Elsa sudah siap dengan segala macam atribut dari mulai gown, surgical mask dan handscoon. Pertama kalinya ia masuk OK bukan sebagai obyek bedah, pertama kalinya di hari pertama dia koas, dia langsung terjun ikut para dokter senior melakukan tindakan, dan ini semua karena laki-laki satu itu! Siapa lagi kalau bukan dokter William Kendra Wijaya!
Elsa menghela nafas panjang, agaknya setelah ini semua masa-masa berat dia di kepaniteraan kliniknya akan semakin menjadi-jadi, dan manusia yang juga sudah dengan kelengkapan atributnya itulah yang menjadi alasan.
"Heh, ngapain di situ?" salak Ken galak ketika Elsa hanya mematung di sudut ruangan.
"Oh ... jadi saya harus ada di mana, Dok?" tanya Elsa polos yang langsung mampu membuat Ken melotot gemas.
"Sini naik meja operasi, biar ku bedah itu perut kau!" Ken benar-benar heran, anak satu ini apa memang tipe orang suka cari gara-gara? Bikin hipertensi saja!
Elsa mendelik kesal, untung OK belum banyak orang, jadi ia tidak harus tengsin karena makian residen obsgyn itu. Ia beringsut mendekat, kini Elsa berdiri tepat di sebelah Ken. Elsa hendak buka suara bertanya apa saja yang harus dia lakukan nanti ketika suara roda brankar itu berderit beradu dengan lantai. Sesosok wanita dengan perut membukit itu di dorong masuk, dan yang membuat Elsa syok adalah wanita itu bukan orang asing bagi Elsa!
Elsa menelan saliva-nya dengan susah payah, kesialan macam apa lagi ini? Kenapa harus dia pasien yang harus ditindak sore ini? Ahh ... rasanya kalau Elsa tidak punya urusan dengan Ken, ia ingin melepas semua atribut ini dan berlari keluar OK. Namun mengingat urusannya dengan Ken belum selesai, maka ia tidak berani macam-macam lebih jauh lagi.
Elsa mematung ketika beberapa tenaga medis yang kesemuanya laki-laki memindahkan wanita itu dari brankar ke atas meja operasi, memasang tirai di atas dadanya, memasang selang oksigen, sang penata anestesi yang tidak Elsa kenal itu langsung melakukan tugasnya, meminta sang pasien duduk sambil memeluk bantal di dadanya.
"Pada hitungan ke tiga, saya mulai suntik ya, tolong jangan bergerak sedikitpun, oke?" perintahnya yang dibalas anggukan kepala oleh wanita itu.
Elsa mematung di tempatnya berdiri, ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ruang operasi adalah ruang steril, semua peralatan yang akan digunakan sudah dipastikan steril dan hanya boleh di pegang oleh orang yang berwenang, dalam hal ini ada perawat scrub yang bertugas dalam pengelolaan alat-alat bedah yang dipakai selama prosedur pembedahan berlangsung. Dan keset rumah sakit seperti dirinya ini, biasanya tidak diberi tugas apa-apa, kecuali nanti sang penata operasi berbaik hati menginzinkan mereka menjahit bekas sayatan operasi.
"Tahan ya ... hitungan ke tiga ... satu ... dua ... tiga ...."
Cless ....
Jarum itu sudah menembus tulang belakang wanita itu, Elsa mengernyit ngeri. Dia yang disuntik, kenapa Elsa yang ikut merasakan ngilunya? Setelah jarum dicabut wanita itu kembali diminta berbaring, kedua tangan wanita itu dilentangkan dan diikat di bantalan penyangga bed. Dijempolnya dipasang oximeter guna untuk mengukur kadar oksigen dalam darah, dan rasanya semuanya sudah siap, terbukti sang dokter anestesi langsung mengacungkan jempolnya.
"Anestesi, clear!"
Elsa mengela nafas panjang, setelah ini semuanya akan dimulai! Jantungnya berdegub kencang, bukan hanya karena ini pertama kali ia melihat tindakan sectio caesarea langsung di depan matanya, namun karena siapa wanita yang menjadi pasein sore itu membuat Elsa rasanya sudah tidak sanggup berdiri di ruangan super dingin ini lama-lama.
Namun Ken yang sejak tadi terus mengawasinya membuat Elsa tidak lagi bisa berkutik. Harapannya hanya satu, ia bisa segera keluar dari sini!"
"Scalpel, please!"
***
Ken menyelesaikan jahitan luar setelah rahim wanita itu selesai ia jahit, sudut matanya menatap sosok itu yang berdiri seperti patung. Kalau saja ia tidak bernafas, ia sudah benar-benar mirip patung! Ken sedikit heran, kenapa gadis menyebalkan itu hanya diam seperti itu? Apa karena ada beberapa dokter senior yang lain? Ada dokter Hendratmo sebagai operator operasi dan dokter Dandi sebagai penata anestesi, tak lupa ada beberapa perawat senior yang mungkin menjadi alasan Elsa lebih kalem kali ini.
Namun ketika Ken melirik sosok itu sekali lagi, ia mendapati mata gadis itu memerah, apa yang terjadi? Takut lihat darah? Takut lihat kulit yang disayat-sayat? Ah ... dasar mau jadi dokter kok begitu saja takut! Ken mencibir dalam hati, ia terus menyelesaikan tugasnya dengan baik.
"Clear ya!" Ken menghela nafas panjang, kemudian salah seorang perawat, ia kemudian melepas handscoon dan melangkah keluar.
Ken tahu betul gadis itu melangkah mengikuti dirinya, membuat ia tersenyum sinis.
"Kenapa nangis? Takut lihat darah?" tanya Ken sambil melepas masker yang melekat di wajahnya.
"Nggak, kalau cuma lihat darah sih biasa saja," kilah Elsa yang kemudian ikut melepas handscoon-nya.
"Lantas itu memerah kenapa?" Ken benar-benar kepo, ia harus tahu banyak hal tentang gadis ini supaya kedepannya rencana ia mengerjai Elsa bisa berjalan lancar.
"Rahasia!" jawab Elsa yang langsung melangkah meninggalkan Ken yang masih berdiri di tempatnya itu.
Ken mengeram, dasar! Itu anak kenapa menyebalkan sekali sih? Bapaknya direktur rumah sakit? Atau dosen di tempat ia menimban ilmu sampai kemudian Elsa bisa bertingkah seenak udel macam itu? Ken bergegas mengejar langkah Elsa, ia harus memberi gadis itu pelajaran. Ken melepas semua atribut operasinya, mencuci tangannya dengan sedikit terburu-buru lalu bergegas menyusul Elsa yang sudah lebih dulu pergi entah kemana.
"Cepet amat sih kaburnya?" runtuk Ken sambil garuk-garuk kepala, dia punya ilmu menghilang? Atau bagaimana?
Ken celingak-celinguk mencari keberadaan Elsa, hingga kemudian ia mendapati punggung gadis itu yang melangkah ke arah tangga darurat. Dengan tergesa Ken bergegas menyusul gadis itu. Ia berkali-kali jadi penanggung jawab koas, namun baru ini ia dapat gadis yang menyebalkan macam Elsa.
Ken hendak menerjang pintu tangga darurat dan memaki gadis itu ketika samar-samar ia mendengar isak tangis itu menyapa indera pendengarannya. Siapa pula yang menangis? Apakah gadis itu? Tapi kenapa dia menangis? Toh Ken tidak melakukan hal aneh-aneh kepadanya! Hanya belum melakukan saja sih.
Ken menajamkan telinganya, itu benar suara isak tangis seorang wanita. Dan yang tadi ia lihat masuk ke dalam sini si Elsa itu bukan? Dengan perlahan Ken mendorong pintu tangga darurat, dan benar saja, gadis menyebalkan itu tengah duduk sambil memeluk lututnya dan terisak di tangga paling atas. Apa yang dia tangisi?
"Baru kusuruh ikut asistensi sekali saja sudah nangis?" tanya Ken sambil tersenyum sinis, ia duduk di sebelah Elsa yang terisak sambil memeluk lutut.
"Bukan karena ikut asistensi!" jawab Elsa sambil menyusut air matanya.
"Lantas kenapa?" kenapa Ken jadi bernafsu untuk ingin tahu? Apa urusannya? Namun entah mengapa Ken benar-benar ingin tahu, dan mendengar isak tangis gadis itu, ia yakin bahwa ada sesuatu yang sudah terjadi bukan?
"Rasanya bukan hal penting yang harus saya ceritakan, Dokter."
"Kalau saya yang maksa kamu cerita, bagaimana?"
Elsa mengangkat wajahnya, menatap Ken lekat-lekat.
"Ceritalah, atau kamu mau saya suruh ngepel plus bersihin toilet apartemen saya!"
"Ah ... Dokter ini benar-benar diktator ya," Elsa menyusut air matanya, menghela nafas panjang lalu menoleh dan menatap Ken dengan seksama. "Hey, suka-suka saya dong! Kamu lupa kalau kamu sedang dalam masa hukuman?" Ken mendengus kesal, apaan diktator katanya. "Ah ... Dimana-mana pun keset rumah sakit memang nggak ada benarnya ya," Elsa kembali menyusut air matanya, apakah perlu menceritakan pada dokter residen itu perihal hubungan dia dengan pasien yang tadi mendapat tindakan sectio caesarea itu? "Yuk ikut ke apartemen saya, ngepel sama bersihin kamar mandi apartemen saya!" Ken hendak bangkit ketika kemudian Elsa menarik tangan residen itu untuk kembali duduk di sisinya. "Jangan dong, Dok! Saya kan kesini mau jadi dokter, kenapa hukumannya ngepel sama ngosek kamar mandi sih?" Protes Elsa sambil memanyunkan bibirnya. "Makanya cerita dong, kenapa coba sampai nangis kayak gini? Baru juga sekali asistensi. Ntar di stase bedah ti
"Ma-maksud Dokter?" Ken menghela nafas panjang, ia masih begitu serius menatap jalanan yang ada di depannya itu. Wajahnya berubah sendu, membuat Elsa terpaku diam di tempatnya duduk, tidak berani banyak berkata-kata lagi. Hingga kemudian, Ken kembali buka suara. "Saya juga ngalami kok, Sa. Ditinggal selingkuh sampai hamil," Ken tersenyum getir, tatapannya masih lurus ke depan, sementara Elsa tercekat luar biasa. Ken masuk kategori laki-laki tampan dengan postur tinggi tegap dan kulit putih bersih macam artis Korea. Kalau dia pas pakai snelli-nya ia mirip pemain The Hospital Playlist yang sering Elsa tonton, hanya saja sikapnya cenderung angkuh, menyebalkan dan rese. Tapi jika berhadapan dengan orang yang dia cintai, tentu dia tidak akan seperti ini bukan? Pasti dia berubah manis dan romantis. Lalu kenapa dia sampai diselingkuhin pacarnya? Sampai hamil dengan laki-laki lain lagi, gila! "Nggak mungkin, Dok!" Elsa menggelengkan kepalanya tidak p
"Loh kok berhenti di sini, Dok?" Elsa terkejut ketika Ken membawanya pergi ke sebuah butik kenamaan."Saya ada tugas buat kamu, dan kamu perlu kostum buat menyelesaikan tugas saya besok malam," guman Ken santai sambil memarkirkan mobilnya di depan butik itu.Tugas?Besok malam?Kostum?Elsa bertanya-tanya, ia menatap Ken yang sudah melepas seat belt-nya itu sambil mengerutkan keningnya. Apa yang hendak Ken perintahkan kepadanya? Kenapa pakai beli kostum segala? Memang kostum apa yang harus Elsa pakai? Astaga, pikiran Elsa traveling sampai kemana-mana, jangan bilang kalau ...."Hei, kamu kenapa pucat begitu sih? Ayo turun!" Ken mengibaskan tangannya di depan wajah Elsa yang tampak tertegun itu, kenapa sih gadis satu ini? Kok aneh begitu?"Dok ... Saya memangnya mau disuruh ngapain Dok?" tanya Elsa dengan wajah memucat, di pikirannya, bayangan tidak senonoh itu sudah menari-nari di dalam otak Elsa.Ken menghela nafas panjang, ia menjewer
Elsa tertegun ketika Ken Jongkok di hadapannya sambil menyodorkan sepatu high heels lima belas centimeter itu. Ia masih memakai gaun warna peach model strapless dengan bawah mekar yang Ken sendiri juga yang memilih."Sa, mana kakimu, ini dicoba dulu!" Ken langsung mencubit betis Elsa dengan gemas, membuat Elsa tergagap dan tersentak dari lamunannya."Nggak usah pakai cubit kenapa sih, Dok? Main tangan aja dari tadi, heran saya!" gerutu Elsa yang langsung mengusap-usap betisnya yang memerah akibat cubitan Ken itu."Kamu sih, melamun apa memang? Sini kaki kamu, cobain dulu sepatunya!" Ken menarik kaki kiri Elsa, memasangkan sepatu itu di kaki Elsa, membuat Elsa tertegun. Residen soplak itu jongkok di hadapannya dan memakaikan sepatu itu di kaki Elsa? Bukan main!"Kan saya bis-""Kamu kelamaan tahu nggak!" potong Ken cepat, membuat Elsa langsung manyun.Tanpa banyak berkata-kata lagi, Ken memasangkan sepatu satunya di kaki Elsa, lalu bangkit da
"Sampai saya dapat pacar betulan."Kalimat itu masih terngiang-ngiang di telinga Elsa. Sampai kemudian Ken dapat pacar betulan? Gila! Berapa lama itu nanti? Yang benar saja! Bukankah dia bilang tadi dia trauma pacaran, trauma menjalin hubungan semanjak diselingi? Lantas kapan residen itu bakal dapat pacar kalau dia sendiri bilang sudah trauma? Edan benar!"Dok, boleh tanya?" Elsa menoleh, menatap Ken yang sudah serius di balik kemudinya itu."Tanyalah, mau tanya apa lagi sih?" Ken menoleh, menatap Elsa yang tampak begitu penasaran itu."Dokter lagi dekat sama cewek?""Oh, itu? Tentulah, saya memang lagi deket sama cewek," jawab Ken yang sontak membuat Elsa lega.Eh ... Tapi tunggu!Kalau sekarang posisi Ken sedang dekat dengan cewek, kenapa malah meminta Elsa jadi pacar sewaan Ken? Kenapa tidak membawa cewek itu saja ke ulang tahun anak mantannya itu? Kenapa malah Elsa yang dia bawa?"Kalau boleh tau siapa, Dok?" tanya Elsa takut-takut
“Heh ... mau kemana?” Ken menarik kerah snelly Elsa ketika gadis itu hendak kabur bersama teman-temannya selepas Dokter Glondong selesai visiting.“Mau ke ruang koas lah, Dok. Ada apa lagi sih?” Elsa menepis tangan Ken, sebuah tindakan berani yang sampai membuat Renita melongo menatap Elsa dengan tatapan tidak berkedip. Berani sekali keset rumah sakit satu ini melawan sendal rumah sakit?“Ikut saya dulu, bantuin follow up ibu-ibu di VK!” Ken kembali menarik Elsa, membuat Elsa hampir terjungkal karena langkah Ken lebih cepat dari langkah Elsa sendiri.“Pelan-pelan dong, Dok! Heran deh ... dari kemarin kasar banget sih!” semprot Elsa kesal.Dio dan Samuel, yang juga residen obsgyn itu saling pandang, mereka kemudian menatap Renita yang masih melongo melihat apa yang tadi terjadi antara Elsa dan residen paling ganteng se-poli obsgyn itu.“Dek, temenmu itu ada hubungan apa sih sama Ken? Kok kayaknya
"Dok saya belum mandi," sepulang koas Elsa sudah di seret-seret Ken menuju parkiran, acara ulang tahun itu diadakan selepas magrib dan Ken hendak membawa Elsa bersiap-siap."Mandi di apartemen saya, sudah bawa ganti dalaman kan? Apa perlu saya belikan juga?" Ken melirik Elsa yang tampak manyun itu, sungguh sosok itu jadi makin menggemaskan."Sudah, tidak perlu repot-repot!" jawab Elsa ketus, tentulah Elsa bawa, Ken sudah ribut menelepon terus tadi subuh memperingatkan Elsa supaya membawa ganti pakaian dalam yang bersih."Bagus!" Ken membuka pintu mobilnya, lalu mendorong Elsa masuk ke dalam."Astaga, kasar amat sih jadi orang!" Gerutu Elsa kesal, pantas pacarnya lari, selingkuh sama sepupunya, orangnya kasar begini! Heran Elsa.Ken tidak menggubris, ia bergegas masuk ke dalam mobil. Ia melirik Elsa yang tampak manyun itu. Elsa hanya balas melirik, kenapa diam? Kenapa tidak langsung pergi? Elsa bertanya-tanya, namun ia memilih diam saja, hingga kemudian
Ken menatap bayangan dirinya di cermin, ia sudah begitu gagah dengan setelan jas dan dasi warna peach yang ia senadakan dengan dress yang akan dikenakan Elsa malam ini. Rambutnya sudah ia sisir begitu rapi dengan Pomade, parfum seharga tiga setengah juta itu sudah mengharumkan penampilan Ken. Ia lebih terlihat seperti seorang eksekutif muda daripada calon dokter kandungan!Ken dengan gagah melangkah ke luar dari kamarnya. Tampak Elsa masih duduk di kursi membelakangi dirinya, sedangkan Vonny tengah menata rambut Elsa yang dicatok Curly bagian bawahnya itu."Sudah selesai belum, Cik?" Tanya Ken sambil merapikan jasnya."Sudah!" jawab Vonny dengan wajah berbinar.Ken menatap Elsa yang masih duduk di kursi itu, sejenak Elsa kemudian bangkit dan membalikkan badan membuat Ken terkesiap luar biasa. Itu beneran Elsa kan? Koas-nya yang kurang ajar memaki dirinya karena mereka tidak sengaja bertubrukan di depan pintu masuk rumah sakit?Elsa tersenyum begitu mani