Share

Chapter 4

Author: Hare Ra
last update Last Updated: 2023-05-05 09:48:39

Alih-alih langsung bergegas ke Bank Duta bagian pusat, Darren justru memutuskan untuk menunda kepergiannya ke sana. Semua ini karena pekerjaan di Abitex dan kesulitannya untuk mengajukan cuti. Darren harus benar-benar cermat memikirkan rencana, karena jika salah sedikit saja ... Hanya kehancuran yang dia terima.

Pria itu baru akan mengajukan cuti di Hari Rabu, dengan persetujuan atau tanpa persetujuan managernya, kali ini dia akan pastikan untuk tetap pergi. Menjelang malam, Darren baru sampai di rumah. Baru menginjakkan kaki di teras, teriakan yang datang dari mama mertuanya sudah terdengar menggema.

“Kau sudah berani melawan dan mengabaikan panggilanku?”

Darren menunduk, tidak terlihat kaget karena sudah memprediksi kemarahan dari mama mertuanya. “Maaf, Ma. Ada yang harus Darren kerjakan sebelum pulang."

“Sok sibuk kau! Padahal hanyalah seorang cleaning service! Memangnya kau kira, kau akan jadi presiden direktur di kantor itu sehingga selalu mencari kesempatan untuk mendapatkan perhatian!” teriak Gia langsung menyerang Darren. Tatapannya begitu mengisyaratkan jika wanita itu jijik pada menantunya sendiri. “Cepat kau cuci mobilku, malam ini aku ada acara!” perintah Gia kemudian.

Darren hanya bisa menghela napas berat. Mertuanya yang sejak tadi menelponnya seperti ada keadaan darurat, ternyata hanya memintanya mencuci mobil.

Tap! Tap!

Darren menaiki tangga dengan cepat, karena dia tidak mau kembali di teriaki sang mertua kalau dia terlambat melakukan tugas yang diberikan kepadanya.

Kriet!

Darren membuka pintu dan mendapat Renata sedang tiduran dengan santai di atas ranjang, mengenakan dress satin transparan dan sangat seksi. Paha mulusnya terlihat sangat menggoda, walaupun perutnya yang mulai membuncit dan itu juga menjadi daya tarik bagi Darren.

Darren menelan ludahnya, dia hanya bisa melihat namun tidak akan bisa merasakan semua yang ada di depan matanya itu.

"Jam 7, antar aku ke dokter!" Renata tanpa perlu repot-repot menoleh ke arah Darren, memerintah. "Sopir sudah punya kerjaan lain. Kau juga harus menemaniku bertemu dokternya!"

Darren yang baru melepas seluruh kancing pada kemejanya kembali menghela napas. Menjadi cleaning service, pencuci mobil, lalu merangkap sopir ... Semua hal Darren lakukan, bak pekerja serabutan di rumah ini. Meski sebenarnya tubuh pria itu begitu lelah, tetapi dia tetap mengiyakan perintah sang istri.

"Tentu. Aku akan mengantarmu."

**

Hari rabu seperti yang Darren rencanakan, dia akan mendatangi Bank Duta untuk bertemu dengan Pak Arras. Seperti yang sudah diduga, pengajuan cuti yang diajukan Darren ditolak mentah-mentah oleh managernya. Namun, karena pria itu sudah bertekad bahwa inilah jalan yang membukanya pada misteri dalam hidup, Darren tetap absen ke kantor dan pergi menuju Bank Duta.

Namun meski begitu, Darren tidak ingin menimbulkan curiga. Seperti hari-hari biasa dia bekerja, Darren melakukan semua rutinitasnya, sampai tak seorang pun di rumah itu menyadari gelagatnya.

"Adakah disini yang bernama pak Arras Samuel?” tanya Darren kepada security yang bertugas menjaga keamanan bank tersebut. Saat Darren datang, suasana kantor bank tersebut masih sedikit sepi.

Para nasabah belum datang, bahkan mungkin para karyawan juga banyak yang belum tiba.

Security yang bertugas tampak memperhatikan Darren dari atas hingga ke bawah. Mungkin dia heran ada orang dengan penampilan yang sangat biasa saja itu mencari seseorang, bukannya ingin mengantri ke teller.

“Bapak siapa?” tanya security itu menyelidik. Bahkan dia menatap wajah Darren dengan penuh curiga. Wajah Darren yang tampak sedikit garang dan tegas dengan bulu-bulu tipis tumbuh di wajahnya. Dia memang tidak sempat merapikan wajahnya karena pastinya itu akan membuat Renata curiga.

“Saya ada keperluan kepada beliau. Apakah beliau ada disini?” tanya Darren dengan antusias.

Darren tidak peduli dengan pandangan curiga si satpam, baginya respon dari satpam itu menunjukkan kalau memang ada orang yang dia cari di kantor ini. Karena terlihat wajah satpam itu tampak mengkhawatirkan sesuatu.

“A-ada,” jawab si satpam dengan gugup.

“Bisa saya bertemu? Katakan kepadanya kalau seseorang bernama Darren Zervano putra dari Rudi Zervano ingin menemuinya,” ujar Darren kemudian kepada si satpam. Dia sangat berharap kalau pak Arras mengingat tentang papanya, makanya dia menyebutkan nama papanya agar lebih cepat dikenali.

Security itu hanya mengangguk, dan dia tampak meraih sebuah gagang telepon yang berada di dinding. Mendial beberapa angka dan tampak berbicara di telepon dengan sesekali melirik sinis ke arah Darren. Namun, beberapa saat kemudian dia tampak melihat Darren dengan wajah penuh keheranan.

“Ikut saya!” ujar security itu kepada Darren setelah memutuskan sambungan telepon.

“Terima kasih,” ucap Darren yang merasa bersyukur karena jalannya sangat mudah, dia menduga kalau pak Arras pasti berada di bank tersebut.

“Kau siapanya pak Arras? Biasanya orang sangat sulit untuk bertemu dengannya,” tanya si security yang bernama Bobi itu kepada Darren.

Darren mengedikkan bahunya santai. "Aku hanya mengikuti pesan orang tuaku."

Keduanya naik ke lantai lima dengan menggunakan lift, dan kemudian berjalan di lorong-lorong ruangan kerja yang sangat sunyi. Hingga mereka berhenti di sebuah ruangan yang pada daun pintunya bertuliskan nama Arras Samuel.

“Silakan masuk,” ujar Bobi yang kemudian meninggalkan Darren yang tampak ragu untuk masuk.

Tok! Tok!

Darren memberanikan diri mengetuk pintu, hingga terdengar suara berat dari dalam ruangan itu mempersilahkannya masuk.

Seorang lelaki paruh baya dengan beberapa rambut yang sudah tumbuh uban itu tampak menatap Darren dengan intens dan berkali-kali, dari ujung rambut hingga ke ujung kaki.

"Kau bilang, kau adalah putra dari Rudi Zervano? Buktikan padaku jika itu memang benar!" tantang pria bernama Arras itu pada Darren.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, Darren mengeluarkan kertas wasiat yang dia miliki itu dan menyerahkannya kepada Arras.

Setelah membaca itu, Arras tampak memandang Darren dengan mata yang memerah.

“Ternyata kau benar-benar masih hidup!”

****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Billionaire's Revenge   Chapter 143

    Seorang dari mobil putih tersebut melepaskan tembakannya ke arah mobil Darren. Braaaak! Jedaaaar! Setelah suara tembakan yang bergema di tengah malam itu, sebuah ledakan yang kali ini terdengar. Darren tidak bisa mengelak, karena memang dia pergi tanpa pengawal. Dan juga sepertinya pelakunya adalah penembak jitu, peluru yang dilepaskan tidak meleset. "Papa, mama…," hanya suara memanggil kedua orang tuanya yang keluar dari mulut Darren sebelum semuanya menggelap. Ternyata, peluru tepat mengenai kepala Darren, sehingga mobil dengan kecepatan tinggi tersebut kehilangan kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan dengan keras dan mobil b guling-guling beberapa puluh meter yang akhirnya meledak. "Tolong ada kecelakaan!" teriak orang-orang yang melihat kejadian sehingga dalam beberapa menit saja tempat kejadian dikerumuni dengan orang-orang yang berusaha menolong Darren memadamkan api dan mengeluarkan Darren dari dalam mobilnya. Sementara itu, mobil putih pelaku penembakan terhadap D

  • The Billionaire's Revenge   Chapter 142

    "Jadi, mama kamu melihat?" tanya Darren penasaran.Renata menggelengkan kepalanya. "Beruntungnya aku melihat kedatangan mama dan rombongan lebih dulu. Jadi, aku meminta kepada semua karyawan untuk mengatakan kalau pemiliknya gak ada jika ada yang bertanya."Darren mengelus lembut rambut sebahu Renata, dia sangat merasa takut kalau suatu saat Gia datang lagi ke butik dan bertemu dengan Renata secara langsung.“Kamu jangan terlalu sering muncul, karena suatu saat tetap akan terjadi lagi seperti ini. Aku bukannya melarang kamu bertemu dengan mamamu, tapi ini belum waktunya,” ujar Darren kepada Renata.Lambat laun, Renata dan Gia pasti akan bertemu. Sebab, usaha yang Renata geluti saat ini sasarannya adalah orang-orang kaya dengan gaya hidup mewah. Dan sudah pasti Gia termasuk di dalam sana. Dan seperti yang diketahui kalau kelompok Gia tersebut sangat senang kalau memakai pakaian buatan luar negeri.“Kalau Gina sudah kembali, pastinya aku akan lebih banyak di dalam ruanganku kok. Ini kar

  • The Billionaire's Revenge   Chapter 141

    "Astaga, Bu. Membuat aku terkejut saja," ujar Darren sembari memegang dadanya karena kaget."Jangan banyak alasan! Semalam kamu nginap tempat Renata? Kenapa telepon dan pesan dari ibu tidak mau gubris?" tanya Amina lagi dengan tegas.Darren tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan memegang pundak Amina dengan lembut."Aku menginap di hotel, Bu. Rasanya malas banget nyetir karena sudah malam, akhirnya aku memilih untuk menginap di hotel saja," jawab Darren kepada Amina.Darren sengaja tidak mengakui kepada Amina dimana dia menginap. Karena sudah pasti akan memancing keributan, dan Amina akan menasehatinya sepanjang hari."Jangan berbohong!" bentak Amina. Sebab Amina begitu mengenal Darren, dan Amina juga sudah menganggap Darren adalah anak kandungnya. Dia tidak mau kalau Darren jatuh ke dalam kesalahan."Serius, Bu," jawab Darren mencoba membela diri.Sementara itu, Alisa yang mendekat ke arah Amina dan Darren tampak memberikan Darren kode dengan mengedipkan matanya dan memegang leher.

  • The Billionaire's Revenge   Chapter 140

    Mungkin kerinduan mereka yang memuncak, atau karena terbawa suasana malam yang dingin, keduanya saat ini sudah saling berhadapan, dan tidak tahu siapa yang memulai, keduanya saat itu sudah bercumbu dengan lembut dan berbagi oksigen."Terima kasih," ucap Darren sambil terus merapatkan tubuhnya kepada tubuh Renata. Dan tangan keduanya saat ini sudah saling meraba satu sama lain.Malam yang semakin dingin, keduanya masih berpagutan dan melupakan makanan hangat yang sudah dimasak oleh Renata. Karena saat ini keduanya masih saling menghangatkan.Renata menggigit bibirnya karena menahan suara panas yang akan terlepas dari bibirnya, karena tidak mampu menahan sentuhan tiap sentuhan yang lembut dari Darren."Lepaskan saja, sayang. Hanya aku yang mendengarnya," bisik Darren sembari berusaha melepaskan pengait yang berada di punggung Renata. Sedangkan baju yang menutupi tubuh Renata sudah terlepas sejak tadi.Akhirnya Renata benar-benar mengeluarkan suara desahannya kala Darren mulai mencapai t

  • The Billionaire's Revenge   Chapter 139

    "Apaan sih?" tanya Renata sambil mendelik ke arah Darren. Sebab dia tahu kalau Darren sedang menggodanya."Aku serius. Aku datang kesini untuk melihat kamu bukan untuk belanja di butik," jawab Darren santai dan mengedipkan matanya.Renata melengos, Darren benar-benar berhasil membuatnya salah tingkah. Sebab, walaupun dia terlihat kesal kepada Darren. Tapi, di dalam hatinya merasa begitu senang saat tahu kalau Darren masih peduli dan datang menemuinya."Aku sibuk. Banyak pelanggan, Darren," jawab Renata kemudian."Aku akan menunggu sampai butik kamu tutup," jawab Darren santai."Dimana?" tanya Renata kemudian."Dimana saja boleh, yang penting kamu izinkan," jawab Darren.Renata menghela nafas berat, Darren mulai kumat keras kepalanya. Dan seperti biasanya, tidak akan ada orang yang bisa menyuruhnya pergi."Kamu tunggu di atas aja ya, soalnya saat ini Gina gak ada. Jadi, aku akan membantu melayani pelanggan. Karena banyak barang baru masuk, jadi pelanggan pada rebutan mau koleksi terbar

  • The Billionaire's Revenge   Chapter 138

    “Gapapa,” jawab Alisa tergelak.“Hei, kamu pasti tahu sesuatu. Memangnya ada apa kalau aku mau ke rumah Renata mala mini. Kan kebetulan sekarang aku sudah pulang kerja, dan besok kan hari libur. Gak salah kan kalau aku ke rumahnya?” tanya Darren membela diri.Darren tidak mau terlihat kalau dia sangat antusias untuk bertemu Renata, namun Darren juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia sangat senang saat mengetahui kalau Renata cemburu kepadanya.“Iya, kan sekalian malam mingguan. Padahal tadinya aku mau ikut, tapi saat ingat ini adalah malam minggu sepertinya aku harus mengurungkan diri kesana, apalagi dalam suasana yang syahdu. Gina juga saat ini sedang tidak ada di rumah,” kekeh Alisa yang kemudian segera berlari meninggalkan Darren dan menemui Noah yang tampak sedang asyik bermain dengan Amina dan pengasuhnya.“Sekarang main sama Aunty, ya,” ujar Alisa kepada Noah. Karena Alisa melihat kalau Amina dan pengasuhnya sudah sangat kewalahan mengajak Noah bermain bola dan ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status