manis." Mata Demitrio melihat lembut Renata.
Renata hanya terdiam karena Demitrio mengunci tangan Renata, walau hatinya sangat kesal dengan perlakuan Demitrio.
Nitta memandang nyalang pada mereka,
"Dem!" Nitta berteriak.
Demitrio mengangkat tubuhnya yang menempel di tubuh Renata.
"Ok it's done. Aku cuma main-main saja." Satu matanya mengedip ke arah Renata.
Renata berdiri dan merapikan pakaiannya
"Ok Pak Demitrio, saya tunggu meeting bapak dengan Mbak Nitta. Saya akan ingatkan anda tepat jam lima untuk meeting selanjutnya," jelas Renata, hatinya hancur, kesal dengan kelakuan bosnya.
Demitrio dan Renata tengah menunggu kliennya di resto Orchid, tak berapa lama datang tiga orang laki-laki tegap dan seorang wanita cantik dengan langkah elegan mendekati Demitrio.Melihat kliennya datang Demitrio langsung berdiri menyambut, cipika-cipiki dengan wanita cantik di depan Renata yang masih begong melihat kelakuan atasannya.Renata hanya bisa meracau melihat kejadian hari ini, melihat kebiasaan sang atasan yang kadang mesum tidak tahu tempat.Ingin rasanya Renata mengakhiri sore ini, karena sudah begah dengan pemandangan yang mengotori matanya."Sudah nunggu dari tadi, Dem?" tanya seorang wanita cantik.Demitrio tersenyum manis, menatap manik indah wanita yang terus menatapnya. Demitrio mendorong kursi dan mempersilahkan kliennya untuk duduk di sampingnya, dia adalah Nyonya Velove. Nyonya Velope tertarik menanamkan modal di perusahaan Agashi Building Company."Gak
Demitrio mendekati Renata, dia terus berjalan mendekat. Renata mundur beberapa langkah, tanpa terasa bulir-bulir bening mengalir di pipi mulusnya."Tolong Pak! Jangan kayak gini...," lirih Renata. Tangan kecilnya menyilang memberi kode, supaya Demitrio menjauh.Tapi langkah Demitrio, semakin dekat dengan tubuh ramping Renata."Hah!" teriak Demitrio, mengagetkan Renata.Alhasil tubuh Renata menabrak sofa dan terpelanting ke belakang, tangan Renata refleks menyambar kimono Demitrio.Bruugh ...Tubuh kekar Demitrio ikut terjatuh di atas Renata."Kamu yang membawa sendiri tubuhku, Renata Prameswari." Tangannya mulai membelai lembut pipi mulus Renata.Dengan napas yang tak beraturan Renata terus meronta, takut, cemas, kesal kata yang ada di dalam hatinya.Begitu santai bosnya mengatakan hal itu."Maaf pak, tolong menjauh!" teriak Ren
Setelah acara selesai Demitrio menemui Nyonya Velope, yang sedari tadi duduk dengan elegan. Mereka berbincang sesaat, Demitrio hanya mengangguk setelah Nyonya Velope membisikkan sesuatu di telinganya.Demitrio memberitahukan pada Renata, kalau dia tidak bisa mengantarnya pulang. Karena hari semakin malam, Demitrio menyarankan Renata untuk tidur di hotel."Pinjam HP kamu!""Kenapa Pak?""Jangan banyak tanya!" Demitrio mengetik sesuatu di ponsel Renata."Jaga diri kamu. Jangan sampai ada seseorang yang masuk ke dalam kamar!""Ihh! Emang saya perempuan apa?" Renata menimpali dengan pertanyaan.Setelah berbincang sesaat, akhirnya Renata mengiyakan apa yang dikatakan Demitrio, dia berpikir daripada pulang ke rumah tengah malam, mending menikmati kamar super mewah. Kapan lagi dia bisa guling-guling sendiri, di atas kasur king size?Renata menuju kamar s
Malam terasa hangat, sehangat kebersamaan Demitrio Agashi dan Renata Prameswari.Demitrio enggan melepaskan pelukannya, dia memangku Renata ala bridal styleke atas kasur king size.Dengan lembut Demitrio menurunkan Renata, tangan kanannya membelai lembut wajah Renata yang terpaku dengan perlakuannya. Baru kali ini Renata merasakan nyaman sentuhan seorang pria, karena selama ini Renata selalu menutup diri dengan penampilan yang tampak kaku."Aku menginginkanmu, Re." Suara Demitrio semakin serak dan tercekat. Bibirnya mulai menyentuh bibir tipis Renata.Renata yang tak terbiasa, hanya bisa diam terpaku."Kamu belum pernah melakukannya, Re?" tanya Demitrio, melihat wajah tegang Renata."Sudah satu kali, itupun sama bapak tadi sore," kata Renata dengan suara tercekat.Demitrio mulai melumat bibir Renata yang terasa manis, Renata tak membero
Renata terbangun dari tidur lelapnya dan terkejut dengan pemandangan punggung Demitrio, tanpa sehelai kain menutupinya. Dan yang lebih membuat Renata terkejut lagi, Demitrio tertidur di sampingnya."Bapak bangun!" teriak Renata. Tak ada pergerakan berarti dari Demitrio yang masih tetap tertidur pulas.Mata Renata langsung mengarah pada tubuhnya, jangan-jangan malam hari bosnya melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, batin Renata bergumam.Tapi Renata sedikit lega, karena baju tidurnya masih terpasang rapi. Dia beranjak dari ranjang untuk membersihkan diri."Ehm...." Tangan Demitrio memeluk tubuh Renata.Renata terbelalak dengan kelakuan atasannya ini, dia langsung membawa guling untuk dijadikan senjata."Ciaaattt terima ini!" Renata berteriak dan memukuli Demitrio yang masih tertidur."Aduh ... Apa sih?" tanya Demitrio kesal dan terbangun karena ulah Renata.Tapi apa yang dilakukan Renata setelah Demitrio terbangun, dia
Dalam perjalanan menuju kantor, baik Renata dan Demitrio tidak ada yang mengeluarkan sepatah katapun, mereka sibuk dengan pemikirannya sendiri.Untuk mengurangi suasana horor dalam mobil, Demitrio sengaja memutar lagu rock dengan volume yang sangat keras.Dia hanya ingin mendengar protes Renata, yang masih diam membisu.Musik terus menghentak menggetarkan seisi dalam mobil, Renata hanya diam walaupun suara musik terdengar memekakkan telinga. Demitrio semakin kesal dengan sikap Renata yang berubah menjadi gunung es, diam tak bergerak. Matanya kosong melihat jalanan yang telah ramai dengan mobil-mobil egoisme.Dengan kasar Demitrio mematikan sound musik di mobilnya."Re! Tolong jangan bikin saya bingung," ketus Demitrio membuka obrolan dengan Renata yang masih terdiam seribu bahasa.Tak ada umpatan atau teguran dari seorang Renata, biasanya dia yang selalu menghiasi telinga Demitrio dengan suara ketusnya."Renata Prameswari, bicara!" 
Brugh ...Alghara Fredicson mendorong Renata ke dinding, telapak tangannya dijadikan bantalan ketika kepala Renata hampir terbentur tembok.Mata Renata semakin jijik melihat perlakuan Alghara, Renata mengangkat tangannya. Setidaknya memberikan perlawanan kepada Alghara yang mulai mendominasi dirinya."Mau tampar aku lagi?" tanya Alghara. Matanya mulai menggoda, hidung mancungnya dia dekatkan dengan batang hidung Renata.Samar semilir angin halus terasa di wajah Renata, dia hanya bisa menatap tajam, pria yang tengah menggungkungnya. Renata hanya bisa mendengus kesal, perlawanan yang dia lakukan hanya lah sebuah kesia-siaan."Tolong Pak Al, saya harus kembali bekerja!" tegas Renata, mata huzelnya terus melihat tajam, menusuk ke dalam mata Alghara."Bekerja denganku saja, sekali pelayanan yang kamu berikan. Aku akan berikan segala yang kamu inginkan," ucap Alghara, yang terus memancing Renata dengan sentuhan-sentuhan halusnya. Bibir Alghara mul
"Dem!" Teriak seorang wanita dengan tampilan elegan, riasan natural selalu terpoles rapih di wajah cantiknya. Walaupun usianya telah menginjak 40 tahun, tapi tak ada garis-garis penuaan di wajahnya. Seakan wanita muda yang selalu terjaga dengan indah. Renata dan Demitrio terkejut mendengar teriakan di balik pintu, Demitrio langsung menghentikan aktivitas panasnya bersama Renata. Sedangkan Renata dengan cepat berdiri dan merapikan baju yang sudah tak beraturan. "Velo?" tanya Demitrio tampak gusar karena Nyonya Velope memergoki kelakuannya. "Kenapa kamu? Takut melihat saya!" bentak Nyonya Velope dengan menenteng tas mahalnya. Dengan senyuman yang terkembang Demitrio mendekati Nyonya Velope, tanpa basa-basi, dia menarik tangan Nyonya Velope ke dalam pelukannya. Renata yang masih dalam ruangan Demitrio hanya bisa tersenyum ketus, satu tamparan mungkin layak disandangkan padanya. "Renata kamu hanya butiran debu di hati Demit