Elsa selesai membalut luka Ken, dia sekarang duduk di sofa ruang depan, dengan Elsa yang masih nampak membereskan peralatan dressing-nya.
"Kau belum menjawab pertanyaan aku, Sayang!" tegur Ken ketika Elsa lebih fokus pada luka di jemari Ken daripada pertanyaan sakral yang Ken ajukan.
Elsa mengangkat wajahnya, menatap manik mata yang masih memerah itu. Senyum Elsa tersungging begitu manis, "Jadi dokter umum mana yang hendak kau sodorkan untuk aku nikahi?"
"Aku!" jawab Ken tegas dan mantab.
Elsa sontak membulatkan matanya, ia menatap Ken yang tersenyum getir itu dengan seksama. Apa tadi Ken bilang?
"K-kau?" Elsa tidak mengerti, bagaimana bisa? Ken seorang dokter residen, itu artinya dia calon dokter spesialis. Kenapa kemudian dia mengatakan bahwa dokter umum yang tadi Ken maksud adalah dirinya sendiri?
Ken meraih tangan Elsa, meremasnya dengan begitu lembut. Membuat jantung Elsa berdebar seketika, lambat laut Elsa
"JANGAN!" Elsa berteriak sekencang-kencangnya, namun itu sama sekali tidak membuat Ken mengurungkan niatnya. Tangannya mencengkeram kuat sprei, Elsa berusaha merapatkan kakinya, namun tangan Ken membuka paksa kembali paha itu."KO... JA-JANGAN.... AHH... SAAKIITT!" teriakan itu terdengar begitu keras, bersamaan dengan milik Ken yang sudah terbenam sempurna dalam inti tubuh Elsa.Ken memejamkan matanya erat-erat, sesuatu dalam diri Elsa sudah berhasil ia tembus dengan sekali hentakan kuat, membuat Elsa makin seperti orang kesetanan menggeliat menahan pedih. Tangisnya pecah, wajahnya memerah dengan keringat sebesar bulir jagung yang membasahi wajahnya. Dan Ken sudah tidak memperdulikan apapun lagi, dia mulai memacu tubuh itu dengan begitu beringas, tidak peduli Elsa memekik, merintih kesakitan, Ken tidak peduli.Yang Ken pedulikan hanya satu, mensukseskan rencananya untuk membuat Elsa tetap berada di sisinya. Jika sudah Ken rusak seperti ini, Els
Darmawan melangkah ke poli bedah, ada seseorang yang hendak dia temui di sana. Seseorang yang harus dia urus sebelum mengacaukan segalanya. Beberapa perawat sampai dokter spesialis tersenyum dan menundukkan wajahnya sebagai tanda hormat kepada wakil direktur utama rumah sakit itu. Sebuah power yang Darmawan miliki untuknya bisa berbuat apapun yang dia mau, terlebih untuk melawan Ken dan gadis yang sama sekali tidak memiliki power apapun. “Selamat pagi, Dokter.” “Pagi,” Darmawan tersenyum membalas sapaan itu, terus melangkah menuju ruang istirahat koas yang ada di sana. “Sa, lu nggak ikut gue makan nih?” tersendar suara itu yang pertama menyapa telinga Darmawan. “Nggak, kamu pergi aja sana, aku nggak lapar.” Jawab suara itu yang Darmawan tahu, itu adalah target yang dia cari pagi ini. “Oke gue cabut!” Tampak gadis dengan rambut cokelat itu terkejut mendapati Darmawan sudah berdiri di depan pintu ruang. Ia tersenyum dan membungkukkan bad
“Tisu?”Elsa mendongak, tersenyum dan menarik selembar tisu yang di sodorkan Yosua kepadanya. Tangis Elsa pecah begitu ia masuk ke dalam mobil Yosua, rencananya dia dan Yosua hendak mengunjungi salah seorang sejawat yang dikabarkan sakit di kamar kostnya, namun karena insiden barusan, Yosua memutuskan untuk menunda sejenak rencana mereka.“Menangis lah dulu, kalau sudah lega baru kita putuskan, jadi ke kost Renita atau pulang saja, Sa.” Gumam Yosua yang membeku di tempatnya duduk, seat belt itu sudah terpasang di tubuhnya, namun ia belum berniat membawa mobilnya pergi dari halaman parkir rumah sakit.Elsa menyusut air matanya, menghirup udara banyak-banyak lantas menoleh pada Yosua yang diam bersandar di joknya. “Bisa kita pergi dari sini dulu, Bang? Aku takut dia masih mencariku.”Yosua menoleh, tersenyum dan mengangguk pelan, lantas menghidupkan dan membawa mobilnya pergi dari halaman rumah sakit. Pikiran Yosua
“Kenapa kamu berani sejauh itu, Sa?” desis Yosua lirih, ia masih belum percaya bahwa Elsa bisa sampai seliar itu.“Itu bukan mauku, Bang!” tegas Elsa sambil memijit keningnya perlahan-lahan.Yosua terperajat, ia menoleh sejenak, tampak begitu terlihat bahwa dia terkejut setengah mati dengan pengakuan yang meluncur dari mulut Elsa. Bukan mau Elsa? Lantas? Buru-buru, untuk yang kedua kalinya Yosua menepikan mobil, menoleh dan menatap Elsa yang tampak begitu terkejut dengan apa yang Yosua lakukan.“Bang, kenapa lagi? Kok berhenti?” tanya Elsa tidak mengerti.“Jelaskan padaku, apa maksudnya semua itu bukan maumu? Kamu dipaksa sama dia?” wajah Yosua nampak memerah, dua tangannya langsung meraih bahu Elsa, mencengkeram kuat bahu itu dan menatap tajam manik mata yang langsung bereaksi itu.Elsa kembali menitikkan air mata, membuat Yosua yakin setengah mati bahwa sosok itu yang telah memaksa Elsa melakukan hu
"Aku benar-benar heran sama kamu, kenapa sih kamu nggak lapor aja? Biar habis sekalian orang itu!" omel Yosua kesal, ia sudah kembali membawa mobilnya pergi dari rumah dokter Idris, hendak mengantarkan Elsa pulang ke rumahnya."Bapaknya wakil direktur rumah sakit nggak seharusnya bikin dia bisa melakukan segala yang dia mau, kamu korban pertama atau ada koas lain yang jadi korban dia?" Yosua masih mengomel sementara Elsa hanya membeku sambil memijit pelipisnya."Sa, kamu dengar nggak sih aku ngomong ini?" tanya Yosua yang kesal Elsa hanya bungkam setelah mereka keluar dari rumah dokter Idris."Denger, aku dengerin dari tadi, Bang." jawab Elsa santai."Terus gimana?"Elsa menghela nafas panjang, mengangkat tubuh nya hingga tegap dan menatap Yosua yang wajahnya masih begitu merah. Elsa tahu Yosua masih begitu marah atas apa yang terjadi kepadanya. Sejak dulu Yosua sudah seperti kakak bagi Elsa."Ya nggak gimana-gi
"Ingat Ken, papa mengawasi mu!" desis Darmawan ketika ia dan Ken berpapasan di parkiran rumah sakit. "Papa bisa lakukan apa saja, jadi tolong ingat itu baik-baik!"Darmawan melangkah dengan begitu santai dan angkuh, meninggalkan Ken yang mengeram penuh amarah di tempatnya berdiri. Ia mengacak rambutnya yang sudah dia sisir rapi, sungguh rasanya ia ingin menyingkirkan ayahnya sendiri dari rumah sakit ini, tapi bagaimana caranya?Dengan langkah lunglai, Ken meninggalkan halaman parkir, sekarang Ken benar-benar tidak bisa berkutik. Dia tidak ingin perjuangan Elsa selama ini sia-sia. Dia tahu betul Elsa berusaha begitu keras untuk bisa sampai tahap ini.Ken hendak melangkah ke poli kandungan ketika sudut matanya menangkap sosok itu. Gadis dengan setelan scurb warna biru muda itu tampak masih begitu pucat.Ah...Apakah dia masih kesakitan?Gadis itu memalingkan wajah, mempercepat langkahnya seperti tidak mau Ken mengejar d
“Apa yang sudah ayahanda Anda lakukan?” senyum sinis itu kembali tergambar di wajah Yosua, membuat Ken mengepalkan tangannya kuat-kuat. “Anda puteranya, bukan? Jadi saya rasa lebih baik Anda tanyakan langsung pada yang bersangkutan.”Yosua hendak melangkah pergi dari hadapan Ken, ketika tangan itu mencekalnya dengan begitu kasar. Yosua mencoba tidak terpancing, sangat tidak etis kalau sampai dia memukul sosok itu di area rumah sakit, terlebih sekali lagi, Ken anak wakil direktur rumah sakit tempat dia pendidikan, bisa habis karier kedokteran dan pendidikan spesialisnya kalau sampai mereka terlibat baku hantam di sini.“Bisa jawab pertanyaan saya, Dok?” cengkeraman itu begitu kuat, dengan sekali sentakan kuat, tangan itu terlepas.Yosua menatap tajam ke dalam mata Ken. Sorot mereka sama-sama tajam dan penuh kebencian.“Mohon maaf, saya ada on call dan harus segera ke IGD sekarang, Dokter. Sebagai calon dokter spesi
Setelah hiruk pikuk IGD yang begitu padat dan menegangkan, Elsa melangkah dengan lunglai ke ruang istirahat para dokter. Bed sudah hampir kosong, pasien sudah terkondisikan semua dan jangan lupa dia sudah mendapat izin dokter Hilda sebagai penangung jawab IGD hari ini untuk istirahat sejenak.Elsa mendorong pintu itu, tampak ada beberapa orang di sana, terlelap di atas bed membelakanginya. Siapa tiga orang itu? Entah apakah dia koas juga, dokter residen atau malah spesialis, Elsa tidak tahu. Ia memilih menjatuhkan diri ke lantai, duduk sambil menekuk dan memeluk lututnya.Cukup lama Elsa dalam posisinya, hingga kemudian dia merasakan ada sebuah sensasi dingin menyapa kulit tangannya. Elsa tersentak, mengangkat wajah dan terkejut luar biasa mendapati Ken sudah duduk tepat di sisinya sambil menyodorkan sebotol air mineral dingin ke arahnya.“Minumlah, jangan khawatir, segelnya masih utuh.” Ken tersenyum kecut, membuat Elsa menghela nafas panjang.